Sukses

Mengacaukan, Mengganggu, dan Menghalangi Kampanye Pemilu Bisa Dipenjara 1 Tahun

Dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, juga diatur soal larangan bagi siapapun untuk mengacaukan, menghalangi atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama pemerintah dan DPR telah menyepakati tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2024, termasuk di dalamnya yaitu masa kampanye.

Adapun masa kampanye untuk Pemilu 2024 telah disepakati pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, juga diatur soal larangan bagi siapapun untuk mengacaukan, menghalangi atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu 2024.

Jika ada pihak-pihak yang melakukan hal tersebut, akan diancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

"Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)," demikian bunyi Pasal 491 Undang-undang Nomor 7 tentang Pemilu tahun 2017.

Selain itu, pada Pasal 495 ayat (1) juga diatur tentang pelaksana kampanye yang dengan sengaja mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kampanye Pemilu di tingkat kelurahan atau desa dapat dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Sedangkan di ayat (2) disebutkan bahwa pelaksana kampanye dan atau peserta kampanye yang karena kelalaiannya mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat kelurahan/desa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Adapun pada pasal 280 juga diatur hal-hal yang dilarang bagi pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu selama melaksanakan kampanye. Berikut rincianya.

  1. Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  3. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
  4. Menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
  5. Mengganggu ketertiban umum;
  6. Mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
  7. Merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
  8. Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
  9. Membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
  10. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu.

Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan:

  1. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
  2. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
  3. Gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
  4. Direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
  5. Pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga non struktural;
  6. Aparatur sipil negara;
  7. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
  8. Kepala desa;
  9. Perangkat desa;
  10. Anggota badan permusyawaratan desa; dan
  11. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.

Jika aturan itu dilanggar, peserta pemilu maupun tim kampanye terancam sanksi pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta. Hal ini tertuang dalam Pasal 521 Undang-undang Pemilu tahun 2017.

"Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)," demikian bunyi Pasal 521.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

KPU Ketok DPT Pemilu 2024, Jabar Terbanyak Jatim Kedua

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengetok daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak  204.807.222. Anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos memerinci, jumlah DPT tersebut terdiri dari 102.218.503 pemilih laki-laki dan 102.588.719 pemilih perempuan. 

"Itulah rekapitulasi nasional daftar pemilih tetap Pemilu 2024 oleh KPU," kata Betty saat rekapitulasi DPT tingkat nasional untuk Pemilu 2024 di Ruang Sidang Utama, Kantor KPU, Jakarta, Minggu 2 Juli 2023. 

Betty menyebutkan, para pemilih tersebut tersebar di 514 kabupaten/kota dan 128 negara perwakilan. Sementara itu, jumlah total tempat pemungutan suara (TPS), TPS luar negeri, kotak suara keliling (KSK), dan POS adalah sebanyak 823.220. 

Apabila dirinci berdasarkan pemilih yang akan menggunakan hak suaranya di dalam negeri, maka jumlah pemilih laki-laki adalah 101.467.243 dan jumlah pemilih perempuan sebanyak 101.589.505.

"Dengan jumlah pemilih se-Indonesia untuk dalam negeri Pemilu 2024 (adalah) 203.056.748," tutur Betty. 

Sementara itu, jumlah pemilih yang akan menyalurkan hak pilih di luar negeri adalah 751.260 pemilih laki-laki dan 999.214 perempuan, sehingga total pemilih luar negeri pada Pemilu 2024 adalah 1.750.474. 

Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak untuk Pemilu 2024, yakni dengan 35.714.901 pemilih. Disusul oleh Jawa Timur dengan 31.402.838 pemilih dan Jawa Tengah dengan 28.289.413 pemilih. 

Kemudian, Sumatera Utara dengan 10.853.940 di posisi keempat dan Banten dengan 8.842.646 pemilih di posisi kelima. 

"Ini lima provinsi yang paling banyak jumlah pemilihnya," ucap Betty. Sementara itu, provinsi dengan jumlah pemilih paling sedikit adalah Papua Selatan dengan 367.269 pemilih. Diikuti oleh Papua Barat dengan 385.465 pemilih dan Papua Barat Daya dengan 440.826 pemilih. 

"Kalimantan Utara dengan 504.252 pemilih dan Papua dengan 727.835 pemilih," ujar Betty.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini