Sukses

5 Fakta Menarik Pencabulan Belasan Santriwati oleh Bapak-Anak Pengasuh Pondok Pesantren di Trenggalek

Terkuaknya kasus pencabulan para santriwati oleh pengasuh pondok pesantren berawal dari curhatan sejumlah orangtua korban saat petugas dinas sosial setempat melakukan sosialisasi.

Liputan6.com, Surabaya - Dua oknum pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Trenggalek, JawaTimur yang diduga telah mencabuli belasan santrinya kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya diketahui merupakan anak dan bapak yaitu M (37) dan M (72).

Penetapan tersangka tersebut sebelumnya diungkap Kapolres Trenggalek Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Gathut Bowo Supriyono, pada Jumat, 15 Maret lalu.

"Iya, statusnya sudah tersangka," kata Gathut.

Terkuaknya kasus pencabulan para santriwati itu berawal dari curhatan sejumlah orangtua korban saat petugas dinas sosial setempat melakukan sosialisasi.

Buntut dari curhatan itulah hingga berbuah laporan polisi dan akhirnya mengakhiri petualangan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan keduanya.

"Keduanya sudah ditahan pada Kamis (14/3) malam," jelas Kapolres.

Dari kasus pencabulan tersebut, awalnya polisi hanya menerima laporan dari empat santri. Saat dilakukan pemeriksaan, kedua pengasuh pondok pesantren tersebut mengakui semua perbuatan bejadnya.

Diduga ada 12 santriwati yang menjadi korban pencabulan duo anak-bapak itu. Dari jumlah tersebut, empat orang telah melapor ke polisi.

Berikut sederet fakta pencabulan belasan santri di Trenggalek dan menyingkap kondisi terkini para korban setelah kedua pelaku menjadi tersangka dihimpun dari Liputan6.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Bermula dari Laporan Sejumlah Korban atas Dugaan Pencabulan

Kasus ini mencuat setelah jajaran Polres Trenggalek menerima aduan dari empat santri yang diduga menjadi korban pencabulan M (72) dan anaknya berinisial F (37).

Dimana M selaku pemilik pondok pesantren dan F yang menjadi pengasuh di pondok itu.

Saat diminta keterangan, bapak-anak itu mengakui perbuatannya. Para korban masih di bawah umur.

"Kami masih menunggu korban-korban yang lain, karena ada sekitar 12 yang teridentifikasi sebagai korban. Namun baru empat yang kami terima laporannya. Seluruh korban masih di bawah umur," imbuh Kapolres.

"Modusnya pengasuh pondok pesantren itu meminta kepada santrinya untuk bersih-bersih sebuah ruangan," jelas Gathut.

 

3 dari 6 halaman

2. Aksi Pencabulan Dilakukan Selama 3 Tahun

Polisi memperkirakan aksi bejat duo cabul yang masih bapak-anak itu dilakukan kurun waktu tiga tahun atau kisaran 2021 hingga 2024.

Dugaan ini mengacu fakta bahwa dari beberapa santri yang diduga jadi korban itu ada yang masih menempuh pendidikan di pondok itu maupun beberapa di antaranya ditengarai sudah lulus.

Merujuk peristiwa itu, tidak menutup kemungkinan jumlah korban bertambah. "Ada kemungkinan jumlah korban akan bertambah," ujar Kapolres. 

 

4 dari 6 halaman

3. Korban Alami Trauma

Keempat korban saat ini ditempatkan di shelter khusus dan mendapat terapi trauma healing dari tim piskolog yang disediakan dinsos.

Para korban yang semuanya masih anak-anak tersebut diberi pembimbingan psikologis, selain juga diberi permainan tertentu untuk memulihkan fokus dan perhatian para korban dari bayang-bayang trauma masa lalu.

Proses pendampingan dilakukan secara komprehensif, mulai dari kesehatan fisik hingga pemulihan psikologi korban.

 

5 dari 6 halaman

4. Korban Pencabulan Mendapat Pendampingan Hukum

Plt. Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Trenggalek, Saeroni juga menjelaskan, dalam kasus ini pihaknya juga telah menunjuk seorang penasihat hukum untuk melakukan pendampingan hukum terhadap para korban mulai dari pemeriksaan awal hingga ke persidangan.

"Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban kekerasan adalah penanganan yang cepat, termasuk rehabilitasi secara fisik, psikis dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan lainnya," katanya dilansir Antara, Senin 18 Maret 2024. 

 

6 dari 6 halaman

5. Korban Minta Pindah Sekolah

Saroni menambahkan bahwa korban pelecehan dari pimpinan dan pengasuh ponpes tersebut ada yang minta pindah sekolah.

"Sempat ada yang trauma tetapi sekarang kondisinya sudah baik. Sedangkan untuk proses pembelajaran, saat ini keempat korban tersebut ada yang meminta pindah sekolah ada juga yang masih belajar secara daring," ujarnya.

Permintaan itu dilakukan lantaran para korban mengalami trauma.

Kondisi itulah yang ditengarai menjadi latar belakang para korban takut kembali belajar di ponpes tersebut.

"Pada tahap awal proses pendampingan adalah memastikan para korban tetap mendapatkan hak untuk mengakses pendidikan sehingga mereka tidak merasa terintimidasi di sekolah atau situasi yang membuat mereka trauma mereka lebih dalam," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.