Sukses

Pengguna Ramai-Ramai Tuntut Apple soal Praktik Monopoli Pasar Smartphone

Apple dituduh melanggar undang-undang antimonopoli AS dengan menekan teknologi untuk aplikasi perpesanan, dompet digital, dan produk lainnya yang akan meningkatkan persaingan di pasar smartphone.

Liputan6.com, Jakarta - Apple belakangan ini dilanda serangkaian tuntutan hukum konsumen baru yang menuduh perusahaan memonopoli pasar smartphone, sekaligus mendukung kasus antimonopoli yang diajukan oleh Departemen Kehakiman AS dan 15 negara bagian pada minggu lalu.

Setidaknya tiga usulan gugatan kelompok (class action) telah diajukan sejak Jumat (22/3/2024) di pengadilan federal California dan New Jersey oleh pemilik iPhone yang mengklaim Apple menggelembungkan harga produknya melalui perilaku anti persaingan.

Tuntutan hukum tersebut, yang bertujuan untuk mewakili jutaan konsumen, mencerminkan klaim Departemen Kehakiman bahwa Apple melanggar undang-undang antimonopoli AS dengan menekan teknologi untuk aplikasi perpesanan, dompet digital, dan produk lainnya yang akan meningkatkan persaingan di pasar smartphone.

Namun, Apple membantah tuduhan pemerintah. Perusahaan yang berbasis di Cupertino, California itu pun belum menanggapi tuntutan hukum konsumen tersebut.

Pengacara Steve Berman melalui firma hukumnya Hagens Berman Sobol Shapiro mengajukan salah satu kasus baru, yang sebelumnya menggugat Apple karena diduga menggagalkan persaingan untuk dompet seluler Apple Pay.

“Kami senang Departemen Kehakiman AS (Department of Justice/DOJ) menyetujui pendekatan kami,” kata Berman sebagaimana dikutip dari Reuters, Rabu (27/3/2024).

Sayang, pengacara yang menangani kasus-kasus baru lainnya belum mangapresiakan pendapatnya terkait dugaan kasus monopoli ini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

Hagens Berman Menang Lawan Apple

Apple telah melawan tuntutan hukum swasta yang menantang praktik bisnisnya sebagai antikompetitif.

Seorang hakim pada Februari memutuskan bahwa Apple harus menghadapi gugatan class action atas nama jutaan konsumen yang mengklaim bahwa Apple memonopoli pasar aplikasi iPhone. Apple membantah klaim tersebut.

Hagens Berman sebelumnya memenangkan tunutunan senilai USD 550 juta dari Apple dalam kasus terpisah terkait dengan harga ebook dan kebijakan toko aplikasinya.

Sebuah studi pada 2022 yang dilakukan oleh profesor fakultas hukum Universitas Buffalo menemukan bahwa gugatan kelompok antimonopoli swasta terkadang dapat berdampak lebih besar dibandingkan kasus pemerintah, yaitu memperluas cakupan pelanggaran, jumlah pemulihan, atau jumlah terdakwa yang terlibat.

3 dari 8 halaman

AS Tuduh Apple Monopoli Pasar Smartphone, Perusahaan Lawan Balik!

Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) mengajukan gugatan terhadap Apple. AS menuding perusahaan tersebut telah melakukan monopoli pada pasar ponsel pintar (smartphone) dan menghindari persaingan.

Dalam tuntutannya, departemen kehakiman menuduh Apple menyalahgunakan kendalinya atas App Store iPhone untuk "mengunci" pelanggan dan pengembang.

Dikutip dari BBC, Jumat (22/3/2024), AS menuduh perusahaan yang bermarkas di Cupertino itu mengambil langkah ilegal untuk menghalangi pengembang aplikasi yang dipandang dapat menyaingi aplikasi bawaaan dari Apple dan membuat produk pesaingnya menjadi kurang menarik.

Laporan tersebut menuduh Apple menggunakan serangkaian upaya yang dapat mengubah aturan dan membatasi akses terhadap perangkat keras dan perangkat lunaknya, bertujuan untuk meningkatkan keuntungan.

Apple juga dituduh meningkatkan biaya bagi pelanggan dan menghambat inovasi.

“Apple telah mempertahankan kekuatan monopoli di pasar ponsel pintar tidak hanya dengan tetap menjadi yang terdepan dalam persaingan namun juga dengan melanggar undang-undang anti-trust (UU antimonopoli),” kata Jaksa Agung Merrick Garland pada konferensi pers yang mengumumkan gugatan tersebut.

4 dari 8 halaman

Apple Dituduh Hambat Persaingan

Laporan setebal 88 halaman tersebut berfokus pada lima area di mana Apple diduga menyalahgunakan kekuasaannya.

