Sukses

Penyintas Anxiety di Banyuwangi Sukses Bisnis Umpan Bermodal Uang Prakerja, Pemesannya hingga Mancanegara

Liputan6.com, Banyuwangi - Desing mesin pahat menghiasi keseharian Arif Rozi di Kelurahan Penataban, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Dia adalah satu dari sekian, perajin jig atau umpan pancing yang ada di Banyuwangi.

Tangannya begitu piawai mengolah limbah kayu menjadi umpan pancing bernilai jual tinggi. Kisahnya dimulai dari sekadar iseng, memposting karyanya di Instagram. Tak disangka produknya diminati pasar Internasional. 

Pria berusia 27 tahun ini bercerita kisahnya bermula pada tahun 2021 lalu. Kala itu situasi pandemi Covid-19 masih mengganas. Dia kehilangan pekerjaan. Bahkan situasinya kian memburuk. Mentalnya menjadi down.

Kesehariannya menjadi kacau, dia dirundung kecemasan. Dihantui ketakutan yang tidak jelas, hingga membuat fisiknya melemah. Lambungnya mendadak bermasalah.

"Setelah saya konsultasikan, ternyata saya didiagnosa mengalami Anxiety Disorder," kata Arif kepada Liputan6.

Mulai didiagnosa mengalami penyakit itu, dia mulai rutin mengikuti kelas terapi penyembuhan. Termasuk juga rutin mengkonsumsi obat.

Dari situlah, titik balik bagi kehidupan Arif. Dia hobi mancing, oleh karenanya dia mulai menjalani aktivitas itu. Waktu itu dia iseng membuat umpan pancing memanfaatkan limbah kayu yang ada di sekitar rumahnya.

Dia buat secara manual atau handmade. Umpan itu dia buat sebagus mungkin. Niatnya umpan itu dia pakai sendiri.

Ia lantas iseng memposting karyanya itu di akun media sosial Instagram. Tak disangka, banyak yang terkesan. Bahkan seketika itu langsung ada yang memesan. Permintaan didapat dari orang Hawai.

"Pesanan pertama waktu itu 10 unit dari Hawai," ujarnya.

Karena merasa karyanya diakui dan mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah, dia pun memutuskan sepenuhnya terjun ke bisnis ini. 

Modal ia dapatkan dari bantuan prakerja. Seingatnya dari program itu ia mendapatkan uang Rp600 ribu per bulannya. Suntikan dana berlangsung selama 4 bulan. 

Uang tersebut kemudian ia putar untuk membeli bahan dan alat. Seperti kayu, alat pahat, kompresor bekas, cat dan beberapa material pendukung lainnya. Dia memanfaatkan rumah kakaknya yang kosong untuk dijadikan bengkel produksi. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pesanan dari Qatar, Meksiko hingga Amerika Serikat

Setelah orderan dari Hawai, pesanan pun tak henti-hentinya datang. Permintaan banyak ia terima dari Qatar, Dubai, California, Hawai, Meksiko dan beberapa negara bagian Amerika lainnya.

Beberapa wilayah di Indonesia seperti Papua, Berau, Aceh, Bengkulu juga masih cukup rutin memesan darinya.

Ada beberapa jenis yang sering ia buat di antaranya popper dan stick bite. Harga umpan itu tergantung ukuran dan beratnya. Untuk klasifikasi lokal mulai terkecil bobot 7 gram harganya Rp 35 ribu. Kemudian bobot 150 gram harganya Rp 190 ribu.

Untuk klasifikasi pasar mancanegara, mulai kelas ringan berbobot 40 gram harganya 8,5 dolar Amerika. Sementara bobot terberat 150 gram dipatok dengan harga 18,5 dolar Amerika.

Prinsip bisnis yang ia jalankan adalah pre order. Klien dapat menentukan jenis dan model umpan sesuai yang diinginkan. Semakin berat dan semakin rumit pengerjaannya, jelas berpengaruh pada harga jualnya.

"Sejauh ini rata-rata per bulan masih mampu menerima pesanan 30 sampai 50 unit. Karena semua masih saya kerjakan sendiri," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Tolak Pesanan Senilai Rp600 Juta

Arif mengaku pernah menolak orderan senilai Rp600 juta dari Qatar. Kala itu klien memesan 3 ribu unit dengan tenggat waktu hanya satu bulan.

Arif yang masih mengerjakannya secara manual dan sendiri merasa tidak sanggup. Karena pengerjaan dari bahan mentah hingga jadi produk perlu waktu seminggu. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Arif memutuskan menolak orderan itu.

Dia memang sengaja tidak merekrut karyawan. Menurutnya membuat umpan pancing sama halnya meracik masakan. Perlu ketelatenan, pengalaman dan rasa.

Sebab setiap perajin memiliki ciri khas masing-masing. Cirinya terdapat pada gaya hidrodinamis umpan ketika berada di air.

"Di Banyuwangi ada beberapa perajin serupa. Setiap perajin memiliki ciri khas masing-masing. Membuatnya perlu ketelitian karena penting untuk mempertahankan kualitas produk," kata dia.

Arif meski mempertahankan idealismenya dalam menjaga kualitas, tak membuatnya khawatir. Sebab setiap perajin memiliki pasar masing-masing.

Solusinya, saat ini dia tengah memperbanyak alat untuk mempermudah kinerjanya. Alat-alat itu dibuat dengan sistem semi otomatis.

"Selain untuk hidup, penghasilan masih saya putar untuk merancang alat-alat kerja supaya nanti prosesnya bisa lebih cepat," tegasnya.

Untuk penjualan dia masih mengandalkan media sosial Instagram. Dia menjajakan produknya di akun @Savage_lures. Dia belum berani memasang produknya di market place.

"Karena masih skala kecil, jadi hanya melalui instagram. Belum berani di toko online," bebernya.

Terkait kondisi mentalnya, Arif mengaku belum sembuh total. Saat ini dia masih proses berjuang mengendalikan gangguan Anxiety.

Ketakutan yang membabi buta masih sering mengganggu dikala ia sendiri. Dia juga cemas ketika berada dikeramaian. Tidak berani berkendara jauh.

Situasi itu masih belum bisa ia lawan. Saat mencoba melawan, jantungnya kerap berdenyut kencang, nafasnya tersengal, mudah lelah, lambungnya terasa terbakar. 

"Semua itu berasal dari pikiran, saat ini saya masih melakukan upaya penyembuhan," tandasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.