Sukses

Jaga Keberagaman di Ruang Digital Lewat Toleransi

Media sosial merupakan platform efektif untuk menjaga semangat toleransi di kalangan generasi muda. Selain tidak terbatas ruang dan waktu, media sosial juga berguna untuk menyampaikan informasi secara cepat dan membentuk pola interaksi konten.

Liputan6.com, Jakarta - Media sosial merupakan platform efektif untuk menjaga semangat toleransi di kalangan generasi muda. Selain tidak terbatas ruang dan waktu, media sosial juga berguna untuk menyampaikan informasi secara cepat dan membentuk pola interaksi konten.

Hal inilah yang menjadikan pengguna media sosial selalu meningkat setiap tahunnya, dengan tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 77,02 persen. Namun, tingginya angka tersebut juga membuka ruang konflik di ruang digital, salah satunya adalah ujaran kebencian dan penyebaran hoax.

Beragam upaya pun dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang ditujukan untuk menjaga keharomonisan di ruang digital, salah satunya dengan literasi digital. Apalagi, Indonesia merupakan negara multikultural yang terdiri atas berbagai suku, ras, agama, dan etnik.

Relawan TIK Provinsi Bali, I Komang Suartama mengatakan miniminya sikap toleransi akan membuat di ruang digital akan dihiasi dengan ujaran kebencian. Ia juga mengajak masyarakat untuk menghindari perdebatan di ruang digital mengenai isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

"SARA tidak memiliki konotasi yang negatif, akan tetapi banyaknya kasus dan sikap intolerasi jadi merubah istilah tersebut menjadi konotasi yang negatif bagi sesorang," ujar I Komang saat disuksi pada Program Indonesia Makin Cakap Digital (IMCD), Jumat (16/3/2024).

Pria yang juga berprofesi sebagai trainer wordpress ini, mengajak masyarakat untuk memiliki sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan dlam berinteraksi di ruang digital. Sikap inilah nantinya yang akan membentuk ruang digital menjadi sehat dan ramah bagi masyarakat Indonesia.

I Komang menjelaskan, pemicu terjadinya SARA antara lain rasa stress, dendam, benci atau perasaan negatif lainnya yang dilampiaskan dengan cara menghina pihak tertentu. Bahkan rasa bangga berlebihan terhadap keyakinan, ideologi tertentu juga berpotensi.

"Jangan termakan opini publik yang sengaja membuat keributan, atau kerusuhan dengan menyebarkan kebencian terhadap pihak tertentu," tambah I Komang Suartama.

Ia juga mengajak masyarakat untuk mempertimbangkan dampaknya, sebelum memposting atau berbagi konten di ruang digital. Serta menghindari konten yang tidak terbukti kebenarannya, sehingga berpotensi memicu kebingungan dan menyinggung pihak lain.

 

Simak Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Etika di Ruang Digital

Hal senada dikatakan, Rektor Universitas Putra Indonesia, Astri Dwi Andriani. Menurutnya, ujaran kebencian umumnya dilakukan untuk mendiskreditkan, menyakiti seseorang dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi.

Astri Dwi Andrian juga menekankan pentingnya menerapkan toleransi dan etika ketika berinteraksi melalui ruang digital. Sebab, dalam dunia digital akun media seseorang bukan hanya sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun juga dengan karakter manusia sesungguhnya.

"Selalu berpikir kritis, tidak mudah percaya dengan semua yang didapat di internet," ungkap Astri Dwi Andrian.

Memperkaya konten mengenai toleransi di ruang digital juga dapat mempengaruhi opini publik yang positif. Sehingga generasi muda dapat menyuarakan aspirasi yang santun tanpa harus menyinggung pihak lain.

Sementara itu akademisi Universitas Dr. Soetomo, Meithiana Indrasari menilai sikap toleransi dibutuhkan sesorang saat berinteraksi di ruang digital. Hal itu untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila sebagai panduan karakter dalam beraktivitas sehari hari.

Menurutnya, nilai utama dari Pancasila antara lain saling menghormati perbedaan, memperlakukan orang lain dengan manusiawi, mengutamakan kepentingan Indonesia di atas kepentingan pribadi, memberi kesempatan setiap orang untuk berekspresi dan berpendapat, serta menerapkan budaya gotong royong.

Ia juga mengajak warganet untuk menggunakan bahasa yang sopan dan menghormati orang lain dalam berkomunikasi daring.Tak lupa, Meithiana juga mengingatkan masyarakat untuk membagikan yang konten menarik, terkait keberagaman dan toleransi di berbagai media sosial.

"Sebagai warganet harus menyadari bahwa, pengguna media sosial merupakan bagian dari negara yang majemuk, multikulturalis, sekaligus demokratis,"pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.