Misalnya, AS menuduh Apple menggunakan proses peninjauan aplikasinya untuk menjegal pengembangan superapp dan aplikasi streaming, karena khawatir aplikasi tersebut akan memberikan lebih sedikit dorongan bagi pelanggan untuk tetap menggunakan iPhone.

Laporan itu juga mengatakan bahwa Apple telah mempersulit koneksi iPhone ke smartwatch merek lain dan memblokir bank serta perusahaan keuangan lainnya untuk mengakses teknologi tap-to-pay miliknya.

Pemblokiran tersebut memungkinkan Apple memperoleh biaya miliaran dari pemrosesan transaksi Apple Pay.

Keluhan itu juga berfokus pada cara Apple memperlakukan pesan yang dikirim dari ponsel pesaingnya, membedakannya dengan ikon gelembung hijau dan membatasi video serta fitur lainnya.

Dikatakan bahwa tindakan Apple telah menciptakan “stigma sosial” yang membantu raksasa teknologi itu mempertahankan posisinya di pasar.

5 dari 8 halaman

Apple Melawan Tuduhan Pemerintah AS

Kendati demikian, Apple melawan gugatan tersebut dan menyangkal klaim tersebut.

Apple mengatakan pelanggan setia terhadap pelayanannya karena fitur yang diberikan Apple dirasa bermanfaat

Selain itu, menurut Apple, berdasarkan hukum AS, perusahaan bebas memilih mitra bisnisnya. Mereka telah menunjuk pada masalah privasi dan keamanan untuk membenarkan aturannya.

Perusahaan mengatakan akan meminta pengadilan untuk membatalkan gugatan tersebut.

“Kami yakin gugatan ini salah berdasarkan fakta dan hukum, dan kami akan melakukan pembelaan keras terhadapnya,” kata perwakilan Apple.

Ini merupakan tuntutan hukum ketiga yang dihadapi Apple dari pemerintah AS sejak 2009 dan gugatan antimonopoli pertama yang diajukan terhadap perusahaan tersebut di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden.

Jika pemerintah memenangkan persidangan, hal ini dapat memaksa Apple untuk merombak kontrak dan praktik yang ada saat ini, atau bahkan menyebabkan perpecahan di internal perusahaan.

Karena kasus ini, saham Apple turun lebih dari 4% karena investor mencerna implikasi dari pertarungan hukum tersebut.

6 dari 8 halaman

Bukan Pertama Kalinya Apple Terkena Gugatan

Apple menghadapi reaksi hukum yang semakin besar atas ekosistem iOS dan praktik bisnisnya.

Mereka terlibat dalam kasus hukum yang panjang dengan Epic Games, pembuat Fortnite.

Bulan lalu, Apple didenda €1,8 miliar oleh Uni Eropa karena melanggar undang-undang persaingan dalam streaming musik.

Perusahaan tersebut telah mencegah layanan streaming untuk memberi tahu pengguna tentang opsi pembayaran di luar App Store Apple, kata Komisi Eropa.

Komisaris persaingan usaha Margrethe Vestager mengatakan Apple telah menyalahgunakan posisi dominannya di pasar selama satu dekade, dan memerintahkan raksasa teknologi itu untuk menghapus semua pembatasan.

Profesor Universitas Vanderbilt Rebecca Allensworth menyebut kasus ini sebagai "sebuah pertunjukan sinema", menyusul tuntutan hukum lain yang diajukan Departemen Kehakiman terhadap raksasa teknologi besar.

Dia mengatakan, hal ini adalah tentang meningkatkan fungsionalitas antar smartphone dan menjadikan teknologi dan perangkat lunak lebih mudah diakses oleh konsumen dan bisnis lainnya.

“Ini bukan tentang memecah Apple menjadi unit-unit kecil atau memisahkan divisi-divisi perusahaan,” katanya.

7 dari 8 halaman

Apple Kucilkan Pesaingnya di Ekosistemnya

Anat Alon-Beck, profesor hukum bisnis di Case Western Reserve University di Ohio, mengatakan gugatan baru Departemen Kehakiman “jauh lebih luas” dibandingkan gugatan hukum sebelumnya di Uni Eropa.

“Ini bukan hanya tentang biaya toko aplikasi sebesar 30%, tetapi tentang praktik inti Apple yang tidak adil,” katanya.

“Apple secara sistematis mengucilkan pesaingnya dari ekosistem Apple. Dengan cara itu, Apple merugikan banyak bisnis startup, pemangku kepentingan, costumer, dan, menurut pendapat saya, termasuk pemegang sahamnya,” ujarnya.

Menurut Departemen Kehakiman, pangsa Apple di pasar smartphone AS melebihi 70%, dan pangsa pasar smartphone yang lebih luas melebihi 65%.

8 dari 8 halaman

Infografis Ponsel Black Market Diblokir via IMEI. (Liputan6.com/Triyasni)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.