Sukses

Potret Kemeriahan Cap Go Meh di Berbagai Daerah di Indonesia

Usai ditiadakan karena pandemi Covid-19, tahun ini Cap Go Meh kembali digelar di berbagai daerah dengan beragam atraksi dan pertunjukan seni .

Liputan6.com, Jakarta Cap Go Meh menjadi akhir dari rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek bagi masyarakat Tionghoa. Tradisi ini digelar tiap tanggal 15 setelah Tahun Baru Imlek. Perayaan Cap Go Meh biasanya diawali dengan berdoa di Wihara, dilanjutkan dengan kirap, dan pertunjukan kesenian tradisional Tionghoa, seperti barongsai dan ular naga. Pertunjukan kesenian ini yang biasanya mengundang masyarakat berduyun-duyun untuk menonton, bahkan menjadi hiburan gratis bagi masyarakat luas. 

Perayaan Cap Go Meh sendiri sudah menjadi tradisi yang dilakukan sejak abad ke-7 Masehi pada masa Dinasti Han di Tiongkok. Para petani memasang lampion berwarna warni di sekeliling ladang untuk mengusir hama dan menakuti binatang-binatang perusak tanaman serta memperindah pemandangan. Selain itu, diadakan pertunjukan musik dan barongsai untuk memeriahkan perayaan. Setelah itu, Cap Go Meh kerap digelar secara turun-temurun oleh masyarakat Tionghoa yang tersebar di seluruh dunia.

Lalu bagaimana kemeriahan Cap Go Meh di Indonesia tahun ini? Setelah digelar tanpa perayaan terbuka karena pandemi, tahun ini Cap Go Meh kembali digelar dengan kemeriahan. Di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, digelar meriah dengan beragam atraksi kesenian yang ditonton semua masyarakat lintas agama.

Bupati Kapuas Hulu Kalimantan Barat Fransiskus Diaan mengatakan, tradisi Cap Go Meh di Kota Putussibau menjadi salah satu upaya pelestarian budaya dan juga sebagai wujud kerukunan antarumat beragama dan suku di wilayah itu.

"Ini salah satu bukti masyarakat di Kapuas Hulu hidup rukun berdampingan tanpa memandang perbedaan, kerukunan yang sudah terjalin baik harus tetap kita jaga," kata Fransiskus.

Perayaan Cap Go Meh, kata dia, kesempatan warga Tionghoa menampilkan adat istiadat budaya leluhur yang sudah ada sejak dulu dan perlu dilestarikan. Selain itu ajang itu menjadi momentum pemersatu karena masyarakat dari berbagai suku bangsa berkumpul menyaksikan para pemain naga dan barongsai.

"Kapuas Hulu memiliki keberagaman tetapi memiliki persatuan yang kuat, kerukunan dan keharmonisan masih tetap terjaga," katanya.

Dia mengatakan dengan terjaganya keamanan dan kerukunan di tengah masyarakat, maka roda pembangunan juga bisa berjalan lancar.

"Pemerintah daerah akan terus mendukung setiap kegiatan masyarakat dan kami sangat mengapresiasi kegiatan Imlek dan Cap Go Meh dapat berjalan aman dan lancar, kami juga sampaikan terima kasih kepada jajaran TNI, Polri dan semua pihak yang turut menjaga keamanan," ucapnya.

Ketua Yayasan Bhakti Suci Kapuas Hulu Budi Cin mengatakan perayaan Imlek dan Cap Go Meh di Kapuas Hulu melambangkan suatu kehangatan dan keharmonisan masyarakat di Kapuas Hulu.

"Perayaan Cap Go Meh kegembiraan kita bersama dan terima kasih kepada seluruh masyarakat Kapuas Hulu, TNI, Polri serta Sahabat Beramal yang mendukung Cao Go Meh sehingga berjalan aman dan lancar, ini bukti kerukunan kita di Kapuas Hulu," kata Budi Cin.

Dia berharap kerukunan umat beragama di Kapuas Hulu terus terjaga dengan baik.

Sementara itu Ketua Panitia Perayaan Cap Go Meh Putussibau Stevanus menyampaikan setelah beberapa tahun Cap Go Meh tidak dilaksanakan karena pandemi Covid-19, kini bisa dilaksanakan dan sangat ditunggu-tunggu masyarakat.

"Dengan berakhirnya Cap Go Meh ini maka berakhir juga rangkaian perayaan Imlek, semoga kedepannya Cap Go Meh bisa kita laksanakan lebih meriah lagi," katanya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Cap Go Meh di Batam

Sementara itu, Cap Go Meh juga digelar meriah di Batam. Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau, menyebutkan perayaan Cap Go Meh merupakan wujud kekompakan masyarakat Kepri.

"Mudah-mudahan kegembiraan ini melengkapi hati kita, bahwa masyarakat Batam selalu kompak, terutama masyarakat Tinghoa," kata Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Batam Yusfa Hendri.

Yusfa menambahkan dengan dilaksanakannya perayaan Cap Go Meh tahun ini, menjadi bukti bahwa Kota Batam telah berhasil melewati pandemi Covid-19.

Menurut hal tersebut tidak lepas dari kerja sama seluruh masyarakat, terutama pihak Maha Vihara Duta Maitreya Kota Batam telah menjadi bagian dalam penanganan Covid-19 melalui pelaksanaan vaksinasi.

"Ini merupakan bukti ketangguhan Kota Batam. Karena kita bersama-sama sudah berhasil melewati dan keluar dari musibah wabah Covid-19. Maha Vihara Maitreya juga menjadi salah satu markas untuk melaksanakan vaksin Covid-19," ujar Yusfa.

Lebih lanjut ia menyampaikan pada tahun 2021 ekonomi Kota Batam berhasil tumbuh mencapai 4,75 persen usai penanganan Covid-19 berhasil tertangani.

"Untuk hasil pertumbuhan ekonomi tahun 2022 akan segera rilis, dan kami optimis itu akan lebih tinggi lagi," kata dia.

Sebelumnya, Sebanyak 300 orang ikutserta dalam memeriahkan pentas kesenian perayaan Cap Go Meh di Maha Vihara Duta Maitreya Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Minggu malam.

"Peserta yang ikut memeriahkan ini terdiri dari anggota vihara, ada yang pekerja, mahasiswa, pelajar dari tingkat SMA sampai tingkat TK turut partisipasi dan juga orangtua," kata Pengurus Maha Vihara Duta Maitreya Kota Batam Liyas Masri.

Ia menjelaskan perayaan Cap Go Meh merupakan kegiatan tahunan yang terakhir dirayakan dalam masa Imlek.

"Kalau sudah lewat Cap Go Meh cenderung tidak ada perayaan lagi. Jadi melalui perayaan ini kita ingin mewujudkan setiap tahun ada semangat baru impian baru untuk membangun hidup yang lebih baik," ujar Liyas.

3 dari 5 halaman

Cap Go Meh di Singkawang

Singkawang menjadi salah satu kiblat kebudayaan Tionghoa di Indonesia. Tak heran jika perayaan Cap Go Meh di Singkawang selalu ditunggu-tunggu banyak orang, termasuk para pelancong dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari luar negeri, seperti Malaysia dan Singapura. 

Jika biasanya Festival Cap Go Meh identik dengan kemeriahan hiasan lampion, serta permainan naga dan barongsai. Berbeda dengan di Singkawang, pembedanya adalah adanya sejumlah tatung atau dukun (lauya) yang kerasukan roh leluhur muncul dalam perayaan itu.

Cap Go Meh dirayakan warga etnis Tionghoa di sejumlah wilayah Indonesia. Pesta ini disambut meriah dengan berbagai kegiatan dan melibatkan banyak orang. Masyarakat bukan dari etnis Tionghoa pun antusias menyaksikan perayaan ini.

Apalagi pada Tahun Baru Imlek 2023 atau 2574 Kongzili kali ini, dirayakan sangat meriah, karena Pemerintah telah mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di seluruh wilayah Indonesia sejak 30 Desember 2022.

Sejumlah daerah di Indonesia yang banyak terdapat warga etnis Tionghoa, merayakan Cap Go Meh dengan penuh suka cita dan besar-besaran, salah satu di antaranya adalah di Singkawang, Kalimantan Barat (Kalbar).

Tokoh masyarakat Tionghoa Kalbar, XF Asali, dalam bukunya yang berjudul Aneka Budaya Tionghoa Kalimantan Barat, menjelaskan Cap Go Meh berasal dari kata dialek Hokkien/Tio Ciu. Kata "Cap go" berarti lima belas dan kata "Meh" berarti malam. Sehingga Cap Go Meh artinya malam ke lima belas.

Di Tiongkok, negeri leluhur etnis Tionghoa Indonesia, menyebutnya sebagai perayaan Yuan Shiau Ciek yakni festival malam bulan satu.

Saat masa Dinasti Tung Han, Kaisar Liu Chang (Han Min Tie) merayakan festival ini untuk menghormati Sang Budha Sakyamuni yang menampakkan diri pada tanggal 30, bulan 12 Imlek di daratan barat. Kemudian ditafsirkan sama dengan tanggal 15 bulan 1 Imlek di daratan Timur.

Kaisar memerintahkan rakyatnya agar sembahyang syukuran, arak-arakan, memasang lampion, atraksi kesenian rakyat seramai mungkin pada malam hari tersebut.

Kegiatan itu berlanjut secara turun-temurun sampai sekarang. Kegiatan ini masih diperingati etnis Tionghoa di Indonesia yang menganut Sam Kaw atau Tri Dharma sebagai hari raya religius umat Taoisme, Budha, dan Kong Hu Cu. Sedangkan untuk etnis Tionghoa lainnya, dirayakan sebagai hari raya tradisi budaya Yuan Shiau Ciek atau Cap Go Meh.

Festival Cap Go Meh di Indonesia diadakan sebagai penutup perayaan tahun baru. Di banyak daerah, perayaan ini diisi atraksi permainan naga dan barongsai. Juga ada karnaval kendaraan berhias lampion atau bentuk event lainnya sesuai kekhasan di daerah setempat.

Mengenai adanya tatung atau lauya yang kerasukan roh leluhur, muncul dalam versi lain cerita rakyat, yakni saat Dinasti Tung Zhou sekitar tahun 770 SM-256 SM.

Ketika itu, para petani memasang lampion di sekeliling ladang untuk mengusir hama dan menakuti binatang perusak tanaman. Kemudian ditambahi dengan segala bunyi-bunyian, bermain barongsai, dan arak-arakan tatung sebagai tolak bala serta supaya lebih ramai.

Kepercayaan dan tradisi budaya itu, berlanjut dan berkembang terus baik di daratan Tiongkok maupun di perantauan di seluruh dunia, sesuai kondisi dan situasi di negara masing-masing, hingga ke Indonesia.

Kota Singkawang dimana masih banyak warga etnis Tionghoa yang kental dengan tradisi leluhur, menyambut Festival Cap Go Meh dengan penampilan para tatung.

Tatung melakukan ritual "cuci jalan" pada hari ke-14 Imlek. Cuci jalan artinya membersihkan jalan dari roh-roh jahat agar kota itu aman selama setahun ke depan. Ritual cuci jalan dimulai dengan persiapan di kelenteng saat pagi setelah matahari terbit sekitar pukul 05.30 WIB.

Persiapan di kelenteng atau pekong selesai ditandai dengan seorang dukun yang semula sadar, kemudian sudah kerasukan roh leluhur, tandu pembawa siap dengan pemikulnya, maka arak-arakan tatung dapat dilakukan.

Arak-arakan tatung keliling kota membersihkan jalan berlangsung hingga tengah hari. Kemudian berlanjut pada malam hari menjelang hari ke lima belas Imlek.

Ada tatung yang cukup berjalan kaki saat melakukan cuci jalan. Tetapi ada tatung yang mesti dibawa dengan tandu yang dipikul 8 hingga 16 orang. Tatung ini keliling kota sambil membaca doa pengusir roh jahat. Dia singgah di beberapa pekong atau kelenteng untuk memberikan penghormatan. Mereka menunjukkan kemampuan tahan terhadap benda tajam dan runcing.

Tradisi inilah yang masih dapat dijumpai saat Cap Go Meh di Singkawang.

Kemampuan menjadi tatung, bisa diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun hanya orang-orang tertentu yang bisa kerasukan roh leluhur tersebut.

Ada beratus tatung ikut dalam setiap perayaan penutup tahun baru. Untuk Imlek 2023 atau 2574 Kongzili ini, panitia menerima pendaftaran 680 tatung.

Ratusan tatung itu ikut dalam rangkaian Festival Cap Go Meh sejak hari Sabtu (4/2) untuk ritual "cuci jalan" hingga pawai yang digelar pada hari Minggu (5/2).

Wakil Ketua Panitia Imlek dan Cap Go Meh Singkawang 2023, Tjhai Chui Mie, saat ditemui belum lama ini menyatakan tatung yang mendaftar itu baik pejalan kaki maupun yang menggunakan tandu. Mereka datang dari pekong yang ada di Singkawang, namun juga ada tatung dari luar kota.

Saat tatung melakukan ritual cuci jalan, ribuan orang memenuhi jalan-jalan dalam kota Singkawang hingga ke kelenteng di tengah kota, Tri Dharma Bumi Raya, untuk menyaksikan keunikan itu. Keramaian makin menjadi-jadi ketika puncak festival digelar pada hari ke lima belas Imlek.

Sejumlah jalan dalam kota Singkawang pun ditutup aparat keamanan agar tak terjadi kemacetan. Orang yang hendak menonton atraksi tatung, harus rela berjalan kaki berkilo meter dari tempat memarkir kendaraannya.

Seorang warga dari perbatasan Indonesia-Malaysia di Jagoi Babang, Bengkayang, Selin, menyatakan setiap tahun selalu datang ke Singkawang untuk menyaksikan Cap Go Meh. "Unik dan saya rasa tidak ada di tempat lain," kata perempuan itu.

Ada berbagai model penampilan tatung yang menunjukkan kebolehannya. Seperti wajah yang ditusuk dengan kawat atau besi halus, duduk di atas pisau panjang yang diletakkan di atas tandu, dan menginjakkan kaki di ujung parang, serta bermacam-macam lagi penampilannya. Semuanya itu menimbulkan rasa ngeri bagi yang tak kuat menyaksikan, menutup dua matanya dengan telapak tangan.

Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, saat puncak Festival Cap Go Meh di Jalan Diponegoro Singkawang, Minggu (5/2), mengatakan menyaksikan tatung itu hal yang unik dan berbeda dari tempat lainnya di Indonesia. "Sedikit menyeramkan tetapi tidak menimbulkan takut," katanya.

Karena keunikan itu pulalah membuat ribuan orang datang ke Singkawang, tak terkecuali Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

Kedua pejabat negara ini menerima undangan panitia penyelenggara untuk datang langsung menyaksikan Festival Cap Go Meh selama dua hari. Keduanya juga menyampaikan pesan yang sama, agar tradisi dan budaya yang unik di Singkawang ini dapat dilestarikan.

 

4 dari 5 halaman

Cap Go Meh di Bangka Belitung

 

Cap Go Meh di Bangka Belitung digelar dengan pertunjukan seni usais beberapa tahun tak digelar meriah karena pandemi.

"Sudah beberapa tahun ini kita tidak ada kegiatan kegiatan perayaan karena pandemi COVID-19, namun tahun ini kita mencoba lagi meskipun sederhana namun diharapkan bisa menambah suka cita masyarakat," kata pengurus Komunitas Heritage of Tionghoa Bangka (Hetika) Suwito Wu.

Pentas seni yang akan dilaksanakan pada Minggu (5/2) mulai sekitar pukul 19.30 WIB tersebut akan diisi dengan beberapa seni tari tradisional Tionghoa dari para siswa SD dan SMP Santa Maria Mentok, kesenian Barongsai Bun Ciang dan pertunjukan Wushu oleh atlet Wushu Melvano dan Fardian.

Melvano merupakan atlet wushu asal Mentok yang beberapa kali meraih prestasi di kejuaraan tingkat regional, nasional, dan internasional. Prestasi tertinggi yang pernah diraih adalah juara dua pada dua kategori berbeda, yaitu jurus shaolin selatan dan shaolin utara pada Kejuaraan Bali Internasional Kungfu Championship 2018 di Bali.

Pada kejuaraan internasional tersebut Melvano bersaing bersama 738 atlet dari berbagai daerah dan negara, antara lain Ukraina, Norwegia, Belanda, Macau, Cina, dan Singapura.

