Sukses

Menguji Eksistensi Kerajinan Tangan Anyaman Bambu Selaawi Garut pada Era Milenial

Kebudayaan kerajinan tangan mengayam bambu sudah berlangsung ratusan tahun lalu di sekitar masyarakat Selaawi Garut, Jawa Barat.

Liputan6.com, Garut Berkembang sejak zaman penjajahan Belanda di Tanah Air, perajin kerajinan tangan anyaman bambu kecamatan Selaawi, Garut, Jawa Barat, masih tetap ajeg berkarya hingga kini.

Produk mereka masih menjadi pilihan warga, terutama di tengah derasnya ancaman produk plastik asal Tiongkok saat ini.

Empat Fatimah (63), salah satu perajin anyaman bambu di Kampung Cijatun, Desa Selaawi, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut mengatakan, perjalanan masyarakat Selaawi menggeluti usaha anyaman dari bambu, sudah berlangsung lama.

"Kalau tahun pastinya saya tidak tahu, namun memang sudah lama, bahkan saat penjajahan Belanda pun sudah ada," ujar dia dalam obrolan hangatnya dengan Liputan6.com, Senin (8/7/2019).

Saat itu dirinya yang masih gadis sekitar 1965-an mulai menggeluti kerajinan tangan anyaman bambu dari ibunya. "Ibu saya bercerita jika jaman penjajah Belanda, sambil sembunyi bisa membuat anyaman," kata dia.

Melimpahnya potensi bambu tali atau bambu ikat di wilayah Selaawi, mendorong masyarakat menekuni usaha dari tanaman berbangsa bambuseae itu dengan telaten.

"Memang sejak lama kami dikenal sebagai salah satu pusat kerajinan anyaman bambu," kata dia.

Sebut saja antaman bambu untuk kebutuhan rumah tangga, seperti boboko, nyiru, ayakan, tolombong, tampir, wide, reng, jodang, cotong, cetok atau yang dikenal dengan caping, sebuah topi penutup kepala dengan ukuran besar dan lainnya, dengan mudah ditemukan di masyarakat.

"Jika didata ada sekitar lebih dari 50 jenis kerajinan," kata dia.

Hasilnya sungguh luar biasa, hampir seluruh rumah warga terutama yang berada di Jawa Barat dan sekitarnya, masih banyak yang menggunakan hasil kerajinan tangan anyaman bambu dari Garut itu.

"Memang tidak bisa dicegah produk China memang masuk, tetapi pangsa pasar kami memang berbeda," kata dia.

Bahkan, seiring maraknya rumah makan tradisional saat ini, pangsa pasar untuk kerajinan anyaman bambu terus dibutuhkan.

"Seperti piring, boboko mini, cukil dengan tampilan unik dan khas sunda, tentu tidak bisa digantikan dengan plastik, pasti menggunakan produk kami," ujarnya bangga.

Selain pangsa pasar lokal Garut dan Jawa Barat, penyebaran hasil kerajinan tangan anyaman bambu dari Selaawi pun, mulai merambah kawasan Sumatera dengan tujuan utama rumah makan tradisional.

"Kalau wilayah Jawa Barat paling banyak pesan dari Karawang, Purwakarta," ujarnya.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Proses Pembuatan

Empat menyatakan, bahan bambu yang digunakan untuk anyaman, berjenis jenis tali atau ikat. Dengan bahan itu, perajin kerajinan tangan masyarakat Selaawi, tampak terampil dan terbiasa menghasilkan kerajinan berkualitas.

"Asal ada kemauan, model apa pun bisa dibuat," ujar dia sedikit membocorkan urusan dapur produksi para pembuat anyaman dari bambu.

Meskipun demikian, ia mengakui sejak lama pengerjaan kerajinan tangan anyaman bambu merupakan kerja sampingan atau serabutan warga, di luar profesi utama sebagai petani.

"Namanya juga kerajinan tangan tidak terlalu capek, jadi selepas nyawah (bertani di sawah), baru mengerjakan anyaman," kata dia.

Bahkan, pada zaman penjajahan Belanda, pengerjaan anyaman bisa dilakukan di sela-sela tempat persembunyian, sambil menunggu redanya pertempuran. "Karena memang pengerjaannya tidak berat, fleksibel istilah anak sekarang," ujar dia sambil tersenyum ramah.

Sistem usaha yang digulirkan pun terbilang sederhana, para pengusaha memberikan pinjaman usaha atau modal, kemudian diganti dengan sejumlah barang hasil anyaman warga. "Besarnya (modal) tergantung kebutuhan dan barang yang kita perlukan," kata dia.

Tak ayal kondisi itu tidak menuntut perajin duduk berlama-lama hanya untuk mengerjakan produk anyaman. "Kadang ada yang mulai (nganyam) setelah bedug (zuhur), kadang ada yang sore, terserah mereka," kata dia.

Namun dengan pola kekeluargaan seperti itu, usaha kerajinan bisa berlangsung lebih lama, seiring perkembangan zaman. "Produk kami kan istilahnya bukan barang sekali pakai, mungkin bisa berbulan-bulan untuk sekali beli," kata dia.

 

3 dari 4 halaman

Minim Permodalan

Meskipun sudah dianggap sebagai produk kerajinan tangan unggulan daerah, tetapi hingga kini perhatian pemerintah untuk menyuntikkan modal bagi perajin terbilang minim.

"Mana ada ceritanya modal dari negara, kami ya berjuang sendiri," kata dia.

Padahal, dengan semakin masifnya produk berbahan plastik dari negeri tirai bambu China, perajin dituntut membuat inovasi baru, agar hasilnya bisa mengikuti perkembangan zaman.

"Ya itu kembali ke modal, sebab tidak sedikit pengrajin yang minta modal duluan sebelum pengerjaan," kata dia.

Bahkan kondisi itu, semakin parah dengan banyaknya mitra yang tidak membayar. "Misalkan pedagangnya meninggal dunia, atau bahkan kabur entah ke mana," kata dia.

Empat menyatakan, pola niaga yang dilakukan para pengusaha anyaman bambu masih terbilang tradisional, para agen atau pedagang diberikan barang, dengan sistem konsinyasi. "Risiko kerusakan ya dibagi dua lah," ujarnya.

Namun, keluhan yang disampaikan perajin Empat, ditanggapi berbeda oleh Camat Selaawi Ridwan Effendi. Menurutnya, pemerintah selalu terbuka dalam memberikan suntikan pemodalan, baik melalui perbankan atau langsung melalui pemda.

"Kan ada yang lewat perseorangan, lembaga termasuk kelompok perajin," kata dia.

Bahkan, seiring naiknya pamor kerajinan anyaman bambu Selaawi, banyak lembaga permodalan menawarkan suntikan dana dengan bungan cukup ringan. "Terserah kesiapan dari perajin itu sendiri," kata dia.

4 dari 4 halaman

Bambu Creative Center

Untuk mengumpulkan seluruh data termasuk potensi bambu Selaawi, Pemerintah Garut berencana membangun gerai Bambu Creative Center dalam waktu dekat.

“Rencana tahun ini tanah dulu, baru kemudian tahun depan pembangunannya," ujar Camat Selaawi Ridwan Effendi.

Menurutnya, tidak ada angka dan tahun pasti kapan kerajinan tangan anyaman bambu mulai berkembang di tanah Selaawi. Namun, hasil pendataan terbaru mencatat, kebiasaan warga sudah berlangsung lama sejak masa penjajahan berlangsung.

"Dahulu seluruh peralatan dapur kan berasal dari bambu, belum seperti saat ini," ujar dia.

Untuk itu, lembaganya mulai menyusun rencana, menyelamatkan sekaligus menginventarisasi dokumen soal kerajinan bambu masyarakat Selaawi. "Banyak yang sudah kami lakukan, salah satunya merencanakan Bambu Creative Center," kata dia.

Kedua, melakukan pendataan ketersediaan bahan baku, termasuk kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam proses pengolahan bambu. "Sudah by name by address, termasuk penyiapan produk payung hukumnya untuk melindungi mereka," ujarnya.

Bahkan, rencana studi banding dan field trip ke beberapa sentra bambu nasional, kerap dilakukan lembaganya untuk memberikan informasi bagi perajin.

"Tahun ini kita rencana kunjungan ke Cibinong Bogor untuk mempelajari konstruksi dari bambu, agar memberikan tambahan keterampilan bagi warga," papar dia.

Dengan upaya itu semua, diharapkan memberikan kemudahan bagi mereka para perajin kerajinan tangan Selaawi. "Pengolahan bambu di Selaawi itu sudah mengakar budaya di masyarakat dalam waktu lama sejak ratuan tahun lalu," ujarnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.