UU Terorisme Banyak Kekurangan, Kapolri Minta Segera Direvisi

Dengan UU Terorisme yang lengkap, Tito berharap aparat kepolisian dapat menangkap teroris berdasarkan perbuatan awal.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 27 Mei 2017, 13:33 WIB
Kapolri Jenderal Tito Karnavian. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menilai, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, saat ini belum dapat membantu aparat penegak hukum untuk memberantas teroris di Indonesia.

Karena itu, kata Tito, perlu ada revisi UU Nomor 15 tersebut. "Dalam UU kita menghendaki satu masalah pencegahan harus masuk. Supaya ada kegiatan yang sistematis dan komprehensif untuk mencegah," ujar Tito di Rumah Sakit Polri Kramat Jati Jakarta Timur, Jumat 26 Mei 2017.

Tito menambahkan, UU Terorisme juga harus memuat soal rehabilitasi kepada terduga teroris. Nama terduga teroris dapat dibersihkan jika nantinya tidak terbukti bersalah.

"Rehabilitasi juga harus dimasukkan (dalam UU Teroris), sehingga ada upaya sistematis untuk melakukan rehab pasca penindakan hukum," kata dia.

Dengan UU yang lengkap, mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) ini berharap, aparat kepolisian dapat menangkap teroris berdasarkan perbuatan awal. Sebab, saat ini Polisi hanya dapat menindak teroris jika ada perbuatan yang nyata.

Kejadian bom bunuh diri di Kampung Melayu, lanjut Tito menjadi bukti nyata bahwa UU Terorisme harus segera diselesaikan. Sebab, pihak kepolisian baru dapat mengusut pelaku ketika sudah terjadi bom.

"Kita tahu yang terjadi pada Rabu malam (bom kampung melayu), adalah amaliyah. Dalam konteks bahasa kepolisian, itu adalah terorisme, bagi mereka itu adalah jihad," tandas Tito.

Dia menuturkan, sebelum beraksi para teroris dilatih untuk melakukan "jihad". Sebab, para teroris tidak mungkin bertempur tanpa ada pelatihan. "Pelatihan ini juga harus dikriminalisasi," ucap Tito.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya