Sukses

Seret Mantan Petinggi Kampus, Begini Modus Korupsi Dana Penelitian di Universitas Islam Riau

Kejari Pekanbaru menyerahkan uang Rp400 juta kepada kas daerah yang merupakan pengembalian kerugian negara dalam korupsi penelitian UIR.

Liputan6.com, Pekanbaru - Kejari Pekanbaru menyerahkan uang Rp400 juta ke kas daerah Provinsi Riau. Uang itu merupakan hasil korupsi mantan petinggi di Universitas Islam Riau (UIR), Abdullah Sulaiman, yang disetorkan ke jaksa setelah kasusnya dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Penyerahan uang hasil korupsi itu dilakukan langsung oleh Kepala Kejari Pekanbaru Teguh Wibowo. Uang diterima perwakilan Badan Pengelola Aset dan Keuangan Daerah Provinsi Riau untuk disetorkan ke kas negara melalui Bank Riau Kepri Cabang Pekanbaru.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Pekanbaru Agung Irawan menjelaskan, Abdullah Sulaiman terlibat korupsi penelitian UIR pada tahun 2011-2012. Dia divonis bersalah 5 tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 10 Juni 2021.

Selain penjara, Abdullah Sulaiman juga didenda Rp300 juta atau subsidair 3 bulan kurungan. Abdullah juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian keuangan negara Rp1.877.728.670.

Sebelumnya, pernah ada dititipkan uang uang sebesar Rp670.500.000 ke jaksa oleh beberapa pesakitan, di mana Rp400 juta di antaranya diserahkan Abdullah Sulaiman. Uang itu awalnya dititipkan ke penyidik dan diserahkan ke Bank Rakyat Indonesia Cabang Pekanbaru.

"Setelah inkrah, maka penyidik menyerahkan uang tersebut ke kas daerah," kata Agung, Rabu siang, 10 November 2021.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sita Kekayaan

Agung menerangkan, jaksa masih berusaha memulihkan kerugian negara dalam kasus ini karena masih ada sisa Rp1.207.228.670. Uang itu harus dibayarkan selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap.

"Jika dalam jangka waktu tersebut terpidana tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," tegas Agung.

"Dalam hal dia tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun," sambung Agung.

Sebagai informasi, pada peradilan tingkat pertama Abdullah Sulaiman divonis penjara selama 4 tahun dan 8 bulan dan denda RpRp300 juta subsidair 3 bulan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1,8 miliar subsidair 2 tahun penjara.

Putusan itu sangat rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menginginkan Abdullah Sulaiman 7 tahun, denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan, dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp1,9 miliar subsider 3,5 tahun penjara.

Sama-sama tidak terima, Abdullah Sulaiman dan JPU kompak banding ke Pengadilan Tinggi Pkanbaru. Di lembaga peradilan tingkat kedua, hukumannya tetap sama hingga akhirnya perkara tersebut bergulir ke Mahkamah Agung.

3 dari 3 halaman

Laporan Fiktif

Abdullah melakukan tindak pidana korupsi bersama Emrizal selaku Bendahara Penelitian dan Said Fhazli selaku Sekretaris Panitia yang juga menjabat Direktur CV Global Energy Enterprise (GEE). Keduanya telah terlebih dahulu diadili dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan.

Perbuatan Abdullah bermula saat UIR mengadakan penelitian bersama Institut Alam dan Tamadun Melayu Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM). Lantaran tidak memiliki dana, kampus mengajukan bantuan dana ke Pemprov Riau.

Setelah pengakuan tersebut disetujui dan mendapat dana sebesar Rp2,8 miliar yang bersumber dari APBD Provinsi Riau tahun 2011-2012. Penelitian itu dilaksanakan dan berjalan dengan lancar.

Dalam laporannya, terjadi penyimpangan bantuan dana tersebut. Ditemukan beberapa item penelitian yang sengaja di-markup. Emrizal dan Said Fhazli membuat laporan dan bukti pertanggungjawaban fiktif hingga merugikan negara miliaran rupiah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.