Sukses

Kerik Gigi Suku Mentawai, Ritual Kecantikan yang Menahan Sakit

Proses ini menuntut ketahanan fisik yang kuat dari para wanita. Tradisi turun-temurun ini menjadi bagian penting dalam budaya masyarakat Mentawai.

Diperbarui 26 Apr 2025, 00:00 WIB Diterbitkan 26 Apr 2025, 00:00 WIB

Liputan6.com, Padang - Di pedalaman Sumatera Barat, suku Mentawai mempertahankan tradisi meruncingkan gigi sebagai simbol kecantikan dan kedewasaan. Ritual yang disebut kerik gigi ini dilakukan tanpa pembiusan menggunakan alat-alat sederhana.

Proses ini menuntut ketahanan fisik yang kuat dari para wanita. Tradisi turun-temurun ini menjadi bagian penting dalam budaya masyarakat Mentawai.

Mengutip dari berbagai sumber, masyarakat suku Mentawai di kepulauan Mentawai, Sumatera Barat memiliki tradisi turun-temurun bernama kerik gigi. Ritual ini merupakan bagian penting dari budaya mereka, khususnya bagi wanita yang telah dewasa.

Prosesnya melibatkan peruncingan gigi menggunakan alat tradisional seperti besi atau kayu yang diasah. Tidak ada pembiusan yang digunakan, sehingga rasa sakit menjadi bagian tidak dapat terhindarkan.

Tradisi ini dianggap sebagai simbol kecantikan sekaligus penanda kedewasaan. Wanita Mentawai yang telah menjalani kerik gigi dianggap siap untuk menikah dan menjalani kehidupan sebagai bagian penuh dari masyarakat.

Selain itu, ritual ini juga memiliki makna spiritual. Masyarakat setempat percaya bahwa proses tersebut membantu mengendalikan sifat-sifat buruk manusia, seperti keserakahan atau kemarahan.

Proses kerik gigi biasanya dipimpin oleh ketua adat atau anggota keluarga yang berpengalaman. Selama ritual berlangsung, peserta menggigit pisang muda untuk mengurangi rasa sakit.

 

2 dari 2 halaman

Ketahanan Fisik dan Mental

Meski demikian, ketahanan fisik dan mental tetap menjadi syarat utama. Ritual ini tidak dilakukan sendirian, melainkan dihadiri oleh warga desa sebagai bentuk dukungan dan penghormatan.

Dari segi kesehatan, tradisi ini memiliki risiko tertentu. Peruncingan gigi dapat menyebabkan kerusakan enamel dan memengaruhi fungsi mengunyah.

Akan tetapi, bagi Suku Mentawai, nilai budaya dan spiritual jauh lebih penting daripada dampak fisik. Ritual ini tetap dipertahankan sebagai identitas dan kebanggaan masyarakat.

Wanita Mentawai diajarkan untuk sabar dan kuat menghadapi rasa sakit, nilai-nilai yang dianggap esensial dalam kehidupan sehari-hari. Hingga kini, tradisi ini masih dipraktikkan, menjadi ketahanan budaya suku Mentawai di tengah perubahan zaman.

Penulis: Ade Yofi Faidzun