Sukses

Polemik Pembangunan Makam Tokoh Adat Sunda Wiwitan Cigugur

Masyarakat Adat Sunda Wiwitan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat kerap kali menghadapi berbagai persoalan terutama pada warisan leluhur mereka yang menjadi tanah komunal

Liputan6.com, Kuningan - Polemik masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan Cigugur Kabupaten Kuningan kembali terjadi.

Kali ini, sejumlah masyarakat adat mengeluhkan rencana pembangunan pasarean atau tempat pemakaman sesepuh masyarakat adat Sunda Wiwitan Cigugur yang terhenti.

Pemakaman tersebut rencananya diperuntukkan bagi sesepuh mereka, Pangeran Djatikusumah dan istrinya, Ratu Emalia Wigarningsih. Lokasi pemakaman di kawasan Curug Go'ong Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan.

"Alasannya karena meresahkan bahkan sampai dihembuskan menjadi tempat pemujaan. Padahal tidak ada justru tradisi kami gotong royong dan kami melarang berdoa di pemakaman setelah dimakamkan ya sudah tidak ada doa dan segala macamnya," kata Girang Pangaping Adat masyarakat AKUR Sunda Wiwitan, Kabupaten Kuningan, Okky Satrio Djati, kepada wartawan, Kamis (16/7/2020).

Dia menyebutkan, pada 29 Juni 2020, Pemkab Kuningan melayangkan surat teguran nomor 300/774/Gakda yang dikeluarkan oleh Satpol PP Kabupaten Kuningan isinya meminta agar pembangunan makam dihentikan.

Alasan penghentian yakni merujuk pada Perda No 13 tahun 2019 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Masyarakat adat, kata Okky, langsung mengajukan surat izin untuk pembangunan makam salah satu sesepuh Sunda Wiwitan tersebut.

"Kami bahkan audiensi dengan DPRD Kabupaten Kuningan sekaligus meluruskan kalau makam yang dibangun bukan tempat pemujaan. Bagi kami makam bukanlah tempat untuk berdoa," ujar dia.

Namun demikian, hasil audiensi dengan informasi yang disebarkan ke masyarakat berbeda jauh. Satpol PP Kabupaten Kuningan kembali mengeluarkan surat pada 6 Juli 2020.

Dalam surat tersebut dinyatakan akan dilakukan penyegelan. Ancaman penyegelan tersebut karena dianggap masih melakukan kegiatan pembangunan.

“Padahal kami tidak pernah membangun lagi sampai proses izin keluar. Bahkan surat pengajuan yang kami ajukan ke dinas terkait ditolak karena tidak ada juklak juknisnya. Kalau yang lain boleh bangun makam di tanah dan dengan adat istiadat sendiri kenapa kami tidak boleh,” ungkap Okky.

Hal serupa diungkapkan Djuwita Djatikusumah Putri, anak keenam dari Pangeran Djatikusumah. Menurutnya, secara perlahan tanah adat warisan leluhur Sunda Wiwitan Cigugur terancam habis.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Satpol PP

Dia menyebutkan, mulai dari Leuweung leutik, Tanah Mayasi, Paseban dan terakhir Curug Go’ong. Djuwita mengaku masih memiliki harapan yang sederhana.

"Harapan kami masyarakat AKUR Sunda Wiwitan tidak muluk-muluk kami hanya ingin hidup dengan damai di negara yang berfalsafah Pancasila, negara yang menjunjung tinggi perbedaan di antara sesama warganya," harap dia.

Terpisah, Kasatpol PP Kabupaten Kuningan Indra Purwantoro menyatakan surat teguran yang dilayangkan instansinya bukan melarang pembangunan makam.

Menurut Indra, pembangunan makam tidak diatur dalam perda atau regulasi sejenisnya. Indra mengaku dalam proses pembangunan makam tersebut ada bangunan tinggi menjulang yang diatur dalam perda.

"Di atas makam itu ada batu tinggi besar dan menurut Perda Nomor 13 tahun 2019 tentang IMB batu tersebut masuk dalam kategori bangunan nongedung yaitu tugu jadi bukan makamnya," ujar Indra saat dikonfirmasi di kantornya, Jumat (17/7/2020).

Dia mengaku sebelumnya sudah berdiskusi dengan instansi terkait lain tentang rencana pembangunan makam yang dilakukan oleh masyarakat adat Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan. Bahkan Indra mencari referensi lain tentang pengertian tugu di KBBI.

Dari hasil diskusi tersebut, dipastikan bangunan tinggi menjulang tersebut masuk kategori tugu. Oleh karenanya harus ada izin.

"Makanya kami hentikan dulu dan sudah beri peringatan sampai tiga kali. Kalau belum bisa menunjukkan izin juga sesuai SOP maka akan ada penyegelan dan itu tugunya ya," ujar dia.

Selama penyegelan, masyarakat AKUR Sunda Wiwitan diberi waktu sampai 37 hari kalender untuk mengurus izin. Jika sampai batas waktu yang ditentukan tidak dapat menunjukkan izin maka harus dibongkar.

Dia mengakui dalam polemik ini ada perbedaan persepsi antara pemerintah dengan masyarakat AKUR Sunda Wiwitan Cigugur Kabupaten Kuningan.

"Kalau bangun makam kami tidak mempersoalkan itu dan yang harus berizin itu pembangunan tugunya," ujar Indra.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.