Jaksa Dakwa Ahok dengan Pasal Alternatif

Pada dakwaan alternatif pertama, jaksa menjerat Ahok dengan Pasal 156a KUHP dan dakwaan alternatif kedua mencatut Pasal 156 KUHP.

oleh Nafiysul QodarDelvira Hutabarat diperbarui 13 Des 2016, 11:21 WIB
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok melihat ke arah fotografer sesaat sebelum menjalani sidang perdana kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Selasa (13/12). Sidang hari ini beragenda pembacaan surat dakwaan dari tim JPU. (TATAN SYUFLANA/POOL/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa mendakwa gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan dakwaan alternatif terkait penistaan atau penodaan agama. Dakwaan alternatif ini ditandai dengan kata "atau".

"Pada pokoknya terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif ditandai dengan kata atau," ujar jaksa Ali Mukartono dalam sidang perdana kasus Ahok di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2016).

Menurut dia, pada dakwaan alternatif pertama, jaksa menjerat Ahok dengan Pasal 156a KUHP. Sedangkan, dakwaan alternatif kedua mencatut Pasal 156 KUHP.

"Alternatif kedua sama hanya kualifikasi berbeda," kata jaksa yang diminta menerangkan dakwaannya oleh ketua majelis hakim Ahok Dwiarso Budi Santiarto.

Menanggapi dakwaan jaksa, Ahok mengaku telah mengerti dakwaan jaksa secara bahasa. Namun, dia tidak mengerti pokok dakwaan jaksa.

"Secara bahasa saya mengerti, tapi tuntutannya saya tidak mengerti," ucap Ahok.

Ketua majelis hakim kemudian meralat ucapan Ahok bahwa belum sampai pada tuntutan, melainkan baru dakwaan. Hakim kemudian meminta jaksa menjelaskan dakwaannya. Barulah Ahok menyatakan mengerti.

Pasal 156 KUHAP berbunyi, Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara Pasal 156a menyebutkan, Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya