Sukses

SPPG Penyebab Keracunan Masih Operasi, Bupati Gunungkidul Kembali Marah: Saya Tidak Punya Kunci untuk Tutup!

Bupati Endah Subekti Kuntariningsih heran karena hanya satu dapur SPPG yang ditutup, sementara dapur lain yang juga menyebabkan keracunan tetap beroperasi. Dia menyoroti keselamatan siswa harus menjadi prioritas utama di atas segalanya.

OlehHendro
Diterbitkan 03 November 2025, 15:31 WIB
Share
Copy Link
Batalkan

Liputan6.com, Jakarta Kasus keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Gunungkidul mendapat sorotan. Dalam sepekan terakhir, dua peristiwa keracunan massal mengguncang dunia pendidikan di wilayah ini.

Ratusan siswa tumbang setelah mengonsumsi makanan dari dapur Sentra Penyediaan Pangan Gizi (SPPG). Namun penanganan terhadap dua sumber Dapur itu justru menimbulkan tanda tanya besar.

Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih kembali marah. Dia heran karena dari dua dapur yang sama-sama menyebabkan keracunan di waktu hampir bersamaan, hanya satu yang langsung ditutup. Sementara dapur lainnya masih beroperasi hingga kini.

Di ruang rapat yang penuh ketegangan, Bupati Endah menyampaikan kekecewaannya di hadapan pejabat dan tim pengawas pangan. Dia mengingat dengan jelas saat beberapa hari lalu mendatangi dapur SPPG di Kalurahan Planjan, Kapanewon Saptosari. Tempat pertama kali kasus keracunan muncul dan sempat viral karena dirinya menegur keras pengelola dapur.

Namun yang membuatnya bingung, dapur kedua yang juga memicu keracunan di Kapanewon Ponjong—dengan jumlah korban lebih banyak—justru masih beroperasi seperti biasa.

“Saya heran, kenapa SPPG yang saya datangi dan sempat viral marah-marah di sana langsung ditutup, tetapi dapur satunya yang memicu ratusan siswa keracunan masih beroperasi. Apa karena tidak menjadi berita?” ujar Bupati Endah dengan nada kecewa.

Endah menilai perbedaan perlakuan terhadap dua dapur tersebut menciptakan ketimpangan dan menimbulkan pertanyaan publik. Ia curiga bahwa perbedaan itu terjadi karena kasus di Saptosari sempat viral di media, sementara peristiwa serupa di Ponjong nyaris tidak diberitakan.

Apakah SPPG hanya ditutup jika keracunannya jadi berita? Kalau begitu, ini tidak adil bagi masyarakat,” tegasnya.

2 dari 3 halaman

Bupati: Kami tak Punya Kunci Tutup SPPG

Dalam penjelasannya, Endah juga menyingkap fakta menarik. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul tidak memiliki kewenangan langsung untuk menutup atau menghentikan operasional dapur SPPG. Menurutnya, tindakan administratif seperti penghentian kegiatan hanya bisa dilakukan oleh Badan Gizi Nasional (BGN).

“Kami tidak punya kunci untuk menutup dapur. Surat penghentian harus keluar dari Badan Gizi Nasional, bukan dari kami,” jelasnya.

Kendati demikian, Bupati tetap tidak habis pikir mengapa dapur yang ia datangi tiba-tiba ditutup, padahal Pemkab tidak pernah mengeluarkan instruksi penghentian operasional. Hal inilah yang memperkuat dugaan adanya kebijakan yang tidak sinkron di lapangan.

Di akhir pertemuan, Bupati menegaskan kembali pentingnya perlakuan yang adil bagi seluruh dapur SPPG di Gunungkidul. Dia meminta agar setiap kasus keracunan ditangani dengan standar yang sama, tanpa membeda-bedakan besar kecilnya wilayah maupun sejauh mana peristiwa itu terekspos di media.

“Saya tidak ingin masyarakat bertanya-tanya, kenapa yang satu ditutup dan yang satunya masih jalan. Kita harus adil. Keselamatan siswa lebih penting dari apapun,” ucapnya.

3 dari 3 halaman

Ratusan Siswa Tumbang

Laporan resmi yang diterima Bupati menunjukkan angka yang mencengangkan. Dari total 667 siswa yang tercatat dalam data dua wilayah, 547 di antaranya mengonsumsi makanan dari SPPG, dan 121 siswa mengalami gejala keracunan di hari yang sama.

Korban berasal dari sejumlah sekolah, antara lain SMP Ponjong dengan 102 siswa, SMA Pembangunan sebanyak 36 siswa yang menjalani rawat jalan, SMK Ma’arif sebanyak enam siswa, SMK Muhammadiyah lima siswa, SD Sumbergiri satu siswa, serta SD Bendo satu siswa yang harus dirawat di rumah sakit.

Kepala Dinas Sosial dan Ketahanan Pangan, Ismono menjelaskan, sampel makanan dari kedua dapur sudah dikirim untuk diuji di laboratorium. Hasil uji tersebut diperkirakan baru akan keluar sekitar sepuluh hari ke depan. Hingga hasil itu diterima, belum ada kepastian mengenai penyebab pasti keracunan maupun tindakan tegas terhadap dapur kedua.

“Dua dapur ini beroperasi di waktu yang sama. Tapi hanya satu yang ditutup. Ini memang janggal,” ujar Ismono.

 

Produksi Liputan6.com