Sukses

Perludem: Dana Saksi Parpol `Politik Uang` yang Dilegalkan

Titi menduga, dana saksi adalah salah satu motif untuk lolos dari ambang batas masuk parlemen atau Parliamentary Threshold.

Pemberian dana saksi parpol untuk Pemilu 2014 sebesar Rp 685,03 miliar menuai kecaman. Dana saksi dinilai merupakan sebuah politik uang terselubung yang menguntungkan partai politik.

"Ini praktik politik uang yang dilegalkan karena menggunakan APBN, memanfaatkan uang rakyat," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada Liputan6.com, Senin (3/2/2014).

Titi mengatakan, adanya dana saksi parpol menunjukkan penyelenggaraan pemilu yang tidak baik. Partai politik tidak melayani rakyat dengan memberikan info atau visi misinya, namun sibuk menjamin kepentingan mereka. Padahal, saksi parpol merupakan tanggung jawab partai.

Titi menduga, dana saksi adalah salah satu motif untuk lolos dari ambang batas masuk parlemen atau parliamentary threshold. Hal ini lantaran ada sekitar 500.000 TPS yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan adanya 1 orang saksi parpol saja, maka mereka sudah memperoleh suara 500.000 suara.  

Hal ini bisa lebih karena tidak ada jaminan saksi parpol tersebut mengajak keluarganya untuk memilih partai yang bersangkutan. Apalagi saksi parpol dibayar Rp 100.000 per hari.

"Jadi ini bukan sekedar akal-akalan, tapi sudah dibungkus politik uang yang dilegalkan negara," kata dia.

Dia berharap dana saksi dibatalkan. Saat ini pemerintah masih menggodok peraturan presiden (Perpres) terkait pencairan anggaran honor saksi partai politik di tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu 2014.

"Kita harus galang kekuatan, kalau ada manipulasi untuk loloskan suap besar-besaran kepada rakyat. Ini politik uang yang dilegalkan karena menyogok pemilih," kata dia.

Kementerian Keuangan telah menyetujui anggaran Rp 685,03 miliar digunakan untuk pembiayaan saksi partai politik pada saat hari pemungutan suara atau tiap saksi dapat Rp 100 ribu per hari. Namun demikian, Kementerian Keuangan masih menunggu peraturan presiden (Perpres) untuk mencairkan dana tersebut. (Mvi/Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini