Sukses

Timphan, Warisan Kuliner Aceh yang Sarat Makna Budaya

Sesuatu yang membedakan timphan dari kue tradisional lainnya adalah proses pewarisannya yang dilakukan secara turun-temurun, khususnya melalui garis keturunan perempuan. Resep dan teknik pembuatannya diajarkan dari ibu ke anak perempuan.

Diperbarui 07 Mei 2025, 14:22 WIB Diterbitkan 09 Mei 2025, 15:00 WIB

Liputan6.com, Aceh - Dalam setiap perayaan penting masyarakat Aceh, timphan selalu hadir sebagai salah satu hidangan wajib. Kue tradisional berbahan dasar tepung beras dan santan ini bukan sekadar makanan, melainkan simbol kebersamaan yang diwariskan turun-temurun, terutama di kalangan perempuan Aceh.

Mengutip dari laman Pemerintahan Aceh, timphan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh sejak zaman dahulu. Kue ini termasuk dalam kategori lepat tradisional yang dibungkus daun pisang sebelum dikukus.

Sesuatu yang membedakan timphan dari kue tradisional lainnya adalah proses pewarisannya yang dilakukan secara turun-temurun, khususnya melalui garis keturunan perempuan. Resep dan teknik pembuatannya diajarkan dari ibu ke anak perempuan.

Timphan terbuat dari campuran tepung beras, pisang, dan santan yang diaduk hingga mencapai tekstur kenyal. Adonan ini kemudian dibentuk memanjang dan diisi dengan dua jenis isian klasik, yaitu serikaya (selai telur) atau kelapa parut yang dicampur gula.

Setelah diisi, adonan dibungkus dengan daun pisang muda yang telah dibersihkan. Proses pengukusan memakan waktu sekitar satu jam dengan dikukus tanpa direndam air.

Metode ini memastikan tekstur timphan tetap lembut dan tidak lembap. Daun pisang yang digunakan sebagai pembungkus tidak hanya berfungsi sebagai wadah, tetapi juga memberikan aroma khas yang memperkaya cita rasa.

 

2 dari 2 halaman

Tak Pernah Absen

Kehadiran timphan hampir tidak pernah absen dalam perhelatan penting masyarakat Aceh. Kue ini kerap disajikan dalam pesta pernikahan, khitanan, maupun hari besar Islam seperti Idulfitri dan Iduladha.

Proses pembuatan timphan sering kali melibatkan banyak anggota keluarga, terutama para perempuan. Kegiatan ini menjadi momen untuk mempererat tali silaturahmi sambil bertukar cerita dan pengalaman.

Selain rasanya yang khas, timphan memiliki beberapa keunikan yang tidak ditemukan pada kue tradisional lainnya. Penggunaan daun pisang muda sebagai pembungkus memberikan warna hijau alami pada bagian luar kue.

Sementara bagian dalamnya berwarna kekuningan atau kecokelatan tergantung isian. Dari segi filosofi, timphan merepresentasikan harmoni dalam masyarakat Aceh.

Meskipun telah ada selama ratusan tahun, timphan tetap bertahan sebagai salah satu kue tradisional yang paling populer di Aceh. Di daerah perantauan, masyarakat Aceh sering membuat timphan sebagai cara untuk mengenang kampung halaman.

Penulis: Ade Yofi Faidzun

Produksi Liputan6.com