Sukses

Soal Kecelakaan Pikap, Undang-Undang tentang LLAJ Dianggap Abu-Abu

Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan jenis pikap atau mobil barang yang bermuatan orang sering kali terjadi di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan jenis pikap atau mobil barang yang bermuatan orang sering kali terjadi di Indonesia.

Salah satunya peristiwa yang baru saja terjadi yaitu kecelakaan pikap yang membawa puluhan santri pesantren Miftahul Huda, di kawasan Greenlake, Cipondoh, Kota Tangerang, Minggu (25/11).

Menanggapi kasus kecelakaan tersebut, penggiat keselamatan jalan raya Jusri Pulubuhu menyatakan, kecelakaan tersebut sudah menyalahi aturan Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

"Pasal tersebut adalah UU No 22 Tahun  2009 pasal 137 ayat 4. Di mana kayaknya mobil truk atau angkutan barang boleh mengangkut penumpang dengan berbagai alasan," ujar Jusri kepada Liputan6.com, Selasa (27/11/2018).

Undang-undang tersebut juga menyebutkan bahwa kendaraan bermotor dikelompokan dalam beberapa jenis, sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus, mobil barang dan kendaraan khusus.

Untuk pikap sendiri pada dasarnya merupakan jenis mobil barang dan bukan diperuntukan bagi penumpang atau membawa manusia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aturan Abu-Abu

Jusri menyatakan, selain menyalahi fungsi kendaraan, kecelakaan ini juga sangat disayangkan karena ada pasal yang terasa abu-abu.

Berdasarkan UU No 22 Tahun 2009 pasal 137 ayat 4, bunyi dari pasal tersebut yakni mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali:

a. Rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai;

b. Untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau

c. Kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.

“Jadi seharusnya UU yang menyangkut keselamatan tidak ada toleransi, tidak ada eksepsi, kalau mau tegas,” ucap Jusri.

 

3 dari 3 halaman

Sanksi

Kata Jusri, secara rasio logika, seharusnya masyarakat yang melihat  perilaku ini dapat dicegah dari awal, karena ini menyangkut banyak orang.

Selain itu, sanksi yang diterima pengemudi yang membawa orang sebagai penumpang dianggap cukup ringan, yaitu sesuai dengan UU No 2002 pasar 303, dimana ‘Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang kecuali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu’.

Demikian juga jika pengemudi kendaraan bermotor lalai, sehingga mengakibatkan luka ringan, luka berat hingga meninggal dunia, setidaknya ancaman tersebut berupa kurungan selama 1-6 tahun dan denda Rp 2-12 juta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini