Sukses

Kisah Nenek Ningsih di Bogor Jadi Tersangka karena Rusak Pipa PDAM, Ditahan Bareng Anak dan Cucu

Seorang nenek 77 tahun asal Bogor, Jawa Barat, tengah menjadi sorotan. Dia bersama anggota keluarganya, yaitu anak dan cucunya, menjadi tersangka dan ditahan Polresta Bogor atas kasus perusakan pipa jaringan PDAM Tirta Pakuan.

Liputan6.com, Bogor - Seorang nenek 77 tahun asal Bogor, Jawa Barat, Ratna Ningsih, tengah menjadi sorotan. Dia bersama anggota keluarganya, yaitu anak dan cucunya, menjadi tersangka dan ditahan Polresta Bogor atas kasus perusakan pipa jaringan PDAM Tirta Pakuan.

Lima orang terdiri dari nenek, anak dan cucu,warga Kampung Muara, Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Mereka adalah Ratna Ningsih (77), Teddy Ruhyadi (50), Muhammad Albi Triadi, Fajar Fadila Hanafi, dan Noval Ramdani.

Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso  mengatakan penahanan, nenek Ningsih dan anggota keluarganya bermula dari somasi dilayangkan keluarganya kepada Perumda Tirta Puakuan atas klaim pipa air perusahaan tersebut berada di atas tanahnya.

Kemudian, keluarga Ratna melaporkan Perumda Tirta Pakuan atas kasus penyerobotan tanah atas keberadaan pipa tersebut dan meminta kompensasi Rp20 miliar.

Namun kini, Polresta justru menahan Ratna dan empat orang keluarganya akibat merusak pipa air tersebut yang menyebabkan kerugian Perumda Tirta Pakuan dan dampak pada 5.000 saluran air bersih warga di sekitar itu yang mengecil akibat kebocoran air.

"Pada hari ini Polresta Bogor Kota mengadakan jumpa pers terhadap dua kasus, pertama penyerobotan tanah sebagaimana pasal 385 KUHP dan yang kedua pengrusakan sebagaimana yang dimaksud pasal 170 KUHP ayat 1," kata Kombes Bismo.

Ia menerangkan, nenek berusia 77 tahun bersama anak dan tiga cucunya itu ditangkap lantaran berulang kali merusak pipa PDAM di tanah yang dia klaim warisan dari orang tuanya itu menggunakan gurinda. Selain itu, keluarga Ratna juga menghalang-halangi perbaikan pipa oleh Perumda Tirta Pakuan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Upaya Mediasi Berulangkali

Polisi, kata Kombes Bismo, berupaya mengadakan mediasi berulang kali tetapi pihak keluarga Ratna tidak mengindahkan.

"Kami sudah berusaha berulang kali, mengumpulkan warga, ada sempat anggota keluarga datang, tetapi langsung pergi lagi dan pengrusakan pipa terus terjadi. Maka akhirnya kami terbitkan surat penangkapan," jelas Kombes Bismo.

Kombes Bismo menjelaskan, bahwa dari hasil penyelidikan terhadap kasus penyerobotan tanah yang dilaporkan Ratna pun didapati bahwa surat alas hak tanah yang dimilikinya adalah leter C.

Dari hasil keterangan para pihak, lanjut Kombes Bismo, kelurahan tidak bisa menjelaskan batas-batas wilayah tanah Leter C tersebut. Kemudian dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung dan Cisadane menjelaskan bahwa objek tanah yang dilintasi oleh merupakan badan sungai Cisadane, berdasarkan UU nomor 17 tentang sumber daya alam dan peraturan menteri PUPR nomor 28 tahun 2015.

 

3 dari 3 halaman

Tanyakan ke BPN

Bismo juga menyampaikan, tidak sampai di situ, polisi pun menanyakan ke pihak BPN tentang obyek tanah tersebut dan BPN menyatakan yang di bawah, dilintasi pipa PDAM tersebut tidak terdaftar ada sertifikat dan surat leter C desa adalah bukti pemanfaatan tanah untuk dikenakan biaya pajak negara dan bukan bukti kepemilikan tanah.

Yang mana bukti kepemilikan tanah adalah sertifikat berdasarkan pasal 96 ayat 1 dan PP nomor 18 tentang tahun 2021 tentang hak pengelolaan tanah. Serta berdasarkan pasal 16 UU nomor 5 tahun 1960 tentang dasar pokok-pokok agraria.

"Sehingga Ratna dan keluarganya ditangkap atas kasus pengrusakan dengan pasal 170 ayat 1 dengan ancaman 5 tahun penjara. Tapi, karena Ratna sudah berusia 77 tahun, maka penahanannya ditangguhkan," ujar Bismo.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.