Pemerintah Indonesia Harus Belajar Jadi Produsen

Menurut Suharso pemerintah cenderung menelurkan kebijakan responsif yang bersifat sementara mengatasi volatilitas rupiah.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 20 Des 2014, 20:24 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Mengamati tren pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini, pemerintah diharapkan dapat segera mengatasi akar masalah goyahnya mata uang tersebut. Politisi sekaligus ekonom Suharso Monoarfa menilai, pemerintah lebih dulu harus mengatasi penyakit yang meradang di tubuh perekonomian Indonesia.

Kenyataannya, menurut Suharso pemerintah cenderung menelurkan kebijakan responsif yang bersifat sementara mengatasi volatilitas rupiah.

"Pemerintah selalu punya rencana pembangunan jangka panjang, pengamanan sistem pembayaran dan pengendalian inflasi. Tapi penyakitnya masih saja sejak zaman orde baru, yaitu defisit neraca berjalan," ungkapnya saat menjadi pembicara dalam acara diskusi terbuka di Jakarta, Sabtu (20/12/2014).

Dia bahkan mengatakan, ciri khas perekonomian Indonesia selama 30 tahun di zaman orde baru adalah defisit transaksi berjalan. Ironisnya, itu masih terjadi kembali di masa reformasi.

"Tapi kita santai aja, sementara jantung permasalahannya tidak diselesaikan," katanya.

Suharso menjelaskan, defisit transaksi berjalan adalah ketika pemerintah tidak bisa menunjukkan produktivitas di dalam negeri, setidaknya hingga dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik. Indikatornya jelas, sampai hari ini, pemerintah masih melakukan impor pangan.

"Banyak yang lupa bahwa akan ada lompatan jumlah penduduk, 30 tahun ke depan yang dapat mencapai angka 440 juta jiwa. Kalau 50 tahun bisa sampai 500 juta jiwa," tuturnya.

Artinya pemerintah harus segera mengatasi defisit transaksi berjalan sesegera mungkin. Itu lantaran adanya kebutuhan yang tinggi akan pembangunan infrastruktur di Tanah Air.

"Yang penting adalah berbisnis dengana cara pandang dagang. Siapa yang menyangka air mineral dibotolkan ada yang beli? Dulu dianggap tidak masuk akal," paparnya.

Dia menegaskan, pemerintah Indonesia harus belajar menjadi produsen (a maker). Dengan begitu pemerintah dapat menggenjot industri di Tanah Air dan memiliki sistem perekonomian yang lebih stabil.

"Jangan tiap ada surplus senang, padahal defisitnya bisa lebih parah," pungkasnya. (Sis/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya