Sukses

Wall Street Perkasa, Saham Boeing Bebani Indeks Dow Jones

Saham teknologi yang pulih seiring imbal hasil obligasi AS menurun telah memberikan angin segar di wall street. Indeks Nasdaq melambung 2,2 persen. Namun, saham Boeing menekan indeks Dow Jones.

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melonjak pada perdagangan Senin, 8 Januari 2024. Rata-rata indeks saham acuan menguat pada awal pekan ini didorong saham-saham teknologi di tengah wall street yang mencoba pulih dari pekan yang sulit.

Dikutip dari CNBC, Selasa (9/1/2024), pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 melonjak 1,41 persen ke posisi 4.763,54. Indeks Nasdaq bertambah 2,2 persen ke posisi 14.843,77. Indeks saham Nasdaq mencatat kinerja terbaik sejak 14 November. Sementara itu, indeks Dow Jones melambung 216,90 poin atau 0,58 persen ke posisi 37.683,01.

Investor melakukan aksi beli saham di sektor teknologi yang merosot 4 persen pada pekan lalu. Hal ini seiring imbal hasil obligasi turun pada awal pekan ini. Saham Nvidia melonjak mencapai titik tertinggi sepanjang masa di wall street. Saham Amazon melambung hampir 2,7 persen sehingga mengangkat indeks Nasdaq.

Saham Apple naik 2,3 persen setelah Evercore ISI merekomendasikan membeli saham saat penurunan pekan lalu. ETF the VanEck Semiconductor melonjak 3,5 persen, dan mencatat kinerja terbaik sejak November. Di sisi lain, imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun susut tiga basis poin menjadi 4,012 persen.

Boeing menghambat kenaikan indeks Dow Jones. Saham Boeing turun 8 persen menyusul penghentian sementara puluhan pesawat Boeing 737 Max 9 untuk inspeksi setelah bagian dari badan pesawat Alaska Airlines meledak.

“Saya pikir ini masih tahun baru, pasar bullish yang sama dengan risiko yang sama,” ujar Chief Technical Strategist LPL Financial, Adam Turnquist.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kinerja Saham Pekan Lalu

Ia menambahkan koreksi pekan lalu ditambah dengan pergerakan imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun telah memberikan investor kepercayaan diri untuk kembali ke saham teknologi.

“Cerita sederhananya adalah saham-saham mengalami overbought dan imbal hasil oversold, dan sekarang kita mempunyai alasan untuk sedikit melambung dalam dua arah, tidak ada yang terlalu mengkhawatirkan pada saat ini,” ujar Turnquist.

Adapun wall street mengalami penurunan minggu pertamanya dalam 10 minggu karena saham teknologi berkapitalisasi besar seperti Apple mencatat kinerja buruk. Ditambah imbal hasil obligasi AS yang melonjak. Indeks Dow Jones turun 0,59 persen, indeks S&P 500 susut 1,52 persen. Indeks Nasdaq membukukan kinerja mingguan terburuk sejak September 2023 dengan turun 3,25 persen.

Pekan ini, pelaku pasar mungkin mendapatkan kejelasan yang lebih besar mengenai jalur penurunan suku bunga dari the Federal Reserve (the Fed). Indeks harga konsumen pada Desember akan dirilis pada Kamis pekan ini, diikuti indeks harga produsen.

Rilis data ekonomi itu harus menunjukkan apakah upaya bank sentral menurunkan inflasi ke target 2 persen berhasil. Charles Bobrinskoy dari Ariel Investments percaya investor terlalu optimistis untuk saat ini.

"Anda harus membayar mahal untuk konsensus yang baik. Kita beralih dari pesimisme, kepastian kita akan mengalami resesi, menjadi optimisme, dan ada terlalu banyak konsensus tidak aka nada resesi, suku bunga akan turun. Pasar saham akan berjalan dengan baik,” ujar dia kepada CNBC.

 

3 dari 4 halaman

Dibayangi Pasar Saham China

 

Investor meskipun umumnya setuju dengan konsensus positif, ia menuturkan peringatan terlalu banyak optimisme membuatnya gugup. “Sering kali terjadi kesalahan karena alasan yang tidak kita duga,” ujar dia.

Bobrinskoy menuturkan, saat ini paling mengkhawatirkan pasar saham China dengan alasan kemungkinan hambatan seperti runtuhnya properti dan kemungkinan blockade Taiwan.

Di sisi lain, sektor saham energi membatasi kenaikan indeks S&P 500. 10 dari 11 sektor saham mencatat penguatan. Sektor saham energi menjadi satu-satunya sektor yang merosot dengan turun lebih dari 1,5 persen.

Saham Baker Hughes dan Schlumberger turun lebih dari 3 persen. Saham EOG Resources dan Halliburton mencatat koreksi lebih dari 2,5 persen. Saham Marathon Petroleum mampu melawan tren, dengan naik hampir 2 persen. Saham Kinder Morgan naik 0,2 persen.

4 dari 4 halaman

Penutupan Wall Street pada 5 Januari 2024

Sebelumnya diberitakan, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan saham Jumat, 5 Januari 2024. Indeks S&P 500 menguat terbatas jelang akhir pekan, tetapi rata-rata tiga indeks acuan menghentikan kenaikan beruntun selama sembilan minggu berturut-turut.

Pergerakan wall street tersebut seiring laporan pekerjaan yang lebih kuat dari perkiraan. Pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 naik 0,18 persen ke posisi 4.697,24. Indeks Nasdaq bertambah 0,09 persen menjadi 14.524,07. Indeks Dow Jones menguat 25,77 poin atau 0,07 persen ke posisi 37.466,11. Demikian dikutip dari CNBC, Sabtu (6/1/2024).

Rata-rata tiga indeks acuan mencatat kinerja mingguan negatif pertama dalam 10 minggu. Indeks Nasdaq alami penurunan terbesar 3,25 persen, kinerja mingguan terburuk sejak September. Indeks S&P 500 dan indeks Dow Jones masing-masing turun 1,52 persen dan 0,59 persen.

Saham bergejolak pada perdagangan saham Jumat pekan ini seiring pelaku pasar menilai data ekonomi yang masuk untuk menentukan apakah dan kapan the Federal Reserve (the Fed) akan mulai memangkas suku bunga.

Di sisi lain, perekonomian AS menambahkan lebih banyak pekerjaan dibandingkan perkiraan pada Desember dengan jumlah upah nonpertanian atau nonfarm payrolls meningkat 216.000. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan kenaikan sebesar 170.000 pada bulan lalu.

Tingkat pengangguran tetap stabil 3,7 persen yang merupakan tanda lain dari berlanjutnya penguatan sektor tenaga kerja. Laporan tersebut membuat imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun melonjak menyentuh level tertinggi 4,103 persen.

Dengan pasar tenaga kerja yang kuat dapat berarti the Federal Reserve (the Fed) mungkin berpotensi menunda penurunan suku bunganya yang pertama, yang telah dinanti-natikan oleh pelaku pasar.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini