Sukses

Bursa Saham China Rontok Terseret Sektor Properti hingga Pengangguran yang Tinggi

Indeks Shanghai dan Shenzhen di bursa saham China masing-masing melemah lebih dari 8 persen dan 15 persen sejak awal 2024.

Liputan6.com, Hong Kong - Bursa saham China cenderung lesu pada pekan ini. Hal itu terjadi di tengah upaya yang dilakukan pemerintah China untuk meningkatkan kepercayaan terhadap perekonomian dan membendung pasar saham yang lesu.

Bursa saham China yang lesu telah menyusutkan kapitalisasi pasar USD 6 triliun dalam tiga tiga tahun, seiring investor keluar dari pasar saham.

Dikutip dari CNN, indeks Shanghai melemah 6,2 persen, dan alami koreksi mingguan terbesar sejak Oktober 2018. Sedangkan indeks Shenzhen terpangkas 8,1 persen, penurunan terbesar dalam tiga tahun. Indeks tersebut masing-masing telah merosot lebih dari 8 persen dan 15 persen sejak awal tahun.

Indeks saham blue chip CSI 300 China yang terdiri dari 300 saham utama yang terdaftar di Shanghai dan Shenzhen mersoto 4,6 persen, dan catat kinerja mingguan terburuk sejak Oktober 2022. Indeks saham tersebut melemah 7 persen pada 2024.

Sejumlah tantangan dihadapi China antara lain penurunan sektor properti, tingginya angka pengangguran di kalangan generasi muda, deflasi dan turunnya angka kelahiran dengan cepat.

Bahkan Dana Moneter Internasional atau the International Monetary Fund (IMF) prediksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China akan melambat menjadi 4,6 persen pada tahun ini, dari 5,2 persen pada 2023, salah satu kinerja terlemah dalam beberapa dekade, dan terus menurun menjadi 3,5 persen pada 2028.

Pada awal pekan ini, sentimen yang bayangi pasar saham China dimulai dengan pengadilan Hong Kong yang memerintahkan likuidasi Evergrande, pengembang yang menjadi salah satu penyebab krisis real estate.

Namun, keputusan Pengadilan Hong Kong itu menimbulkan pertanyaan mengenai masa depan bisnis yang berkembang pesat dan pengembang yang bangkrut lainnya

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gagal Meyakinkan

Pekan lalu, Bank Sentral China dan Pemerintah China umumkan akan perluas akses terhadap pinjaman bank komersial untuk pengembang properti.

"Kebijakan-kebijakan ini menunjukkan pengembang yang lebih sehat dapat mengharapkan peningkatan pendanaan tahun ini, sementara mereka yang kesulitan melunasi utangnya kemungkinan besar akan memilih Evergrande,” ujar Ekonom Enodo Economics, Daiana Choyleva.

Langkah ini adalah yang terbaru dari serangkaian inisiatif untuk mencoba meningkatkan kepercayaan yang mencakup janji lebih membuka industri keuangan China senilai USD 64 triliun kepada investor asing dan memperhitungkan pergerakan harga saham ketika evaluasi kinerja pimpinan perusahaan milik negara.

Langkah-langkah baru ini sempat mengembalikan ketenangan di kalangan investor pekan lalu, tetapi mereka jelas masih khawatir terhadap arah ekonomi China.

3 dari 4 halaman

IMF Prediksi Permintaan Perumahan Baru di China Bakal Turun 50%

Sebelumnya diberitakan, laporan terbaru Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menyebutkan, permintaan perumahan baru di China akan turun sekitar 50 persen untuk dekade berikutnya.

Hal itu dinilai akan membuat sulit China untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Laporan tersebut selesai pada akhir Desember, dirilis Jumat, 2 Februari 2024, demikian dikutip dari CNBC.

IMF prediksi permintaan mendasar untuk perumahan baru di China akan turun 35 persen-55 persen seiring penurunan jumlah rumah tangga baru di perkoraan dan banyaknya inventaris properti yang belum selesai atau kosong.

"Melambatnya permintaan perumahan baru akan mempersulit penyerapan kelebihan persediaan, memperpanjang penyesuaian dalam jangka menengah dan bebani pertumbuhan,” demikian disebutkan dalam laporan itu.

Sektor real estate dan industri terkait menyumbang sekitar seperempat produk domestik bruto (PDB) China. Pasar properti terbaru yang menurun terjadi setelah tindakan keras China pada 2020 terhadap tingginya ketergantungan pengembang pada utang untuk bertumbuh.

Perwakilan China untuk IMF, Zhengxin Zhang menuturkan, prediksi penurunan rumah baru sebesar 50 persen melebih-lebihkan kemungkinan penurunan pasar.

Zhang menuturkan, permintaan perumahan di China akan tetap besar dan dukungan kebijakan akan mulai diberikan bertahap.

"Oleh karena itu, penurunan permintaan perumahan secara signifikan sangat kecil kemungkinannya terjadi,” tutur dia.

Laporan IMF membandingkan permintaan perumahan dan permulaan perumahan baru dari periode 2012-2021 dengan prediksi untuk 2024-2033.

Sektor real estate China tumbuh pesat selama beberapa dekade terakhir, mendorong pihak berwenang untuk memperingatkan agar tidak bertaruh pada lonjakan harga dan menekankan rumah adalah tempat tinggal bukan untuk spekulasi.

 

4 dari 4 halaman

Sektor Properti China Hadapi Masalah

IMF menunjukkan pada 2010-an, porsi investasi perumahan terhadap PDB di China mendekati atau di atas tingkat puncak booming properti di negara-negara lain pada masa lalu.

"Koreksi besar di pasar properti, menyusul upaya pemerintah untuk menahan leverage pada 2020-2021, merupakan hal yang wajar dan perlu dilanjutkan,” demikian disebutkan dalam laporan IMF.

Sektor properti di China juga hadapi masalah. Tiga tahun terakhir terlihat pengembang yang memiliki utang jumbo yakni Evergrande hingga Country Garden gagal bayar utang dalam dolar Amerika Serikat yang dipegang oleh investor luar negeri. Pekan ini, pengadilan Hong Kong memerintahkan Evergrande untuk dilikuidasi.

Sejak akhir 2022, otoritas China telah mengambil langkah-langkah untuk meringankan pembatasan pembiayaan bagi pengembang dan pembeli rumah baru. Namun, upaya pemerintah pusat dan daerah mendukung sektor real estate belum signifikan menghentikan penurunan yang lebih luas di sektor ini.

"Penting bagi pemerintah pusat untuk memberikan peningkatan pembiayaan untuk menyelesaikan perumahan pra-penjualan yang belum selesai,” ujar Mission Chief for China, Asia, and Pacific Department IMF, Jain-Chandra.

Ia menambahkan, hal itu merupakan faktor lain yang hambat kepercayaan pasar. Kepercayaan konsumen menurun di tengah ketidakpastian pendapatan ke depan. Bursa saham China juga merosot sepanjang 2024.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini