Sukses

Jika Kamu Tidak Merokok, Jangan Nge-Vape

Rokok elektrik atau vape seharusnya hanya jadi alat bantu berhenti merokok.

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian perokok kini menggunakan rokok elektrik atau vape sebagai alat bantu berhenti merokok. Kegiatan konsumsi vape sebagai perilaku alternatif dari aktivitas merokok sebelum bisa benar-benar berhenti.

Vape memang bisa memberikan sensasi merokok. Sebab, sama seperti halnya rokok konvensional, vape juga menjadi sarana konsumsi nikotin, zat yang membuat para perokok kecanduan.

Bedanya, vape tidak melalui proses pembakaran seperti rokok biasa. Vape menggunakan perangkat elektrik sebagai sarana pengolahan zat nikotin. Proses ini dinilai mengurangi dampak negatif secara signifikan dibanding merokok.Poster kampanye vape sebagai alat bantu berhenti merokokPemerintah sejumlah negara kini juga memanfaatkan vape sebagai bagian dari program pembatasan merokok, selain program pembatasan dan larangan merokok. Di Inggris dan Selandia Baru misalnya, vape jadi alat bantu transisi warga yang mau berhenti merokok.

Seiring semangat itu, program vape pun menyasar kalangan perokok, bukan warga yang sebelumnya tak merokok. Seruan populer terkait hal ini adalah 'if you don't smoke, don't vape (jika kamu bukan perokok, jangan konsumsi vape).

Produsen vape pun juga fokus pada pasar kalangan perokok. RELX International, produsen vape multinasional, misalnya, meluncurkan Guardian Program and Youth Prevention.

Program Guardian melibatkan serangkaian kegiatan guna mencegah anak di bawah umur membeli dan mengunakan produk rokok elektrik. Inisiatif ini dilakukan serentak di seluruh aktifitas perusahaan yang meliputi pengembangan produk hingga penjualan.

"RELX tidak dijual untuk anak di bawah umur dan bukan perokok," kata Gerard Sanchez, Head of Marketing Philippines, RELX International, dalam workshop di Manila, Filipina, Jumat 17 Mei 2023.Gerard Sanchez, Head of Marketing Philippines, RELX International,Seturut program ini, peringatan seperti “jauhkan dari anak di bawah umur’ tercetak pada kemasan semua produk RELX. RELX tidak menggunakan kartun, selebriti remaja, atau model berusia di bawah 25 tahun dalam setiap materi pemasarannya.

RELX juga tidak menampilkan aktivitas gaya hidup yang secara khusus menarik bagi kaum muda di setiap materi promosi dan menggunakan penyaringan usia di situs web RELX.

Toko RELX juga diwajibkan untuk mengikuti pedoman operasional ketat, menampilkan poster peringatan yang jelas bahwa produk tidak dijual kepada anak di bawah umur.

"Kami juga menerapkan penalti yang ketat terhadap pengecer dan operator toko yang melakukan pelanggaran terhadap pedoman ini," kata Gerard.

Gerard menjelaskan, materi pemasaran RELX mengandung tiga unsur:

1) Peringatan Kesehatan, dicetak secara sukarela di banyak negara di mana peringatan tersebut tidak diwajibkan oleh undang-undang; (2) Logo Program Guardian;

(3) Garis yang menunjukkan bahwa produk RELX hanya untuk perokok dewasa dan vaper

Poster Program Guardian

RELX International telah beroperasi di lebih dari 10 negara termasuk Selandia Baru, Australia,Filipina, Italia, Spanyol, Inggris, Belanda, Jerman, dan Swis.

Di Indonesia, RELX mulai beroperasi pada 2019, kini memiliki lebih dari 550 toko di lebih dari 70 kota termasuk Jakarta, Batam, Medan, Bandung, Surabaya, Semarang, Bali, Palembang, Makasar, Manado, Yogyakarta, Balikpapan dan Papua.

Dr Collin Mendelsohn, Founding & Chairman Australian Tobacco Harm Reduction Association, mengatakan setiap tahun selalu ada generasi baru yang merokok. Kecanduan nikotin biasa terjadi pada perokok aktif atau mantan perokok.

"Anak muda yang dari awal sudah beralih menggunakan vape memiliki resiko kesehatan lebih rendah," kata Collin Mendelsohnyang sudah lebih dari 30 tahun fokus membantu dan melakukan penelitian untuk membantu orang-orang berhenti merokok.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini