Sukses

Kominfo: Penyelenggara Sistem Komunikasi Kabel Laut Internasional Wajib Jadi Anggota Konsorsium

Penyelenggara sistem komunikasi kabel laut (SKKL) lokal yang berkolaborasi dengan penyelenggara SKKL internasional harus menjadi anggota konsorsium dan berinvestasi minimal 5 persen dari total investasi.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia, dengan letak geografisnya yang strategis sebagai negara kepulauan di wilayah Asia-Pasifik, telah menarik perhatian penyelenggara infrastruktur komunikasi internasional.

Ini tidak hanya mencakup proyek sistem komunikasi kabel laut (SKKL), tetapi juga pembahasan serius terkait transfer listrik antarnegara. Potensi besar dari posisi geografis Indonesia yang unik telah menghasilkan beberapa inisiatif proyek yang menarik perhatian.

Terdapat tiga proyek SKKL dan satu proyek Kabel Listrik yang sedang mengincar peluang pembangunan di perairan Indonesia:

  • Proyek Echo: Kolaborasi antara Meta, Google, dan XL Axiata.
  • Proyek Bifrost: Kerjasama antara Meta, Keppel Midgard, dan Telekomunikasi Indonesia International (Telin) - anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk.
  • Proyek Apricot: Kolaborasi antara Meta, Keppel Midgard, dan NTT.
  • Proyek Sun Cable: Fokus pada pengembangan infrastruktur kabel listrik antarnegara.

Syarat-Syarat Penyelenggara Infrastruktur Koneksi Internasional

Untuk memastikan bahwa Indonesia memiliki peran yang signifikan dalam proyek-proyek ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui Ketua Tim Jaringan Telekomunikasi, Aditya Iskandar, menegaskan beberapa persyaratan bagi penyelenggara SKKL internasional:

  • Kerja Sama dengan Penyelenggara Lokal: Penyelenggara SKKL internasional harus menjalin kerja sama dengan penyelenggara SKKL lokal di Indonesia dan memperoleh hak labuh yang sah.
  • Pengalaman Operasi Minimal 5 Tahun: Penyelenggara SKKL internasional harus memiliki pengalaman operasi minimal selama 5 tahun.
  • Kewajiban Pembangunan 100 Persen: Penyelenggara SKKL internasional juga harus memenuhi kewajiban untuk membangun infrastruktur SKKL secara penuh.
  • Keanggotaan dalam Konsorsium: Penyelenggara SKKL lokal yang berkolaborasi dengan penyelenggara SKKL internasional harus menjadi anggota konsorsium dan berinvestasi minimal 5 persen dari total investasi.

Aditya menuturkan, dengan persyaratan ini, negara memastikan bahwa penyelenggara SKKL lokal memiliki peran yang aktif dalam pengembangan dan pengoperasian infrastruktur yang mereka bangun.

"Hal ini supaya SKKL lokal tidak hanya menjadi boneka atau pinjam lisensi. Dengan mereka harus menjadi anggota konsorsium, mereka bisa mengendalikan dan mengoperasikan sistem SKKL yang mereka bangun," ujar Aditya dalam acara Marine Spatial Planning and Services (MSPS) 2023, dikutip Jumat (22/9/2023).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Evaluasi Proyek SKKL

Aditya juga menekankan pentingnya memastikan bahwa penyelenggara infrastruktur internasional memberikan manfaat yang signifikan bagi Indonesia.

Ini termasuk kontribusi pajak dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dapat digunakan untuk meningkatkan ekosistem telekomunikasi dalam negeri.

Kominfo akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap setiap proyek SKKL di Indonesia. Evaluasi ini mencakup investasi, perjanjian kerja sama, serta kewajiban investasi minimal sebesar 5 persen.

Proyek-proyek yang memenuhi syarat dan ketentuan ini akan memperoleh persetujuan.

 

3 dari 4 halaman

Regulasi Kapal Bawah Laut

Penggelaran infrastruktur kabel bawah laut adalah kewenangan Kementerian Perhubungan. Namun, terdapat kendala terkait kapal-kapal berbendera Indonesia yang terbatas dalam melakukan kegiatan ini.

Sementara dalam Azas Cabotage memerintahkan bahwa setiap kapal yang berada di teritorial Indonesia harus berbendera Indonesia.

Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Kementerian Perhubungan, Een Nurani Saidah, menjelaskan terdapat mekanisme untuk mengatasi kendala ini.

"Soal Azas Cabotage dan penggelaran kabel bawah laut, tidak semua kapal berbendera Indonesia bisa melakukan hal ini. Tapi kami memiliki mekanisme untuk mengaturnya," ujar Een,

Menurutnya, mekanisme ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2021 tentang Persyaratan Pemberian Persetujuan Penggunaan Kapal Asing untuk Kegiatan Lain di Wilayah Perairan Indonesia yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang dan Barang.

"Kemenhub memberikan mekanisme untuk penggelaran kabel bawah laut bisa menggunakan kapal asing. Tapi bila masih bisa menggunakan kapal berbendera Indonesia, ya kami tetap memprioritaskan agar menggunakan kapal Indonesia saja," Een memungkaskan.

4 dari 4 halaman

Infografis Misi Evakuasi 74 WNI dari Kapal Diamond Princess. (Liputan6.com/Trieyasni)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini