Sukses

Pisang Epe, Cita Rasa Tradisional Makassar yang Menggoda Lidah

Proses ini menciptakan sensasi rasa dan tekstur yang unik—manis, legit, dengan sentuhan aroma asap alami dari arang, menjadikannya berbeda dengan olahan pisang lainnya

Diperbarui 07 Mei 2025, 14:57 WIB Diterbitkan 09 Mei 2025, 12:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Pisang Epe adalah salah satu sajian khas yang sangat populer di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar. Hidangan ini bukan sekadar makanan ringan biasa, tetapi telah menjadi ikon kuliner yang melekat dalam kehidupan masyarakat pesisir dan para wisatawan yang singgah di Pantai Losari.

Nama epe sendiri dalam bahasa Makassar berarti ditekan atau dipipihkan sesuai dengan proses pembuatan kudapan ini. Bahan utamanya adalah pisang kepok yang masih setengah matang tidak terlalu lunak agar tidak hancur saat dibakar, dan tidak terlalu mentah agar tetap bisa menghasilkan rasa manis alami.

Pisang-pisang ini dibelah sedikit lalu dibakar di atas bara api atau arang hingga permukaannya mengeluarkan aroma gosong yang khas. Setelah matang sebagian, pisang diletakkan di atas alat penjepit kayu tradisional untuk dipipihkan, lalu dibakar kembali hingga teksturnya berubah menjadi lebih lembut di dalam dan sedikit garing diluar.

Proses ini menciptakan sensasi rasa dan tekstur yang unik—manis, legit, dengan sentuhan aroma asap alami dari arang, menjadikannya berbeda dengan olahan pisang lainnya di Nusantara.

Pisang Epe semakin istimewa adalah siraman saus gula merah kental yang biasanya disertai tambahan parutan kelapa, irisan nangka, atau bahkan keju dan cokelat pada versi modernnya.

Saus gula merah tersebut bukan sekadar cairan manis biasa, melainkan hasil rebusan gula aren asli yang dicampur sedikit air dan direduksi hingga mengental, kadang diberi sedikit jahe atau daun pandan untuk memperkaya aroma.

Perpaduan antara rasa pisang bakar yang ringan, agak smoky, dan saus gula merah yang kental serta manis membuat Pisang Epe menjadi camilan yang sangat menggugah selera.

Bahkan, dalam suasana malam hari di tepi Pantai Losari, Pisang Epe lebih dari sekadar makanan—ia menjadi simbol kebersamaan, percakapan hangat, dan nuansa santai yang khas dari masyarakat Makassar.

2 dari 2 halaman

Bahan Sederhana

Kehadirannya begitu kuat dalam kultur lokal sehingga hampir tidak ada malam di Losari yang tidak dihiasi deretan gerobak penjual Pisang Epe, lengkap dengan bara arang yang menyala dan aroma manis yang memikat orang untuk mampir.

Tidak hanya digemari oleh warga lokal, Pisang Epe kini juga mulai dikenal secara luas oleh wisatawan dari berbagai penjuru. Banyak turis domestik maupun mancanegara yang menjadikan Pisang Epe sebagai oleh-oleh atau pengalaman kuliner yang wajib dicoba ketika mengunjungi Sulawesi Selatan.

Bahkan, beberapa restoran dan kafe modern mulai mengadopsi Pisang Epe dalam bentuk yang lebih kontemporer—disajikan dengan topping es krim, sirup karamel, atau tambahan kacang mete.

Meski demikian, cita rasa asli dari Pisang Epe tradisional tetap menjadi primadona, karena menyajikan kesederhanaan rasa yang otentik dan berakar dari budaya lokal.

Pisang Epe tidak hanya menunjukkan keahlian masyarakat dalam mengolah bahan makanan yang sederhana menjadi luar biasa, tetapi juga mencerminkan filosofi hidup orang Sulawesi yang hangat, terbuka, dan penuh semangat berbagi.

Pisang yang dibakar dan disiram gula merah ini menjadi simbol bagaimana rasa manis bisa muncul dari kesabaran, keuletan, dan tradisi yang dilestarikan dengan penuh cinta oleh generasi demi generasi.

 

Penulis: Belvana Fasya Saad

Produksi Liputan6.com