Sukses

Penyesalan Eks Teller Bank Pelat Merah di Dumai Usai Curi Rp1,2 Miliar Uang Nasabah

Subdit Perbankan Reskrimsus Polda Riau menahan mantan teller bank pelat merah karena pernah mencuri uang nasabah Rp1,2 miliar saat masih bekerja.

Liputan6.com, Pekanbaru - HN menundukkan kepala begitu tahu sorot kamera mengarah ke wajahnya. Perempuan 29 tahun ini menempelkan jemari ke matanya sebagai isyarat tak mau diabadikan lensa ketika berada di ruang pemeriksaan Polda Riau.

Mantan teller Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kota Dumai ini bicara seperlunya saja. Apa yang ditanya, itulah kalimat yang meluncur dari bibirnya yang terbalut masker medis biru muda.

Warga Kota Dumai ini tak menyangka kebebasannya terenggut untuk beberapa tahun ke depan. Apa yang ditanamnya sejak Januari hingga Maret 2021 dituainya pada 16 September lalu.

HN kini menjadi tersangka kejahatan perbankan. Tak kurang dari Rp1,2 miliar uang delapan nasabah bank BUMN itu masuk ke kantong pribadinya untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

"Saya menyesal," ucap HN menggambarkan perasaan yang tak ada gunanya lagi karena perbuatannya itu, Selasa siang, 21 September 2021.

Sebelum ditahan, HN diduga pernah diminta mengembalikan uang hasil kejahatan perbankan oleh manejemen BRI. Tapi apalah daya, uang sudah habis. Salah satunya membayar utang karena terlilit pinjaman online.

Dia pun dipecat lalu dilaporkan nasabah BRI di Kota Dumai ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau. Setelah serangkaian penyelidikan hingga penyidikan, HN dijemput dari kediamannya di Kota Dumai.

"Sudah tak ada lagi uangnya, dari Januari lalu saya tarik dari nasabah," ujar HN masih tertunduk.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Palsukan Tanda Tangan

Tuduhan kejahatan perbankan ini tak bisa dielak. Banyak barang bukti yang disita penyidik Subdit II Reskrimsus Polda Riau, mulai dari slip penarikan, sejumlah rekening untuk menyimpan hasil kejahatan hingga kontrak kerja di BRI.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Ferry Irawan melalui Kepala Subdit II Reskrimsus Komisaris Teddy Ardian menjelaskan, ada delapan nasabah menjadi korban. Dilakukan sejak Januari hingga Maret 2021, tersangka bertransaksi belasan kali untuk delapan nasabah.

Nasabah tak pernah mengetahui aksi HN dalam beberapa bulan itu. Tahu-tahunya uang nasabah berkurang setelah mengecek saldo langsung ke bank.

"Untuk melancarkan aksinya tersangka memalsukan tanda tangan nasabah," kata Teddy.

Memalsukan tanda tangan nasabah begitu mudah bagi HN. Pasalnya, selama bekerja, tersangka akrab dengan tanda tangan nasabah apalagi memegang beberapa bukti transaksi.

Setelah transaksi ilegal itu, tersangka membuat catatan atau laporan palsu ke bank tempatnya bekerja. Jadi, seolah-olah ada transaksi oleh nasabah karena ada laporan tertulis.

"Terjadi pencatatan palsu pada dokumen atau transaksi bank," kata Teddy.

Setiap penarikan uang ditransfer tersangka ke rekening temannya. Hanya saja kartu ATM temannya tadi dipegang tersangka sehingga dia leluasa mengirimkan lagi ke rekening lain.

"Dikirim lagi ke beberapa bank atas nama tersangka," jelas Teddy.

3 dari 3 halaman

Uang Habis

Sejauh mana keterlibatan teman tersangka ini, penyidik masih mendalami. Tujuannya untuk mengetahui apakah teman tersangka tahu sumber uang dari mana atau ikut menikmati.

"Saat ini baru satu tersangka, masih dikembangkan ke pihak lain," ujar Teddy.

Adapun uang Rp1,2 miliar lebih hasil kejahatan perbankan oleh tersangka ini, penyidik sudah menelusuri. Hasilnya tidak ada uang lagi karena tersangka terlilit utang dari pinjaman online.

"Ada juga yang digunakan untuk keperluan pribadinya," tambah Teddy.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 49 ayat 1 huruf a juncto Pasal 49 ayat 2 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

"Ancaman maksimal adalah 15 tahun penjara," tegas Teddy.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.