Sukses

Polisi Tetapkan Tersangka Provokator dalam Eksekusi Lahan Sawit di Pelalawan

Direktorat Reserse Polda Riau mengusut PT PSJ karena masih memanen di lahan yang masuk dalam eksekusi di Kabupaten Pelalawan.

Liputan6.com, Pekanbaru - Penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Pelalawan menetapkan tujuh warga di Desa Gondai sebagai tersangka. Mereka dianggap sebagai provokator ratusan warga untuk menghalangi eksekusi lahan sawit seluas 3.323 hektare.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau Komisaris Besar Teddy Ristiawan menyebut empat tersangka sudah ditahan di Polres Pelalawan. Sisanya melarikan diri dan saat ini ditetapkan sebagai buronan.

Teddy menyebut para tersangka merupakan pengurus koperasi yang bermitra dengan PT PSJ. Di sana ada dua koperasi mitra PT PSJ, yaitu Koperasi GB dan SGS.

PT PSJ sendiri sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung berkebun tanpa izin di lahan seluas 3.323 hektare di Desa Gondai. Eksekusi putusan pidana itu sudah berlangsung sejak tahun 2020 dengan menumbangkan pohon sawit.

Kejaksaan Negeri Pelalawan sebagai eksekutor bersama Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Riau mengganti dengan bibit akasia dengan alasan pemulihan kawasan hutan. Pengamanan eksekusi, selain dilakukan polisi, juga melibatkan sekuriti PT NWR.

PT NWR turun tangan karena merupakan pelapor ke Mabes Polri. Dalam putusan itu juga ada kata Cq PT NWR.

Di samping itu, Polda Riau juga mengusut PT PSJ dengan dugaan pungutan fee manajemen dan potongan panen sawit kepada dua koperasi tersebut. Jumlah potongan panen dan fee manejemen untuk dua koperasi itu ditetapkan berbeda oleh PT PSJ.

Teddy menjelaskan, pada 16 Maret 2021 pihaknya menerima laporan penyerobotan lahan dari PT NWR yang diduga dilakukan oleh PT PSJ. Laporan itu masih berkaitan dengan proses eksekusi tersebut.

"Sudah ada 29 saksi diperiksa dari pengurus dua koperasi, warga setempat, pemilik lahan dan pihak PT PSJ," kata Teddy di Pekanbaru, Rabu malam, 25 Maret 2021.

Teddy menerangkan, PT PSJ pada tahun 1995 menanam sawit di lokasi dengan dalih mendapatkan izin dari kepala daerah. Seiring berjalannya waktu, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menerbitkan izin kawasan hutan untuk PT SRT.

Belakangan terjadi peralihan dari PT SRT ke PT NWR. Namun, PT PSJ tetap berkebun di lokasi sehingga dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri sehingga PT PSJ dinyatakan pengadilan bersalah melakukan perkebunan tanpa izin.

"MA menyatakan bersalah dan menjatuhkan denda Rp5 miliar kemudian lahan dikembalikan untuk pemulihan kawasan hutan," kata Teddy.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Arahkan ke TPPU

Awal tahun 2020, eksekusi lahan seluas 3.323 hektare mulai dilakukan. Prosesnya sering mendapatkan pertentangan dari masyarakat anggota dua koperasi yang bermitra dengan PT PSJ.

Hingga tahun ini, sudah ada 2.000 hektare lahan berhasil dieksekusi. Sisanya masih belum dieksekusi karena eksekutor menundanya dengan berbagai pertimbangan keamanan.

Menurut Teddy, sisa dari 2.000 hektare itu bukanlah milik warga tempatan. Hasil penelusuran, Teddy menyebut 1.000 hektare yang belum dieksekusi dimiliki pengusaha dari luar daerah.

"80 persen pengusaha dari luar, warga setempat tidak ada lagi," ucap Teddy.

Selama penundaan eksekusi, Teddy menyebut kepolisian menemukan ada aktivitas panen di lokasi. Ada sejumlah truk datang membawa hasil panen untuk dibawa ke PT PSJ.

Teddy menyebut PT PSJ masih berusaha menguasai lahan di sana. Perusahaan juga mewajibkan dua koperasi di lokasi menyetor hasil panen dengan jumlah berbeda.

"Untuk Koperasi Gondai Bersatu dipotong 33 persen, 67 persen ke masyarakat. Kemudian Koperasi SGS 13 persen, kemudian ada fee manajemen 2 persen," terang Teddy.

Menurut Teddy, pemotongan tidak dapat dibenarkan karena ada putusan MA terkait lahan itu. Diapun menyebut dalam waktu dekat bakal menetapkan tersangka.

"Pasal yang diterapkan adalah 385, kemudian 216 dan 480, ada juga tindak pidana pencucian uang," tegas Teddy.

Sebagai informasi, polemik lahan di Gondai bertambah setelah ada putusan MA terkait surat perintah eksekusi yang diterbitkan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Riau. MA menyebut surat itu tidak sah atau batal.

Sejumlah pengamat, mulai ahli pidana hingga pakar lingkungan hidup, silih berganti memberi pandangan soal eksekusi itu. Ada yang membenarkan eksekusi dan ada pula yang menyatakan mendukung masyarakat ataupun koperasi yang bermitra dengan PT PSJ.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.