Sukses

Soal Tarif Jabatan di Pemkab Klaten, Ini Kata KPK

KPK telah memiliki data rinci tarif jabatan yang diduga ditransaksikan dalam kasus dugaan suap Bupati Klaten.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan jual beli jabatan di Pemerintahan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Penyidik KPK bahkan telah memeriksa puluhan saksi pada Jumat, 6 Januari 2017, terkait kasus yang menjerat Bupati Klaten Sri Hartini itu.

"Kami telah memiliki data rinci tarif jabatan yang diduga ditransaksikan dalam kasus Klaten. Saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) dilakukan didapatkan catatan keuangan tersebut. Dan kemudian dikonfirmasi dengan kegiatan-kegiatan di tingkat penyidikan," ucap Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah dalam pesan singkat yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Minggu (8/1/2017).

Adapun berdasarkan informasi yang dihimpun, kisaran harga atau tarif promosi jabatan eselon IV-II di Pemerintah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mulai dari jutaan hingga ratusan juta rupiah.

Tarif untuk eselon II SKPD dimulai dari Rp 80 juta hingga Rp 400 juta. Adapun eselon III golongan A bertarif Rp 40 juta hingga Rp 80 juta dan golongan B bertarif Rp 30 juta.

Sementara itu, eselon IV golongan A bertarif Rp 15 juta dan golongan B bertarif Rp 10 juta. Tak hanya itu, lelang jabatan diberikan kepada petugas TU di Puskesmas, dengan tarif Rp 5 juta-Rp 15 juta. Sedangkan jabatan tetap atau tidak mutasi bertarif Rp 10 juta sampai Rp 50 juta.

Catatan KASN

Kasus dugaan jual beli jabatan yang melibatkan Bupati Klaten Sri Hartini ibarat puncak gunung es. Berdasarkan catatan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), uang hasil jual beli jabatan di pemerintahan selama 2016 mencapai Rp 35 triliun.

Hal itu dikemukakan Ketua KASN Sofian Effendi dalam diskusi bertajuk "Refleksi Akhir Tahun Pemerintahan Jokowi dan Kontribusi KAHMI untuk Negeri" di Kampus Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, pada 2 Januari 2017, seperti Liputan6.com kutip dari laman resmi KASN, www.kasn.go.id.

"Kasus di Klaten, Jayapura, dan Jambi telah ditangani KPK dari puluhan dugaan kasus jual beli jabatan yang dilaporkan ke Kemendagri. Masih ada puluhan (kasus) yang belum terungkap. Uang hasil jual beli jabatan yang pernah terjadi di sejumlah institusi di Indonesia selama 2016, jika ditotal, diperkirakan Rp 35 triliun," ujar Sofian.

"Seperti di Klaten, misalnya, ada 850 jabatan dan dikalikan Rp 50 juta (uang suap), sudah berapa triliun? Belum yang jual beli formasi pegawai mulai Rp 75 juta hingga Rp200 juta," ia menambahkan.

Menurut mantan Rektor Universitas Gadjah Mada itu, penggantian jabatan secara massal seperti terjadi di Pemkab Klaten dapat menjadi salah satu indikator kuat adanya praktik jual beli jabatan di daerah lain.

Selain melakukan analisis penelusuran mandiri terkait dengan praktik jual beli jabatan, KASN juga menerima informasi dari laporan masyarakat dan media massa. "Salah satu faktor yang menyebabkan maraknya kasus jual beli jabatan ialah minimnya instansi yang menyelenggarakan seleksi jabatan dengan terbuka," Sofian memungkasi.

Tergantung Tinggi Rendah Jabatan

Adapun menurut juru bicara KPK, Febri Diansyah, ragam "harga" jabatan tersebut berbeda, tergantung tinggi rendah jabatan dan strategisnya jabatan.

"Jika KASN memiliki informasi tambahan, KPK dengan senang hati akan menerima informasi tersebut. Selain terkait penindakan, perlu dikoordinasikan lebih lanjut kemungkinan perbaikan sistem atau pencegahan," ujar Febri.

Febri menambahkan, KASN akan mendatangi Kantor KPK di Jakarta, besok atau Senin, 9 Januari 2017. Namun, ia tak memastikan kedatangan KASN terkait daftar tarif jual beli promosi jabatan di Pemkab Klaten atau tidak.

OTT KPK

Bupati Klaten Sri Hartini ditangkap dalam OTT KPK pada Jumat, 30 Desember 2016. Bupati Klaten periode 2016-2021 itu diduga menerima suap terkait mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Klaten.

Kepala Seksi (Kasi) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten Suramlan juga dicokok, karena diduga menyuap Sri Hartini.

Tim Satuan Tugas KPK mengantongi alat bukti berupa uang senilai Rp 2 miliar dalam pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu, yang dimasukkan ke dalam dua kardus air kemasan. KPK juga mengamankan uang USD 5.700 dan SGD 2.035.

Bupati Klaten Sri Hartini yang merupakan kader PDIP itu ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sedangkan, Suramlan dijerat sebagai pemberi suap. Dia disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.