Otto Sindir JPU Pakai Teori Abad Sebelum Masehi di Sidang Jessica

Otto menilai JPU mengalami kemunduran dalam mengungkap fakta kasus 'kopi' sianida, karena menggunakan ahli fisognomi.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 12 Okt 2016, 17:08 WIB
Jessica Kumala Wongso dan pengacaranya saat persidangan ke 25 di PN Jakpus, Senin (26/9). Penampilan Jessica sedikit berbeda dengan mengenakan kacamata. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Pengacara Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan menyindir Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait penggunaan teori fisognomi atau ahli seni membaca wajah, dalam sidang kasus kematian Wayan Mirna Salihin.

Menurut Otto, masih dengan nada sindiran, ke depan, jika ada kasus serupa, tidak perlu ada pembuktian berbelit. Tapi cukup memanggil ahli teori fisiognomi ke dalam sidang.

"Kalau gitu, kalau ada pembunuh, tinggal panggil ahli fisiognomi saja dan tentukan," sindir Otto dalam pembacaan materi pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2016).

Otto menilai JPU mengalami kemunduran dalam mengungkap fakta kasus kopi sianida. Sebab JPU menggunakan teori fisognomi yang muncul pada abad ke-6 sebelum Masehi.

"Bisa dibayangkan jika JPU menggunakan ini (fisognomi). Telah kehilangan cara, tidak ada rotan akar pun jadi. Menggunakan embel-embel fisognomi modern," cetus Otto.

"(Teori) ditemukan pada abad ke-6 sebelum Masehi. Bukankah ini merupakan kemunduran? Apakah ini bukan kemunduran demi menghukum Jessica?" ujar Otto.

Sidang ke-28 kasus kematian Wayan Mirna Salihin hari ini beragendakan pembacaan pleidoi atau nota pembelaan dari terdakwa Jessica Kumala Wongso. Tangisan Jessica mewarnai sepanjang pembacaan pleidoi.

Dalam kematian Mirna, Jessica Wongso menjadi satu-satunya terdakwa dan dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. JPU telah menuntut Jessica dengan 20 tahun penjara.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya