Sukses

Salam Pagi dari Konawe Selatan di Karnaval Tenun Sultra

Semua keindahan kabupaten penghasil nikel dan emas itu, disatukan dalam balutan busana rancangan desainer lokal pada Karnaval Tenun 2018.

Liputan6.com, Konawe Selatan - Kabupaten Konawe Selatan, merupakan wilayah di selatan Sulawesi Tenggara. Wilayah yang resmi berdiri sejak 2003 itu, menyimpan banyak kekayaan wisata alam dan budaya. Mulai dari air terjun Moramo, Pantai Namu, padang savana, wisata pertanian dan perikanan, menjadi andalan daerah yang menarik wisatawan asing.

Semua keindahan kabupaten penghasil nikel dan emas itu, disatukan dalam balutan busana rancangan desainer lokal pada Karnaval Tenun Sulawesi Tenggara 2018. Karnaval tenun Sultra 2018, diikuti 17 kabupaten dan kota se-Sultra. Dalam pawai tenunan itu, semua menampilkan tenunan khas terbaik dari daerah masing-masing.

Utusan Kabupaten Konawe Selatan menjadi fokus utama ribuan warga yang menonton ajang tahunan itu. Sebab, selain menampilkan warna busana yang menonjol, kontingen ini menjadi iring-iringan pertama dari ribuan peserta pawai lainnya.

Ikon kabupaten Konsel dibawakan oleh mantan finalis Puteri Indonesia asal Konawe Selatan, Sri Rahmiati Rembulan. Dalam Karnaval Tenun 2018, Sri Rahmiati didandani bagai seorang putri.

Sri tampil dengan tenunan asal Konsel yang didominasi kemilau warna kuning emas. Warna yang melambangkan kemakmuran dan kebaikan hati masyarakat Konsel.

Kemudian, Kalosara, benda semacam anyaman tikar terbuat dari rotan berbentuk segi empat. Memiliki nilai pemersatu dan perdamaian yang sangat sakral dalam kehidupan Suku Tolaki, suku asli Konawe Selatan. Kalosara ini, memuat aturan adat dan aturan agama dalam kehidupan masyarakat setempat.

Tenunan yang dipakai Sri juga menyertakan tanduk jonga (rusa) bercabang lima. Jonga melambangkan Konsel yang sebagai lokasi yang memiliki banyak hewan jonga.

Jonga juga melambangkan keperkasaan seorang lelaki (tanumerango). Tanduk bercabang lima ini, menggambarkan seorang pria perkasa (mokora) dalam segala aspek kehidupan masyarakat.

Selain itu, motif daun-daun berwarna hijau melambangkan pohon sagu. Pohon sagu, menjadi salah satu komoditas andalan masyarakat Konsel. 

Pohon sagu, nilainya seperti pohon kelapa bagi masyarakat setempat. Mulai dari daun hingga akar, bisa dimanfaatkan menjadi makanan dan banan bangunan dan kerajinan tangan.

Pohon sagu melambangkan kesejukan. Sebab, rimbunnya daun sagu menjadi tempat tepat untuk berteduh bagi petani. Daun sagu ini, dimanfaatkan juga oleh masyarakat untuk membuat atap rumah.

"Kesejukan pohon sagu, semoga dimaknai baik oleh masyarakat. Terlebih dalam menghadapi berbagai tantangan global yang dihadapi daerah ke depannya," ujar Lusiawati, staf Pariwisata Konsel, Kamis, 26 April 2018. 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mitos Air Terjun Moramo dan Tempat Mandi Bidadari

Lokasi pemandian air terjun Moramo, diabadikan desainer Fardan La Kare dalam busana tenun Konsel. Lokasi wisata ini, terletak di Kecamatan Moramo, salah satu wilayah paling ujung dari Kabupaten Konsel.

Air terjun ini bentuknya bertingkat. Dalam busana tenunan Konsel, air terjun Moramo dibuat berbentuk kereta. Bersama ikonnnya yang didandani bak bidadari, kontingen ini menjadi yang paling menarik perhatian warga.

Dahulu, air terjun Moramo dipercaya masyarakat sebagai lokasi tempat mandi bidadari dari kayangan. Para bidadari ini, dipercaya sebagai anak-anak dewa yang memilih air terjun Moramo sebagai lokasi bermain mereka.

"Itu kepercayaan leluhur, kami berusaha menghidupkan itu dengan menampilkan ikon wanita yang cantik bak bidadari yang berada di antara air terjun Moramo," ujar Asisten I Setda Konsel, Agussalim.

Kalosara merupakan lambang perdamaian dan kemajemukan masyarakat di daratan Konawe. Juga menjadi aturan adat dan agama yang dituangkan dalam sebuah anyaman berbentuk tikar.

Di wilayah Konawe, tercatat semua kabupaten menjadikan kalosara sebagai acuan dalam kehidupan sosial, mulai dari tata cara pernikahan, pertanian, dan berbagai upacara adat.

Kalosara, berbentuk seutas rotan yang dibuat melingkar. Kedua ujungnya berbentuk simpul, kemudian diletakkan di atas anyaman kain berbentuk bujur sangkar. Kalosara, juga digunakan ketika menyelesaikan pertikaian atau perselisihan dalam suku Tolaki, salah satu suku asli di Sulawesi Tenggara.

Tiga ujung rotan di Kalosara, dua tersembunyi dalam simpul dan ujung yang satunya dibiarkan mencuat keluar. Maknanya, jika menjalankan adat terdapat berbagai kekurangan, maka kekurangan itu tidak boleh dibeberkan kepada umum atau orang banyak. 

Lilitan tiga batang rotan mempunyai makna, sebagai kesatuan dari stratifikasi sosial orang Tolaki yang terdiri dari anakia (bangsawan), towonua (penduduk asli atau pemilik negeri) yang juga bisa disebut toono motuo (orang-orang yang dituakan) atau toono dadio (penduduk atau orang kebanyakan) dan o ata (budak). 

Selain itu, tiga lilitan rotan juga memiliki makna kesatuan dari keluarga, yakni bapak, ibu, dan anak sebagai unit awal atau unit terkecil yang jika digabungkan atas beberapa keluarga akan membentuk suatu masyarakat. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.