Sukses

Begini Analisis Psikologi Selama Debat Cawapres Pemilu 2024 oleh Psikku

Debat Cawapres yang diselenggarakan pada 21 Januari 2024 tidak kalah menarik jika dibandingkan pada debat Capres sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta - Debat Cawapres yang diselenggarakan pada 21 Januari 2024 tidak kalah menarik jika dibandingkan pada debat Capres sebelumnya. Saling lempar argumen yang terjadi tidak hanya tentang substansi tema debat, namun juga memiliki banyak dinamika psikologi yang ditampilkan.

Psikku, sebagai penyedia Aplikasi Terpadu Layanan Psikologi Online , telah mengamati beberapa poin psikologi menarik yang terjadi selama debat berlangsung. Pengamatan ini dilakukan secara anamnesa psikologi tidak langsung melalui media streaming online.

Psikku mengamati bahwa terjadi gaya komunikasi perundungan atau bullying yang dilakukan oleh masing-masing cawapres. Penggunaan gaya komunikasi ini memiliki salah satu cirinya yaitu gaya komukasi yang agresif dan cenderung merendahkan. Akibatnya akan menimbulkan efek psikologis terhadap lawan bicara.

Berdasarkan anamnesa singkat yang dilakukan Psikku, gaya komunikasi ini diawali oleh cawapres nomor urut 2 dengan argumen-argumen yang agresif terhadap lawan bicaranya. Selain melalui verbal, gaya agresif dan intimidatif juga diperlihatkan nomor urut 2 melalui gestur tubuh yang diberikan.

Namun perlu dicatat, berdasarkan opini pribadi dan anemnesa singkat secara tidak langsung bahwa gestur tersebut terjadi secara tidak alami. Sehingga kemungkinan bahwa gaya komunikasi dan gestur yang diberikan tersebut semata adalah strategi yang dilakukan di dalam debat.

Dampak yang dihasilkan dari perilaku tersebut telah mencetuskan mekanisme pertahanan diri dari masing-masing cawapres nomor urut 1 dan 3.

Pertahanan diri tersebut yakni identifikasi dengan agresor, di mana hal tersebut terjadi saat seseorang yang diserang oleh agresor secara tidak sadar mengadopsi prilaku dari agresor untuk melindungi diri mereka sendiri.

Akibatnya terjadi saling sindir dan sarkasme di dalam argument-argumen yang diberikan. Hal itu tidak lain sebagai dampak dan respon psikologis yang diberikan oleh masing-masing cawapres, sesuai dengan teori stimulus-response relationship.

Fenomena psikologis lainnya yang terjadi yaitu terbentuknya grouping antara cawapres nomor urut 1 dan 3. Grouping tersebut kemungkinan terjadi karena sebagai respon terhadap perilaku yang intimidatif.

Target bully cenderung membentuk kelompok dengan orang lain yang mengalami pengalaman serupa, sebagai upaya mendapatkan dukungan emosional dan solidaritas.

Kecenderungan perilaku bullying sendiri secara psikologis dapat dilakukan oleh siapa saja dan secara tidak sadar. Asesmen dan konseling Psikologis dapat dilakukan sebagai tindakan preventif dan represif agar perilaku tersebut tidak berkelanjutan.

Dalam Aplikasi Psikku, Pengguna dapat melakukan asesmen dan konsultasi psikologi secara online sebagai tindakan pencegahan dan penangananan perilaku bullying.

Selain itu di dalam Aplikasi Psikku juga dapat melihat potret kepribadian, kecerdasan serta arah minat yang telah diformulasikan dan dikurasi oleh para pakar psikologi profesional psikku yang berpengalam lebih dari 50 tahun.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini