Sukses

Survei: Masih Banyak Pemilik Aset Kripto Tak Sadar Jadi Target Hacker

Liputan6.com, Jakarta Meski hype-nya sudah tak semasif dulu, namun aset kripto masih diminati oleh banyak orang. Meski begitu, pengguna juga tetap harus waspada terhadap risiko kejahatan siber di sektor ini.

"Meskipun penurunan terjadi di pasar kripto baru-baru ini, namun tingkat aktivitas berbahaya (ancaman hacker) di lapangan tidak menurun," kata Vitaly Kamluk, kepala unit Asia Pasifik, Tim Riset & Analisis Global Kaspersky (GReAT).

Menurut Kamluk, industri kripto, yang masih dalam masa pertumbuhan, tetap menjadi target utama para scammers.

Dalam survei terbaru yang dilaporkan Kaspersky ditemukan, sebagian besar individu tidak menyadari potensi ancaman yang dihadapi oleh pemilik aset kripto.

Mengutip siaran pers, Minggu (29/1/2023), di survei ini, perusahaan keamanan siber itu menunjuk Arlington Research untuk melakukan penelitian online global kuantitatif dengan 12 ribu orang dari 16 negara.

16 negara ini adalah Austria, Brasil, Kolombia, Prancis, Jerman, India, Malaysia, Meksiko, Arab Saudi, Afrika Selatan, Spanyol, Swiss, Turki, UEA, Inggris Raya, dan Amerika Serikat.

Meski popularitasnya meningkat, hanya 25 persen responden yang merasa mengetahui atau sangat mengetahui tentang potensi risiko penggunaannya. Sementara, 23 persen malah tidak memiliki informasi sama sekali.

Di laporannnya, Kaspersky juga mengungkapkan, kesadaran akan ancaman ini menurun seiring bertambahnya usia, dengan konsumen yang lebih muda di bawah 35 tahun, terpapar lebih banyak informasi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Banyak yang Tak Sadar Jadi Target Ancaman Kripto

Dalam laporan tersebut dijelaskan juga, ancaman siber seperti pencurian dan penipuan virtual, adalah salah satu aspek negatif yang paling sering dikutip dari penggunaan aset kripto.

Pencurian disoroti sebanyak 27 persen responden sebagai perhatian utama mereka, sementara sorotan terhadap penipuan virtual mencapai 26 persen responden.

Sementara 38 persen responden tidak menyadari bahwa mereka bisa menjadi target ancaman kripto, bahkan jika mereka tidak memiliki aset kripto.

Kaspersky menegaskan, siapa pun bisa jadi target penambang kripto, program yang secara diam-diam menghasilkan aset kripto untuk pemiliknya menggunakan sumber daya komputer lain, baik mereka memiliki aset kripto atau tidak.

Di negara-negara Afrika Selatan dan Asia Pasifik, penipuan investasi kripto (masing-masing 23 persen dan 15 persen) dan aplikasi palsu (masing-masing 16 persen dan 15 persen) merupakan perhatian utama.

 

 

3 dari 3 halaman

Kesadaran Risiko Pemilik Aset Kripto Harus Ditingkatkan

Laporan Kaspersky juga mencatat, di Eropa, masalah yang paling terlihat adalah serangan pemerasan.

Dalam kasus semacam itu, scammer mengancam bakal mengungkapkan riwayat penjelajahan korban di situs dewasa, kecuali mereka memberikan akses pribadiatau mengirim aset kripto (13 persen).

Lebih lanjut, 49 persen dari seluruh responden, tercatat sudah terpengaruh oleh kejahatan aset kripto dalam beberapa cara, mengungkapkan berbagai aktivitas kriminal di lapangan.

49 persen individu di survei juga tidak percaya sistem perlindungan saat ini untuk aset kripto efektif, dengan 40 persen pemilik aset kripto saat ini tidak percaya sistem perlindungan yang ada sudah cukup memadai.

Kamluk mengatakan, survei ini menekankan perlunya peningkatan kesadaran dan edukasi mengenai potensi risiko yang dihadapi oleh pemilik asset kripto.

"Karena adopsi aset digital terus bertumbuh, sangat penting bagi individu untuk mengambil tindakan yang tepat guna melindungi diri dari ancaman dunia maya," imbuhnya.

(Dio/Isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.