Sukses

Tips dari Lulusan Harvard: Cara Cerdas Bikin Belajar Efektif Bagi Anak

Hampir semua anak sangat ingin mempelajari keterampilan baru, tetapi sayangnya mereka ragu untuk berlatih karena takut gagal atau tidak akan pandai dalam hal itu.

Liputan6.com, Jakarta Hampir semua anak sangat ingin mempelajari keterampilan baru, tetapi sayangnya mereka ragu untuk berlatih karena takut gagal atau tidak akan pandai dalam hal itu.

Mereka ingin menjadi sempurna sejak awal atau setidaknya tidak mempermalukan diri mereka sendiri di depan publik.

Bahkan bagi orang tua, kegagalan terasa menakutkan. Semakin tinggi taruhannya, semakin dibutuhkan keberanian. 

Jadi, orang dewasa pun sering menahan diri untuk belajar dan mencoba hal-hal baru. Padahal, bersedia merangkul kegagalan dapat mengarah pada pembelajaran yang lebih efektif.

Sejatinya tidak ada pembelajaran tanpa kesalahan. Tetapi, budaya kita kerap kali mengajarkan anak-anak bahwa kesalahan itu berkaitan dengan perasaan malu hingga diejek atau bahkan diintimidasi oleh teman sebaya.

Inilah sebabnya Greg McKeown, lulusan Universitas Harvard yang penelitiannya berspesialisasi dalam kepemimpinan dan kesuksesan mengungkapkan betapa pentingnya anak-anak untuk menemukan cara dalam mengalami dan belajar dari kegagalan semudah dan semurah mungkin.

Misalnya, ketika anak-anak masih kecil, dia dan istri ingin mereka memiliki kesempatan tidak menjadi boros dengan uang dengan potensi kerugian yang masih rendah.

Keduanya lebih suka anak-anak membuat kesalahan dengan uang saku mereka ketika di antara usia delapan sampai sepuluh tahun daripada membuat kesalahan dengan gaji atau tabungan mereka sebagai orang dewasa.

Melansir dari CNBC, Kamis (8/4/2021), McKeown dan istrinya memberi anak mereka tiga toples kaca untuk membiasakan diri berpikir bahwa ada tiga kebutuhan yang dapat dilakukan dengan uang mereka. Satu untuk amal, satu untuk tabungan, dan satu untuk jajan. 

Ketika mereka menerima uang saku, terserah pada mereka untuk membagi uang. Keduanya pun tidak menyarankan berapa banyak yang harus dimasukkan ke dalam setiap toples.

Intinya adalah keinginan bagi anak-anak untuk belajar membuat keputusan secara mandiri, sekalipun itu buruk.

McKeown menyebut putranya pernah menghabiskan USD 40 hanya untuk mobil balap listrik dan kemudian menyesalinya. Seandainya dia menunggu beberapa minggu lebih lama, dia akan punya cukup uang untuk mendapatkan set LEGO yang dia inginkan lebih banyak.

Kini, anaknya tersebut sudah remaja dan menabung adalah kebiasaan yang tetap Ia tekuni. McKeown yakin hal ini karena putranya telah belajar dari kesalahannya sejak dini dimana risiko yang harus dihadapi lebih rendah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Setiap pencapaian besar dimulai dengan kegagalan

Guna membuat kemajuan yang mudah tentang apa yang penting, orang tua juga harus mendorong kesalahan sebagai ukuran pembelajaran.

Ini tidak berarti memberikan izin kepada anak-anak untuk secara konsisten melakukan pekerjaan berkualitas buruk, ini hanya melepaskan tekanan yang tidak masuk akal untuk selalu melakukan segalanya dengan sempurna dan benar.

Hal serupa juga pernah disampaikan oleh salah satu pendiri LinkedIn Reid Hoffman dalam filosofinya tentang kewirausahaan dan bisnis. 

"Jika Anda tidak malu dengan produk pertama Anda," katanya, "(Itu berarti) Anda terlambat merilisnya."

Daripada mempermalukan anak Anda ketika melakukan kesalahan, rayakan fakta bahwa dia telah berani untuk memulai. Daripada meremehkannya bahkan untuk kesalahan sekecil apa pun, berbanggalah dengan kenyataan bahwa dia kemungkinan besar tidak akan membuat kesalahan yang sama lagi.

Akan ada saat-saat di mana anak Anda merasa berada di bawah tekanan dengan beberapa tantangan yang telah dia ambil. Saat itu terjadi, bicaralah padanya seperti Anda akan berbicara dengan seseorang yang baru belajar berjalan.

“Kamu sudah mengambil langkah pertama. Kamu mungkin merasa goyah, tetapi kamu sudah (berani) memulai. Kamu akan sampai di tujuan (pada akhirnya).”

Reporter: Priscilla Dewi Kirana

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.