Sukses

Pengawas Privasi Uni Eropa Larang Teknologi Pengenalan Wajah

Pengawas privasi Uni Eropa, European Data Protection Supervisor (EDPS) melarang penerapan teknologi pengenalan wajah.

Liputan6.com, Jakarta - Pengawas privasi Uni Eropa, European Data Protection Supervisor (EDPS) melarang penerapan teknologi pengenalan wajah dengan alasan "intrusi mendalam dan non-demokratis" ke dalam kehidupan pribadi masyarakat.

Komentar tersebut muncul dua hari setelah Komisi Eropa mengusulkan rancangan aturan yang memungkinkan pengenalan wajah hanya digunakan untuk mencari anak atau penjahat yang hilang dan dalam kasus serangan teroris.

Rancangan aturan yang masih digodok negara-negara Uni Eropa dan Parlemen Eropa ini merupakan upaya Komisi untuk menetapkan aturan global terkait kecerdasan buatan, teknologi yang didominasi oleh China dan Amerika Serikat (AS).

Mengutip New York Times, Senin (26/4/2021), pengawas privasi mengatakan penyesalannya karena tidak mengindahkan seruan sebelumnya untuk melarang pengenalan wajah di ruang publik.

"Pendekatan yang lebih ketat diperlukan, mengingat identifikasi biometrik jarak jauh, di mana AI dapat berkontribusi pada perkembangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menghadirkan risiko yang sangat tinggi dari gangguan yang dalam dan non-demokratis ke kehidupan pribadi individu," katanya dalam sebuah pernyataan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Fokus Pada Pembatasan Penggunaan

EDPS akan berfokus pada penetapan batas yang tepat untuk alat dan sistem tersebut, yang mana dinilai dapat menimbulkan risiko bagi hak-hak dasar atas perlindungan data dan privasi.

Sebelumnya, Proposal Komisi telah menuai kritik dari kelompok hak-hak sipil, yang menyatakan keprihatinan atas celah yang memungkinkan pemerintah otoriter untuk menyalahgunakan AI untuk menekan hak-hak rakyat.

3 dari 3 halaman

Amnesty International Serukan Larangan Kamera Pengenalan Wajah di New York

Di sisi lain, Amnesty International telah mengeluarkan kampanye baru bertajuk Ban The Scan bersamaan dengan tuntunan agar kota New York menghentikan penggunaan teknologi pengenalan wajah oleh polisi dan pemerintah.

Organisasi nirlaba ini menilai pengenalan wajah tidak sesuai dengan hak privasi dasar dan akan memperburuk rasisme struktural dalam taktik kepolisian.

"Warga New York harus bisa keluar dari kehidupan sehari-hari mereka tanpa terlacak oleh pengenalan wajah," kata seorang peneliti AI dan hak asasi manusia di Amnesty International, Matt Mahmoudi, seperti dikutip dari The Verge, Selasa (26/1/2021).

Dia menyebut kota-kota lain di Amerika Serikat telah melarang teknologi ini dan New York semestinya mengikuti langkah ini.

Amnesty International tergabung di kampanye New York bersama berbagai kelompok, termasuk Urban Justice Center, New York Civil Liberties Union dan kantor Advokat Publik kota.

Departemen Kepolisian New York telah menentang kritik pengenalan wajah sebelumnya, terutama ketika menggunakan teknologi ini untuk menemukan dan menangkap aktivis Black Lives Matter pada bulan Agustus 2020 lalu.

Mereka mengklaim hanya menggunakan pengenalan wajah untuk menghasilkan petunjuk dan tidak melakukan penangkapan berdasarkan informasi tersebut. Namun, banyak kelompok kebebasan sipil merasa perlindungan yang ada terkait isu ini tidak memadai.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini