Sukses

Banjir Bandang Melanda Sukabumi, Begini Penjelasan BMKG

BMKG memberikan penjelasan tertulis mengenai banjir bandang yang melanda Sukabumi Senin sore (21/9/2020).

Liputan6.com, Sukabumi - Banjir bandang melanda beberapa daerah di Kebupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin sore (21/9/2020). Menurut Forecaster on Duty Stasiun Klimatologi Bogor, Retno Kartika Ningrum, data curah hujan 21 September 2020 yang direkam oleh lima stasiun pengamat, antara lain Pos Polusi Udara Cibeureum, Stamet Citeko, ARG Rekayasa Cisadane, ARG Rekayasa Citeko dan ARWS Rekayasa Cibeureum didominasi oleh hujan sangat lebat.

Retno mengatakan, berdasarkan citra satelit himawari tanggal 21 September 2020 pukul 14.00 WIB sudah terpantau sel awan konvektif yang tumbuh di wilayah Sukabumi.

"Kemudian pukul 14.30 WIB awan mulai bergerak dan tumbuh di seluruh wilayah Bogor dan Sukabumi, yang merupakan awan konvektif signifikan dan terus bergerak meluas memasuki wilayah Bogor dan Sukabumi hingga meluruh pada malam hari pukul 21.00 WIB," ujar Retno, Selasa (22/9/2020).

Retno menuturkan sementara berdasarkan citra radar, tampak bahwa pada pukul 14.00 WIB tanggal 21 September terdapat pertumbuhan awan konvektif di wilayah Jawa Barat, khususnya di Bogor dan Sukabumi. Awan konvektif berupa Cumulonimbus terbentuk sangat cepat dan intensif, terlihat dari nilai reflektivitas yang cukup tinggi dan maksimum di wilayah tersebut dengan nilai sebesar 50 dBZ pada pukul 15.32 WIB.

Kesimpulannya sebut Retno, berdasarkan data curah hujan di sekitar Sukabumi dan Bogor, telah terjadi hujan yang cukup merata dengan intensitas yang bervariasi ringan hingga sangat lebat pada sore hingga malam hari. Akumulasi curah hujan yang cukup tinggi dari hulu dengan durasi yang cukup lama berpotensi menyebabkan naiknya luapan air sungai.

"Pada daerah dengan dataran yang cukup rendah hal ini berpotensi memicu terjadinya banjir bandang," kata Retno.

Belum lagi, kara Retno, pada September 2020 ini telah memasuki masa transisi, potensi hujan yang terjadi karena faktor pemanasan pada pagi hingga siang hari sehingga masih menyebabkan terbentuknya awan konvektif dengan jenis Cumulonimbus, yang berpotensi terhadap cuaca ekstrem, di antaranya angin kencang pada siang dan sore hingga menjelang malam hari.

Retno menambahkan, data suhu permukaan dari pagi hingga siang hari terjadi pemanasan yang cukup kuat. Sehingga hal ini mendukung proses pertumbuhan awan hujan, serta didukung oleh faktor lokal yaitu kelembaban udara yang basah.

"Menyebabkan peningkatan aktivitas pertumbuhan awan hujan konvektif dengan jenis Cumulus padat dan Cumulonimbus yang menyebabkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat atau petir serta angin kencang," terang Retno.

Berdasarkan pola sebaran angin 3000 ft pada 21 September 2020 pukul 19.00 WIB, pada umumnya angin yang melewati wilayah Jawa Barat dari arah Timur laut hingga Tenggara.

Terdapat Tropical Cyclon Dolphin (996 hpa) dan tekanan rendah di sekitar perairan Filipina membentuk pola sirkulasi siklonik, daerah pertemuan angin (konvergensi) serta belokan angin yang cukup signifikan di sepanjang Selat Karimata hingga Jawa Barat.

"Kondisi ini mendukung suplai awan-awan hujan di antaranya di wilayah Jawa Barat," tutur Retno. 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.