Sukses

Kapan Ferdy Sambo Dihukum Mati? Ini Alur Sidang Usai Vonis dan Tata Cara Hukuman Mati

Majelis hakim persidangan yang diketuai Hakim Wahyu Iman Santoso akhirnya memberikan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo.

 

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim persidangan yang diketuai Hakim Wahyu Iman Santoso akhirnya memberikan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua. 

Pengacara keluarga Ferdy Sambo, Arman Hanismengungkapkan, terpidana mati Ferdy Sambo sudah siap dengan risiko yang paling tinggi.

"Sambo sudah siap dengan risiko yang paling tinggi. Itu yang harus saya sampaikan. Karena dari persidangan, Ferdy Sambo juga sependapat dengan kami," kata Arman Hanis kepada wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Senin malam (13/2/2023).

Meskipun demikian, Arman Hanis mengatakan, pihaknya tetap mempertimbangkan untuk mengambil upaya hukum lanjutan terkait dengan putusan dari majelis hakim.

"Intinya, dalam tingkat pertama ini, kita hormati (putusan hakim). Tetap kita hormati dan ada upaya hukum selanjutnya," katanya.

 

Meski telah divonis hukuman mati, masih ada tahapan sidang yang harus dilalui Ferdy Sambo. Seperti dirangkum dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), berikut alur persidangan pidana yang sudah dan akan dilalui Ferdy Sambo:

  1. Dakwaan. Jaksa akan mendakwa dugaan kesalahan terdakwa.
  2. Eksepsi. Jawaban terdakwa atas dakwaan jaksa.
  3. Tanggapan jaksa atas eksepsi.
  4. Putusan Sela. Hakim akan membacakan apakah eksepsi diterima atau tidak. Bila diterima, maka proses sidang selesai sesuai amar putusan sela. Bila eksepsi ditolak, maka sidang dilanjutkan.
  5. Pemeriksaan Saksi. Dimulai dari saksi fakta, saksi ahli dan saksi yang meringankan.
  6. Pemeriksaan saksi terdakwa/pengakuan terdakwa.
  7. Tuntutan. Setelah menjalani proses pembuktian, jaksa akan mengajukan tuntutan terhadap terdakwa, berapa lama hukuman yang harus dijalani oleh terdakwa.
  8. Pembelaan. Dalam hal ini terdakwa akan membela diri terkait tuntutan jaksa.
  9. Replik. Jaksa akan membuat tanggapan atas pledoi terdakwa.
  10. Duplik. Dalam hal ini terdakwa diberikan kesempatan terakhir mengajukan bantahan atas replik jaksa.
  11. Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Sifatnya tertutup untuk umum dan rahasia. Majelis akan merumuskan dan merapatkan hukuman bagi terdakwa.
  12. Putusan.
  13. Majelis hakim akan membacakan putusan. Ada tiga jenis putusan: bebas, lepas dan terbukti melakukan pidana disertai jenis pidana
  14. Bila kedua belah pihak menerima, maka statusnya menjadi berkekuatan hukum tetap dan terdakwa bisa langsung dieksekusi.
  15. Banding. Apabila jaksa dan/atau terdakwa tidak terima atas putusan Pengadilan Negeri (PN), maka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT).
  16. Putusan banding.Bila kedua belah pihak menerima, maka statusnya menjadi berkekuatan hukum tetap dan terdakwa bisa langsung dieksekusi.
  17. Kasasi. Apabila jaksa dan/atau terdakwa tidak terima atas putusan Pengadilan Tinggi (PT), maka mengajukan kasasi ke Pengadilan Tinggi (PT).
  18. Putusan kasasi.
  19. Eksekusi. Apabila sudah putus kasasi, maka sudah berkekuatan hukum dan status terdakwa menjadi terpidana.
  20. Peninjauan Kembali (PK). Terdakwa/terpidana diberikan kesempatan upaya hukum luar biasa sekali lagi atas hukuman yang dijalaninya. Syaratnya yaitu ada kekhilafan hakim dan novum/bukti baru.
  21. Putusan Peninjauan Kembali (PK). Prinsipnya, Peninjauan Kembali (PK) tidak menunda eksekusi.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tata Cara Hukuman Mati di Indonesia

Dikutip dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pelaksanaan hukuman mati di Indonesia tercantum dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pidana mati atau hukuman mati merupakan salah satu jenis pidana pokok terberat disusul pidana penjara, kurungan, denda dan pidana tutupan.