Penampilan Melvano pada malam pentas seni di pelataran Kelenteng Kong Fuk Miao Mentok diharapkan bisa menambah kebahagiaan para pengunjung sekaligus membangkitkan semangat para muda untuk tekun merawat kebudayaan.

"Meskipun pentas seni kali ini dikemas dengan sederhana, namun kami ingin memberikan kegembiraan pada perayaan Cap Go Meh," kata Suwito.

Pertunjukan ini awal yang baik untuk menggerakkan anak-anak muda, terutama para muda keturunan Tionghoa di daerah itu, untuk bersama-sama merawat budaya yang ditinggalkan generasi terdahulu.

Ia mengatakan berdasarkan cerita para tua-tua di daerah itu pada masa sebelum Orde Baru saat Cap Go Meh suasana meriah, bahkan para warga bersama-sama menggelar pawai, menggotong miniatur tepekong keliling lorong pasar.

"Meskipun butuh perjuangan, keteguhan hati dan kerelaan, kami berharap ini bisa menjadi awal yang baik, semangat baru menuju ke arah sana," katanya.

Cap Go Meh dirayakan bertepatan dengan jatuhnya hari ke-15 setelah peringatan Tahun Baru Imlek yang menandakan berakhirnya rangkaian perayaan Imlek. Cap Go Meh sebagai penanda penutupan semua rangkaian Imlek dan warga kembali beraktivitas seperti biasa.

Perayaan Cap Goh Meh tradisi turun-temurun dilakukan sejak masa Dinasti Han (206 SM-221 M) hingga sekarang oleh warga keturunan Tionghoa.

Pada tahun ini, pengurus Kelenteng Kong Fuk Miao Mentok juga memasang sekitar 700 lampion di dalam lingkungan kelenteng dan di lorong kawasan pasar yang menambah kemeriahan perayaan Tahun Baru Imlek di ujung barat Pulau Bangka.

Lampion sebagai penanda kegembiraan dan harapan mendapatkan kesejahteraan juga menghiasi seluruh rumah warga keturunan di daerah itu.

5 dari 5 halaman

Cap Go Meh di Bogor

Ribuan warga memadati acara festival budaya Bogor Street Festival Cap Go Meh yang berlangsung di sepanjang Jalan Suryakencana, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu sore kemarin.

Kemacetan sempat terjadi di jalur sistem satu arah (SSA) mulai dari Jalan Sudirman menuju Jalan Sumpur, Jalan Ir Djuanda menuju Jalan Sempur, Jalan Pajajaran hingga Tugu Kujang menuju Jalan Otista yang merupakan akses ke Jalan Suryakencana.

Kemacetan terjadi karena telah banyak pengunjung yang berlalu lalang melintas ke lokasi maupun menyeberang jalan untuk sekedar jajan di pedagang pinggir jalan.

Pada kegiatan ini, bukan hanya warga yang tumpah ruah di sepanjang jalan. Ratusan pedagang pernak-pernik serta kuliner jalanan pun memadati pedestrian.

Namun demikian, pada pukul 16.06 WIB pemberlakuan rekayasa lalu lintas oleh Satlantas Polresta Bogor Kota membuat akses Jalan Otista dari arah Tugu Kujang telah ditutup, sehingga kendaraan tidak lagi bisa memasuki area acara.

Masyarakat pun semakin memenuhi badan jalan untuk bisa berharap masuk ke area pertunjukan budaya. Bahkan, sebagian warga naik ke dinding pedestrian agar bisa melihat pentas budaya tersebut.

Nampak Kadishub Kota Bogor Eko Prabowo sempat mengawal angkot yang hendak menurunkan penumpang dan memastikan kendaraan mematuhi aturan lalu lintas.

Sementara itu, Kasatlantas Polresta Bogor Kota Kompol Galih Apria yang juga berada di lokasi mengatakan rekayasa lalu lintas dari Tugu Kujang telah diberlakukan sejak pukul 16.00 WIB agar kegiatan berjalan lancar. Kendaraan dialihkan lurus melaju di Jalan Pajajaran.

Kemudian, dari Arah Jalan Siliwangi dan Simpang Sukasari tidak boleh mengarah ke Jalan Suryakencana.

"Pengalihan arus akan berlangsung sampai jam 17.00 WIB, kami siaga secara situasional," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.