Harga Minyak Sentuh Level Terendah dalam 2 Minggu

Harga minyak WTI turun 2,9 persen menjadi US$ 43,58 per barel imbas pelaku pasar fokus terhadap persediaan minyak.

oleh Agustina Melani diperbarui 15 Sep 2016, 05:00 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia dekati level terendah dalam dua minggu seiring pelaku pasar fokus terhadap penurunan persediaan minyak pada pekan lalu, tapi produksi naik.

Pada perdagangan kemarin, harga minyak juga turun tajam usai laporan Badan Energi Internasional yang menyatakan pasokan minyak yang berlebih akan berlanjut.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Okober melemah US$ 1,32 atau 2,9 persen menjadi US$ 43,58 per barel di New York Mercantile Exchange. Sebelumnya harga minyak WTI diperdagangkan di kisaran US$ 44 sebelum data persediaan minyak.

Harga minyak Brent untuk pengiriman November merosot 2,7 persen atau US$ 1,25 ke level US$ 45,85 per barel usai bergerak volatile. Kedua harga minyak ini terendah sejak 1 September.

Badan Energi Internasional melaporkan kalau persediaan minyak domestik turun 600 ribu barel hingga 9 September 2016. Namun, 3,3 juta minyak naik seperti yang diprediksi analis. American Petroleum Institute melaporkan ada kenaikan 1,4 juta barel.

Sebelumnya Badan Energi Internasional melaporkan kalau penurunan persediaan minyak sekitar 14,5 juta lantaran ada gangguan badai di Gulf of Mexico sehingga mengganggu pengiriman. Pelaku pasar pun harap persediaan minyak dapat kembali pulih.

"Pasar kelihatannya belum berbalik arah dengan data persediaan yang terbaru. Persediaan minyak seharusnya melanjutkan kenaikan," tutur co-editor The 7:00'4 Report Tyler Richey seperti dikutip dari laman Marketwatch, Kamis (15/9/2016).

Sementara itu, Chief Energy Strategist Macro Risk Advisors Chris Kettenmann menilai, produksi minyak AS menunjukkan tanda "kehidupan". Dia menekankan produksi minyak naik 5.000 barel per hari setiap minggu.

Meski demikian, ia melihat risiko harga minyak masih berlanjut pada semester II 2016 dengan ada sinyal pertumbuhan di AS. (Ahm/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya