Sukses

Wall Street Menguat Terbatas, Data Tenaga Kerja AS Lebih Kuat dari Prediksi

Wall street menguat di tengah laporan tenaga kerja Amerika Serikat (AS) lebih kuat dari perkiraan. Tiga indeks acuan kompak naik terbatas.

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan saham Jumat, 5 Januari 2024. Indeks S&P 500 menguat terbatas jelang akhir pekan, tetapi rata-rata tiga indeks acuan menghentikan kenaikan beruntun selama sembilan minggu berturut-turut.

Pergerakan wall street tersebut seiring laporan pekerjaan yang lebih kuat dari perkiraan. Pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 naik 0,18 persen ke posisi 4.697,24. Indeks Nasdaq bertambah 0,09 persen menjadi 14.524,07. Indeks Dow Jones menguat 25,77 poin atau 0,07 persen ke posisi 37.466,11. Demikian dikutip dari CNBC, Sabtu (6/1/2024).

Rata-rata tiga indeks acuan mencatat kinerja mingguan negatif pertama dalam 10 minggu. Indeks Nasdaq alami penurunan terbesar 3,25 persen, kinerja mingguan terburuk sejak September. Indeks S&P 500 dan indeks Dow Jones masing-masing turun 1,52 persen dan 0,59 persen.

Saham bergejolak pada perdagangan saham Jumat pekan ini seiring pelaku pasar menilai data ekonomi yang masuk untuk menentukan apakah dan kapan the Federal Reserve (the Fed) akan mulai memangkas suku bunga.

Di sisi lain, perekonomian AS menambahkan lebih banyak pekerjaan dibandingkan perkiraan pada Desember dengan jumlah upah nonpertanian atau nonfarm payrolls meningkat 216.000. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan kenaikan sebesar 170.000 pada bulan lalu.

Tingkat pengangguran tetap stabil 3,7 persen yang merupakan tanda lain dari berlanjutnya penguatan sektor tenaga kerja. Laporan tersebut membuat imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun melonjak menyentuh level tertinggi 4,103 persen.

Dengan pasar tenaga kerja yang kuat dapat berarti the Federal Reserve (the Fed) mungkin berpotensi menunda penurunan suku bunganya yang pertama, yang telah dinanti-natikan oleh pelaku pasar.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Data Tenaga Kerja AS Meredam Harapan Penurunan Suku Bunga

Sebelum data yang kuat yang dirilis pada Jumat pekan ini, pelaku pasar berharap the Fed akan mulai memangkas suku bunga pada awal Maret dan menurunkannya sebanyak enam kali pada 2024. Harapan tersebut perlu diubah.

Indeks jasa ISM meski pada Desember menunjukkan aktivitas bisnis secara keseluruhan masih berkembang dalam perekonomian, angka sebesar 50,6 persen di bawah konsensus Dow Jones sebesar 52,5 persen dan tingkat pada November sebesar 52,7 persen. Angka di atas 50 persen menandai ambang batas pertumbuhan ekonomi.

“Pasar kerja terlihat bagus, mungkin terlalu bagus, dan mungkin inflasi akan menjadi sedikit lebih panas sekarang berdasarkan pertumbuhan upah yang kiat lihat,” ujar Direktur FBB Capital Partners, Mike Bailey.

Ia menambahkan, data ekonomi dari pasar tenaga kerja mungkin meredam harapan akan serangkaian penurunan suku bunga yang cepat. Bailey menuturkan, saat ini investor menginginkan tiga hal yakni inflasi turun, pasar kerja yang stabil dan penurunan suku bunga.

“Namun, menurut saya jumlah lapangan kerja saat ini menunjukkan kepada saya ada beberapa hal yang memberi dan menerima, dan investor mungkin hanya mendapatkan satu dari tiga hal yang ada dalam daftar keinginannya,” kata dia.

3 dari 4 halaman

Saham Teknologi Melemah

Bursa saham melonjak hingga akhir 2023 karena pelaku pasar mengantisipasi the Fed akan beralih ke kebijakan moneter yang lebih longgar. Kenaikan mingguan beruntun S&P 500 hingga akhir tahun ini merupakan yang terpanjang dalam hampir dua dekade dan membawa kenaikan indeks acuan untuk tahun ini menjadi 24 persen.

Salah satu faktor lain yang membebani pasar pada tahun baru adalah melemahnya saham teknologi kapitalisasi besar seperti Apple yang telah diturunkan peringkatnya oleh dua riset pekan ini. Saham Apple anjlok 5,9 persen pada pekan ini.

Sementara itu, suku bunga telah lama dikaitkan dengan kinerja pasar saham dan banyak investor menghubungkan aksi jual saham baru-baru ini dengan pembalikan pasar surat berharga.

Hal yang menjadi pertanyaan selanjutnya bagaimana suku bunga dapat berdampak lebih jauh untuk saham pada 2024. Namun, analis UBS Jonathan Golub percaya suku bunga bukan satu-satunya faktor yang harus dipertimbangkan investor.

“Pasar tampaknya jauh lebih sensitif terhadap perubahan metrik risiko seperti selisih imbal hasil yang tinggi dibandingkan suku bunga. Hubungan ini berlaku untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq, tetapi lebih jelas pada Nasdaq,” kata dia.

4 dari 4 halaman

Penutupan Wall Street pada 4 Januari 2024

Sebelumnya diberitakan, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street beragam pada perdagangan saham Kamis, 4 Januari 2024. Indeks Nasdaq susut pada lima sesi berturut-turut, penurunan beruntun terpanjang sejak Oktober 2022.

Dikutip dari CNBC, Jumat (5/1/2024), pada penutupan perdagangan wall street, indeks Nasdaq merosot 0,56 persen ke posisi 14.510,30. Sejak penutupan 27 Desember 2023, indeks Nasdaq sudah melemah hampir 4 persen.

Indeks S&P 500 terpangkas 0,34 persen, menandai penurunan hari keempat. Indeks berakhir di posisi 4.688,68. Indeks Dow Jones bertambah 10,15 poin atau 0,03 persen ke posisi 37.440,34.

Saham-saham teknologi kapitalisasi besar seperti Apple mencatat kinerja buruk pada awal 2024. Hal ini seiring valuasi saham yang berlebihan dan ketidakpastian kapan the Federal Reserve (the Fed) akan mulai menurunkan suku bunga membuat investor khawatir pasar menjadi terlalu optimistis.

Saham Apple turun lebih dari 5 persen pada pekan ini. Saham raksasa teknologi susut lebih dari 1 persen pada perdagangan saham Kamis pekan ini menyusul penurunan peringkat oleh Piper Sandler, dua hari setelah Barclays juga menurunkan peringkatnya.

Sementara itu, kinerja baru-baru ini di wall street sangat kontras dengan bagaimana pasar mengakhiri 2023. Indeks S&P 500 melonjak lebih dari 24 persen, dan mencatat kinerja mingguan terbaik sejak 2004.

Namun, Chief Investment Strategist Citi Global Wealth Steven Wieting tidak percaya koreksi baru-baru ini akan berdampak jangka panjang pada pasar.

“Jika semua ini bertahan lama, saya tidak akan menganggap beberapa hari terakhir ini sebagai hal yang sangat penting,” ujar dia kepada CNBC.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini