Sukses

Mantan Komisioner KPU Usulkan Tak Perlu Ada Rekapitulasi Suara Berjenjang

Pada Pemilu Serentak 2019, dia juga mengusulkan supaya pemilu dipisah dan dilakukan dua kali dalam 5 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Ferry Kurnia Rizkiyansyah memberikan catatan pada Pemilu Serentak 2019. Menurutnya, ke depannya tak perlu ada rekapitulasi suara berjenjang. 

Hal itu dikatakan Ferry usai diskusi bertajuk 'Setelah Pemilu Serentak' di Gado-gado Boplo Resto, Jalan Cikini Raya 111, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2019).

"Kami di Netgrit mengusulkan tidak perlu ada rekapitulasi berjenjang. Cukup di TPS di foto, di-upload, langsung masuk ke data center KPU, udah selesai. Kalaupun nanti terjadi despute atau hal-hal yang perlu menjadi perhatian, itu tinggal dibuka saja nantinya," kata Ferry.

Menurutnya, hal ini perlu menjadi evaluasi dan menjadi perhatian bersama dari para pegiat pemilu, partai politik, dan legislatif. Sehingga di tahun 2020 sudah mulai proses revisi dan evaluasi aktivitas pemilu.

"Termasuk soal aspek tata kelola dari kelembagaan penyelenggara pemilu. Misal bimbingan teknisnya, pemberian mekanisme SDM yang qualified, sehingga tidak muncul lagi seperti ini," lanjut Ferry.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pemilu Diusulkan 2 Kali dalam 5 Tahun

Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu juga memberi catatan pada Pemilu serentak 2019. Dia mengusulkan supaya pemilu dipisah dan dilakukan dua kali dalam 5 tahun. Antara pemilu nasional dan lokal.

"Ini kan juga ada kaitannya dengan pemerintahan yang perlu dikuatkan, presidensial kah atau parlementer. Indonesia kan menganut presidensial, maka penguatannya adalah pusat dan lokal," kata Ferry.

"Nanti pemilunya ya 2024 pemilu nasional, 2026 setengah nanti pemilu lokal. Pemilu nasional memilih Presiden DPR dan DPD, lokal memilih Gubernur Walikota, DPR Provinsi dan Kabupaten," ucapnya.

Selain itu, Ferry turut berduka atas gugurnya ratusan petugas di Pemilu serentak 2019 karena kelelahan. Menurutnya, perlu ada evaluasi mendalam dari pihak penyelenggara. Namun, dia minta saat ini KPU fokus dalam soal rekapitulasi suara.

"Saya mengusulkan agar KPU dan Bawaslu tetap dalam proses rekapitulasi yang sekarang sedang ada di PPK dan akan berlanjut di kabupaten, kota, provinsi dan nasional. Fokus saja di sana. Bahwa kemudian ada teman-teman yang gugur, itu bisa dijadikan pelajaran pada evaluasi mendalam nantinya," tambahnya. 

3 dari 4 halaman

Saksikan video pilihan di bawah ini:

4 dari 4 halaman

Perlu Dilakukan Audit

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional, Ismail Rumadan menilai perlunya audit terhadap lembaga penyelenggara coblosan, tersebut. Terlebih dengan biaya yang sangat besar, ia menganggap Pemilu 2019 bisa dipersiapkan dengan matang.

"Anggaran KPU untuk penyelenggaraan pemilu itu cukup besar, kurang lebih Rp25 triliun sekian, sehingga harapannya KPU melaksanakan Pemilu ini penuh tanggung jawab," jelas Ismail, Jumat (26/4/2019).

Ismail kemudian memaparkan sejumlah persoalan pada Pemilu 2019 diantaranya, penyiapan kotak suara, data pemilih hingga pada penghitungan suara.

Karena itu, ia menganggap wajar apabila masyarakat menghendaki agar KPU segera diaudit dalam penggunaan anggaran.

"Mestinya dana yang begitu besar itu berimbang atau sebanding dengan proses penyelenggaraan pemilu yang baik dan berjalan dengan lancar," tandasnya.

Selain itu, Ismail juga prihatin atas meninggalnya 225 petugas KPPS. Ia meminta agar permasalahan ini disikapi secara serius oleh KPU serta pemerintah.

"Ini tentu kondisi kemanusiaan dan perlu mendapat perhatian serius, karena mereka di bawah yang menjadi korban ini mewakafkan diri untuk kepentingan negara dan kelancaran demokrasi," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.