Sukses

Profil Orang Kaya Tertua di Indonesia Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, Intip Gurita Bisnisnya

Berdasarkan posisi real time Forbes per 20 Februari 2023, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono mencatat posisi ke-21 orang terkaya Indonesia. Lalu apa saja yang menjadi sumber kekayaan dari orang kaya tertua di Indonesia ini?

Liputan6.com, Jakarta - Lim Hariyanto Wijaya Sarwono menjadi orang kaya tertua di Indonesia. Lantaran, kini ia memasuki usia 94 tahun. 

Lim Hariyanto masuk ke dalam daftar 50 orang terkaya 2022 di Indonesia versi Forbes. Ia menduduki posisi ke-36 pada tahun lalu dan posisi real time Forbes ke-21 per 20 Februari 2023.

Melansir Forbes, Senin (20/2/2023), total kekayaan yang dimiliki Lim Hariyanto senilai USD 1,2 miliar atau setara dengan Rp 18,20 triliun (asumsi kurs Rp 15.171). Hingga saat ini, kekayaan Lim meningkat USD 3 juta atau meningkat 0,28 persen.

Lantas, siapakah sosok Lim Hariyanto Wijaya Sarwono dan apa saja bisnis yang digelutinya? Berikut ini Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber. Awalnya, ayah Lim bermigrasi dari China ke Kalimantan Timur dan kabarnya membuka toko kelontong pada tahun 1915.

Kemudian, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono dan keluarganya memiliki saham mayoritas di produsen minyak sawit yang terdaftar di Singapura, yakni Bumitama Agri, perkebunannya berlokasi di Indonesia.

Sementara itu, Putranya Lim Gunawan Hariyanto menjabat sebagai CEO Bumitama Agri. Sedangkan, Putrinya Christina menjabat sebagai Presiden Komisaris Harita Kencana Sekuritas.

Bumitama Agri didirikan pada 1996 dan terdaftar di Bursa Efek Singapura (Singapore Exchange) pada 2012, Bumitama Agri Ltd. dan Grupnya telah berkembang menjadi salah satu penanam tandan buah segar (TBS) terkemuka dan produsen minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dan palm kernel (PK) di Indonesia.

Bumitama Agri secara konsisten berada di jalur menuju pencapaian hasil panen dan tingkat ekstraksi yang lebih tinggi dengan berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan, teknologi, dan praktik terbaik dalam pembudidayaan kelapa sawit.  

Upaya ini telah menjadikan perusahaan salah satu produsen paling efisien di industri saat ini, dengan hasil CPO sebesar 4,2 ton per hektar pada 2021.

Di sisi lain, keluarga Lim memiliki Grup Harita, yakni adalah perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang industri sumber daya alam. Bisnis utamanya meliputi perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan smelter. Selain itu, Grup Harita juga memiliki mayoritas perusahaan tambang bauksit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gurita Bisnis Keluarga Lim

Pada awal pendiriannya 1992, CITA bernama PT Cipta Panel Utama. Kemudian, pada 2002 perusahaan mencatatkan sahamnya di BEI dengan kode saham CITA.

CITA terus berkembang, pada 2005 CITA merambah bidang usaha baru yakni pertambangan bauksit, melalui penyertaan saham pada PT Harita Prima Abadi Mineral.

Sejalan dengan adanya perkembangan bidang usaha pada 2 Mei 2007, CITA mengubah nama Perusahaan dari PT Cipta Panel Utama Tbk menjadi PT Cita Mineral Investindo Tbk. Sejak resminya perubahan nama perusahaan, CITA dan entitas anak semakin dikenal sebagai salah satu produsen bauksit terbesar di Indonesia.

Kegiatan usaha Perseroan menurut Anggaran Dasar terakhir adalah pertambangan dan penggalian bijih logam. Kegiatan usaha yang dijalankan adalah pertambangan bauksit dan produsen smelter grade alumina (SGA) melalui entitas asosiasi PT Well Harvest Winning Alumina Refinery. 

Sedangkan jenis barang yang dihasilkan Perseroan adalah Metallurgical Grade Bauxite (MGB) dan SGA melalui entitas asosiasi. CITA melalui entitas asosiasinya yaitu PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW) mulai membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian SGA di Kalimantan Barat pada 2013 untuk meningkatkan nilai tambah dari produk bauksit, dalam rangka mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah dari bauksit. 

 

3 dari 4 halaman

Fasilitas Produksi SGA

Fasilitas produksi SGA tersebut beroperasi pada 2016 dan menjadikan CITA sebagai Perusahaan penghasil SGA pertama di Indonesia, melalui entitas asosiasi (WHW). Cita Mineral Investindo memiliki saham sebesar 30 persen di WHW, sementara China Hongqiao Group Limited memegang 56 persen, Winning Investment (HK) Company memiliki 9 persen dan Shandong Weiqiao Aluminium and Electricity Co., Ltd memiliki 5 persen saham.

Pada masa yang akan datang CITA akan terus meningkatkan kapasitas produksi tambang bauksit dan SGA sehingga mampu memenuhi visi sebagai produsen bauksit dan alumina terkemuka di Indonesia. 

Selain itu, CITA juga berkomitmen menjalankan bisnis Perusahaan dengan berpegang pada tata kelola yang baik, serta mematuhi peraturan hukum yang berlaku. 

Dengan demikian, CITA meyakini akan mampu menjadi mitra strategis Pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk mineral mampu membukukan pertumbuhan kinerja bisnis di masa datang, sehingga dapat memberikan kontribusi maksimal bagi seluruh pemegang kepentingan.

 

4 dari 4 halaman

Adaro Minerals Indonesia Gandeng Cita Mineral Investindo

Sebelumnya, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) melalui anak usaha PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI) menandatangani perjanjian pengambilan saham bersyarat dengan Aumay Mining Pte Ltd (Aumay) dan PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) pada 20 Desember 2022.

KAI merupakan anak Adaro Minerals yang akan mengembangkan proyek smelter aluminiumdalam tiga tahap pembangunan dengan perkiraan kapasitas total mencapai 1,5-2 juta ton per tahun. Pada tahap pertama yang akan menghasilkan 500.000 ton alumunium, sesuai jadwal diharapkan rampung pada 2025.

KAI akan menerbitkan 925.748 saham baru dengan nilai Rp 925,8 miliar atau sekitar USD 59,7 juta yang akan diambil oleh Aumay dan CITA. Setelah perjanjian ini, kepemilikan KAI antara lain PT Adaro Minerals Indonesia Tbk sebesar 65 persen melalui anak usahanya, Aumay sebesar 22,5 persen dan CITA sebesar 12,5 persen.

Presiden Direktur PT Adaro Minerals Indonesia Tbk, Christian Ariano Rachmat menuturkan, perseroan melakukan diversifikasi usaha melalui pengembangan proyek perdana di Kalimantan Utara ini.

Melalui KAI, smelter aluminium akan hasilkan komponen utama bagi indutri baterai kendaraan listrik dan energi terbarukan. "Selain itu, melalui proyek ini kami dapat melakukan ekspansi usaha serta diversifikasi pendapatan melalui proyek peningkatan nilai, meningkatkan produksi aluminium Indonesia, serta berkontribusi terhadap upaya Indonesia untuk menjadi pusat kendaraan listrik," ujar dia dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (23/12/2022).

Pembangunan jetty dan infrastruktur pendukung lainnya untuk smelter aluminium ini telah dimulai. Perseroan memperkirakan tahap pertama proyek ini akan rampung pada semester I 2025 dengan perkiraan waktu pembangunan sekitar 24 bulan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.