Persediaan Berlebih, Harga Minyak Terjun Bebas

Harga minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman Februari turun 79 sen dan menetap di US$ 35,97 per barel.

oleh Arthur Gideon diperbarui 06 Jan 2016, 05:01 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak turun ke level terendah dalam dua pekan terakhir pada penutupan perdagangan Rabu (Selasa pagi waktu Jakarta). Penyebab pelemahan harga minyak karena adanya spekulasi mengenai laporan pemerintah yang kemungkinan besar akan menunjukkan jumlah persediaan minyak mentah di Amerika Serikat (AS) berlebih.

Mengutip Bloomberg, Rabu (6/1/2016), harga minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman Februari turun 79 sen dan menetap di US$ 35,97 per barel di New York Mercantile Excange. Angka penutupan tersebut merupakan angka penutupan terendah sejak 21 Desember. Pada 2015 kemarin, harga minyak telah turun 30 persen.

Sedangkan harga minyak Brent yang merupakan patokan harga global untuk pengiriman Februari juga turun 80 sen atau 2,1 persen ke US$ 36,42 per barel di Loncon ICE Futures Europe Exchange.

Berdasarkan survei Bloomberg, stok minyak mentah di AS diperkirakan lebih dari 130 juta barel. Angka tersebut di atas rata-rata selama lima tahun terakhir. The American Petroleum Institute (API) akan melaporkan jumlah tersebut pada Rabu waktu setempat.

"Pelaku pasar sedang menghadapi tekanan karena kemungkinan besar baik API maupun EIA akan menunjukkan angka persediaan di Cushing yang akan naik tinggi," jelas Direktur Perdagangan Berjangka Mizuho Securities USA, New York, AS, Bob Yawger.

Harga minyak memang terombang-ambing diantara dua sentimen. ketegangan geopolitik di Timur Tengah kemungkinan besar bisa mendorong harga minyak. Pada akhir pekan lalu, Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran, sesama anggota organisasi negara pengekspor minyak. Langkah Arab Saudi tersebut datang saat ratusan warga Iran memprotes kebijakan Arab Saudi terhadap ulama Syiah terkemuka.

"Jika situasi ketegangan menjadi lebih kuat antara Arab Saudi dan iran itu dapat membawa lonjakan besar untuk harga minyak," ujar Naeem Aslam, Kepala Riset AvaTrade, seperti dikutip dari laman Marketwatch.

Namun sebaliknya data ekonomi dari China yang belum menunjukkan perbaikan kemungkinan besar akan terus menekan harga minyak. Pasar saham, pasar komoditas dan pasar mata uang berisiko karena sentimen China. Situasi perkembangan ekonomi China menjadi isu utama di dunia.

Harga minyak juga terus tertekan karena nilai tukar dolar AS terus menguat. Penguatan dolar AS tersebut mengurangi daya tarik komoditas dalam mata uang tersebut. (Gdn/Nrm)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya