Sukses

Yang Aneh dalam Pembagian Beras Pemerintah di Semarang

Jika ingin membantu, seharusnya melalui program JPS sesuai prosedur dan karena memang penerima layak mendapatkannya, bukan karena profesinya.

Liputan6.com, Semarang - Kajian Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang menunjukkan ada yang aneh dalam pembagian beras dan kebutuhan dapur oleh lembaga negara. Keanehan itu terjadi pada penerima, yakni jurnalis atau wartawan. Pembagian ini dimaksudkan sebagai ‘bantuan’ terhadap dampak corona covid-19.

Hasil kajian AJI Kota Semarang, pembagian beras itu berdampak konflik kepentingan bagi jurnalis. Karena marwahnya jurnalis tak hanya mewartakan melalui karya. Jurnalis juga menggendong fungsi kontrol saat menyajikan informasi untuk publik.

“Bantuan itu tak sesuai prinsip-prinsip profesionalitas dan independensi jurnalis,” kata Edi Faisol, ketua AJI Kota Semarang.

Hal itu sudah diatur dalam Pasal 6 Kode Etik Wartawan yang diterbitkan oleh Dewan Pers. Pasal tersebut berbunyi Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Menurut AJI Kota Semarang, penafsiran pasal 6 kode etik produk Dewan Pers itu adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang bisa dan dikhawatirkan mempengaruhi independensi.

“Pemahaman jurnalis menghindari konflik kepentingan serta menolak segala bentuk suap adalah bagian dari sikap yang wartawan harus menjaga independensi. Di antaranya tidak memanfaatkan kepentingan pribadi, misal perlakuan istimewa karena sering meliput di daerah atau pos liputannya,” kata Edi Faisol.

Pemberian barang dan fasilitas kepada wartawan dalam bentuk apapun dari lembaga yang selama ini diliput seperti dari Pemprov Jateng dan Wali Kota Semarang dengan dalih bantuan dampak dari pendemi corona covid-19 tidak pas diterapkan.

Bantuan itu bukan bagian dari pengecualian demi kelancaran tugas profesi dalam kondisi khusus atau darurat. Karena maksud kondisi khusus atau darurat yang adalah liputan acara kepresidenan, daerah konflik dan zona akses khusus.

“Jadi Aji Semarang tegas menyatakan bahwa bantuan kebutuhan pokok untuk wartawan yang digelontorkan Pemprov Jateng dan Pemkot Kota Semarang dengan dalih apapun itu jelas-jelas tak tepat,” katanya.

Selain itu, AJI Kota Semarang menyatakan bahwa seharusnya pemerintah mengutamakan bantuan sesuai dengan alokasi penganggaran menghadapi Corona Covid-19 melalui program jaring pengaman sosial (JPS) untuk masyarakat terdampak sesuai kategori yang ditetapkan.

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

 

Simak video pilihan berikut

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Inilah Jalur Ideal

Jika memang ada wartawan yang misalnya karena kondisi ekonominya masuk kategori tidak mampu, seharusnya yang bersangkutan mendapatkan fasilitas dana jaringan pengaman sosial (JPS).

“Pemberiannya bukan karena dia wartawan, tapi karena dia sebagai warga negara berada dalam kondisi miskin sehingga memenuhi syarat untuk mendapatkan fasilitas tersebut,” kata Edi Faisol.

Kesejahteraan jurnalis dan pekerjanya, termasuk di era pandemi seperti saat ini, tetap menjadi tanggungjawab perusahaan media. Sesuai Pasal 10 Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang berisi kewajiban perusahaan memberikan kesejahteraan untuk pekerjanya.

“Pemprov Jateng dan Pemkot Semarang seharusnya memosisikan diri sebagai lembaga pemerintahan yang professional. Berani menindak tegas perusahaan media yang terbukti belum menyejahterakan jurnalis dan pekerjanya,” katanya.

Langkah itu selain profesional juga lebih baik dibanding memberikan bingkisan kebutuhan dapur yang tidak memiliki alasan jelas. Pemberian itu cenderung memanfaatkan penderitaan jurnalis akibat corona lewat bantuan sesaat.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.