Sesuai dengan Pasal 11 KUHP, pidana mati akan dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana. Selanjutnya papan tempat terpidana berdiri akan dijatuhkan.

Namun ketentuan Pasal 11 KUHP kemudian diubah dengan Undang-Undang (UU) Nomor 02/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer. Sesuai dengan Pasal 1 UU tersebut diatur bahwa pelaksanaan hukuman mati yang dijatuhkan Peradilan Umum maupun Peradilan Militer dilakukan dengan ditembak sampai mati.

Kemudian pada ketentuan UU Nomor 02/Pnps/1964 ini disempurnakan dengan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.

Berikut ini beberapa sebab adanya hukuman mati yang diatur dalam KUHP:

  • Pasal 104: makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden
  • Pasal 111 ayat (2): melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang
  • Pasal 124 ayat (3): pengkhianatan memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh di waktu perang, serta menghasut dan memudahkan terjadinya huru-hara atau pemberontakan di kalangan angkatan perang
  • Pasal 340: pembunuhan berencana
  • Pasal 365 ayat (4): pencurian dengan kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka berat atau mati
  • Pasal 444: pembajakan di laut yang menyebabkan kematian
  • Pasal 149 K ayat (2)
  • Pasal 149 O ayat (2): kejahatan penerbangan dan saranan penerbangan.

Selain itu, aturan mengenai hukuman mati selain dalam KUHP juga diatur dalam peraturan lain seperti pada UU Narkotika, UU Terorisme dan UU Tindak Pidana Korupsi.

Tahapan pelaksanaan hukuman mati:

Sebelum pelaksanaan eksekusi, nantinya jaksa akan memberitahukan kepada terpidana mengenai rencana hukuman mati. Sesuai dengan UU Nomor 02/Pnps/1964 pemberitahuan ini dilakukan dalam waktu tiga kali 24 jam sebelum eksekusi.

Bagi terpidana yang hamil maka hukuman mati dilakukan 40 hari usai anaknya dilahirkan. Sebelum pelaksanaan eksekusi maka Kapolda akan membentuk regu tembak yang terdiri dari 1 Bintara, 12 Tamtama yang berada di bawah pimpinan seorang Perwira. Regu tembak berasal dari Korps Brigade Mobil atau Brimob.

Sesuai dengan Peraturan Kapolri Tahun 12 Tahun 2010, berikut ini proses pelaksanaan hukuman mati di Indonesia:

  • Terpidana diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati
  • Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, terpidana dapat didampingi oleh seorang rohaniawan
  • Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 (dua) jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati
  • Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 (satu) jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan
  • Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 (dua belas) pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 (lima) meter sampai dengan 10 (sepuluh) meter dan kembali ke daerah persiapan
  • Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan "Lapor, Pelaksanaan Pidana Mati Siap"
  • Jaksa Eksekutor mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati
  • Setelah pemeriksaan selesai, Jaksa Eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan "Laksanakan."
  • Kemudian Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan, "Laksanakan."
  • Komandan Pelaksana memerintahkan Komandan Regu Penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 butir peluru, disaksikan oleh jaksa eksekutor
  • Jaksa eksekutor memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh jaksa
  • Terpidana diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan didampingi seorang rohaniawan
  • Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana menolak
  • Dokter memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari terpidana
  • Komandan Regu 2 melaporkan kepada jaksa eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati
  • Jaksa eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera melaksanakan penembakan terhadap terpidana
  • Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu Penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana
  • Komandan Pelaksana menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana
  • Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata
  • Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak
  • Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata
  • Setelah penembakan, Komandan Pelaksana, jaksa eksekutor, dan dokter memeriksa kondisi terpidana.
  • Apabila dokter mengatakan terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, maka jaksa memerintahkan Komandan Pelaksana untuk melakukan penembakan pengakhir
  • Pelaksanaan hukuman mati dinyatakan selesai saat dokter tidak lagi menemukan tanda-tanda kehidupan pada terpidana
  • Kemudian, Komandan Pelaksana pun melaporkan hasil penembakan kepada jaksa eksekutor dengan mengucapkan, "Pelaksanaan pidana mati selesai".

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.