Sukses

Ganjar: Demokrasi Kita Ada di Jurang

Calon presiden (capres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo, menilai gelombang protes dan petisi dari para profesor serta akademisi di banyak kampus adalah bukti bahwa demokrasi di Indonesia sedang terancam.

Liputan6.com, Jakarta Calon presiden (capres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo, menilai gelombang protes dan petisi dari para profesor serta akademisi di banyak kampus adalah bukti bahwa demokrasi di Indonesia sedang terancam.

Menurut Ganjar, kritik dari masyarakat, akademisi, dan para tokoh agama merupakan bukti kepedulian mereka terhadap nilai-nilai demokrasi yang belakangan ini dipermainkan.

"Saya hanya ingin menyampaikan saja, demokrasi kita ada pada jurang. Maka masyarakat sipil, tokoh masyarakat, agama, budayawan mengingatkan, termasuk kampus. Kampus itu punya kebebasan mimbar akademik, maka kalau mereka menyuarakan, maka nuraninya yang ada," ujar Ganjar Pranowo di Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2024).

Mantan gubernur Jawa Tengah itu menegaskan, kampus memiliki kebebasan akademik untuk menyuarakan pandangan mereka, dan tidak boleh ada yang mengintervensi. Apalagi memaksa untuk meminta civitas akademika menyanjung-nyanjung pemerintah.

Selain itu, politikus PDIP itu juga mengkritik adanya intervensi dari pemerintah terhadap rektor-rektor di sejumlah kampus untuk membuat pernyataan dukungan kepada pemerintah, meskipun rektor-rektor tersebut sebenarnya tidak setuju. Sebab, kata Ganjar, kenyataannya tidak sesuai.

"Para profesor mengatakan, aku mau cari apalagi kalau soal ini. Maka kalau ada yang diperintah untuk membuat tandingan statment untuk dukungan kepada pemerintah, menurut saya telat, dan membelokkan sebuah kejujuran dan fakta," kata Ganjar.

"Itu akan menyakitkan buat menunjukkan sebuah kebenaran," capres yang diusung PDIP, PPP, Perindo dan Hanura itu menegaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kritik Akademisi terhadap Jokowi Bisa Melahirkan Gerakan Mahasiswa

Sejumlah civitas dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia mengkritisi demokrasi jelang pemilu 2024. Protes dari para akademik dimulai oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 31 Januari lalu. Bak air bah, gelombang protes menyebar ke banyak kampus. Mereka menyuarakan nilai-nilai demokrasi yang rusak di bawah rezim Jokowi.

Direktur Eksekutif Indonesian Political Oponion (IPO), Dedi Kurnia, mengatakan kritik dan keresahan beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta berpotensi mengikis tingkat kepercayaan publik terhadap Presiden Jokowi.

Dedi menyebut, kini tidak hanya UGM melalui sivitas akademika yang terdiri dari guru besar, dosen, dan mahasiswa yang mengkritik melalui Petisi Bulaksumur Senada. Namun protes dengan hal senada juga sudah datang dari Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) yang berisi para rektor dari beberapa kampus.

"Mereka membuat pernyatan sikap yakni turut prihatin karena munculnya sikap tidak demokratis dan penyalahgunaan kekuasaan di pemerintahan saat ini," jelas Dedi seperti dikutip dari siaran pers diterima, Senin (5/2/2024).

Dedi menilai, suara akademisi dari perguruan tinggi mempunyai imbas kepercayaan publik. Jokowi bisa saja akan kehilangan kepercayaan publik itu jika gerakan deklarasi perguruan tinggi ini terus bergulir.

"Jadi bukan tidak mungkin akan lahirkan gerakan mahasiswa," ungkap Dedi.

Gelombang protes diyakini Dedi muncul karena pernyataan Jokowi beberapa waktu lalu bahwa kepala negara atau penjabat negara boleh memihak di pemilu 2024.

Meski diharuskan mengambil cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara, namun kenyataannya terdapat pembantu presiden tanpa cuti secara terang-terangan memihak salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden di masa kampanye ini. 

"Jokowi seharusnya mengevaluasi dengan melarang secara tegas anggota kabinet untuk turun berkampanye, termasuk dirinya," saran Dedi.

Dedi mewanti-wanti bahwa Presiden Jokowi tidak bisa berdalih hak politiknya sama dengan publik. Sebab presiden adalah pengecualian, karena memiliki pengaruh pada penyelenggaraan negara. Maka dari itu, Dedi menyarankan presiden untuk mundur dari jabatan jika ingin berkampanye.

3 dari 4 halaman

Anies: Kami Senang Kampus Tidak Tinggal Diam Melihat Kondisi Bangsa saat Ini

Calon presiden (capres) nomor urut 01 Anies Baswedan menilai sikap dari para intelektual universitas yang mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah bentuk kepedulian terhadap bangsa yang akhirnya tidak tinggal diam menyaksikan kondisi demokrasi saat ini.

"Kami senang bahwa kampus menyuarakan dan itu menunjukkan bahwa kampus peduli. Kampus tidak diam menyaksikan kondisi bangsa," kata Anies Baswedan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (2/2/2024).

Anies pun menilai sikap kritik dari civitas akademik sejalan dari apa yang selama ini disuarakan, terkait dugaan pemilu yang telah melenceng dari unsur demokratis.

"Kami sudah menyampaikan pesan ini sejak lama, menjaga netralitas, menjaga keadilan, wasit supaya menjadi wasit yang fair. Wasit yang tidak merangkap pemain, wasit yang tidak merangkap promotor," ucap Anies.

4 dari 4 halaman

Kubu Prabowo Nilai Ada yang Mendalangi Gerakan Para Civitas Akademika

Ketua Tim Kerja Strategis (TKS) Prabowo-Gibran, Bahlil Lahadalia, meyakini ada yang mendalangi gerakan dan petisi para civitas akademika kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahlil sudah memahami skenario dari gerakan tersebut.

"Ini skenario ini sudah paham sebagai mantan aktivis. Halah, ya sudahlah, mana ada politik tidak ada yang ngatur-ngatur. Kita tahu lah, ini penciuman saya sebagai mantan ketua BEM, ngerti betul barang ini. Terkecuali aku ini mahasiswa dulu kutu buku. Kita ini besar di jalan, gimana kita enggak paham gini-ginian," kata Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/2/2024).

"Saya dulu ini mantan aktivis 98, yang turun demo kan kita-kita ini dulu. Gerakan ini menurut saya ini gerakan yang ya gitu deh, ya kayak apa ya," ujar Bahlil.

Bahlil menilai gerakan yang seharusnya dimulai dari mahasiswa itu tidak berhasil. Sehingga, kini menyasar guru besar dan akademisi.

"Itu tidak berhasil, lalu kemudian melakukan agitasi di tingkat oknum-oknum guru besar. Mohon maaf kita harus hargai mereka juga, dengan harapan agar gerakan agitasi ini jalan. Tapi saya yakin lah rakyat dan mahasiswa itu bukan orang yang bisa diatur-atur begitu," tutur Bahlil.

Bahlil meminta agar setiap kritikan disertai dengan fakta dan bukti. Bahlil juga mengingatkan marwah perguruan tinggi tetap harus dijaga.

"Coba lihat di beberapa foto. Katanya civitas akademika independen, kok ada yang mengangkat jari dengan nomor tertentu? Kok ada salah satu ketua partai di situ? Yang benar aja, bos," ujar Bahlil.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.