Sukses

Menangkis Pedang Bermata Dua Stockholm

Pemerintah akan meninjau ulang hubungan diplomatik dengan Swedia dalam waktu dekat. Terutama setelah Stockholm menolak menindak Hassan Tiro Cs. Ini adalah ujian bagi kalangan diplomat RI.

Liputan6.com, Jakarta: Berita terkini seputar Operasi Pemulihan Keamanan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, boleh jadi, menjadi pengiring sarapan pagi bagi sekitar 100 pelarian politik asal Aceh di Kota Nordsborg, Swedia, sejak pekan keempat Mei silam. Di kota kecil sekitar 20 kilometer sebelah selatan Stockholm itu memang terdapat Kampung Aceh. Mereka umumnya mendiami blok-blok apartemen sejak 1980-an. Komunitas itu dipimpin oleh Teungku Hassan Muhammad Tanjoeng Bungong alias Hassan Tiro, kelahiran 4 September 1930 di Tiro, Pidie. Dialah sang inspirator Acheh Sumatra National Liberation Front (ASNLF) alias Gerakan Aceh Merdeka pada 4 Desember 1976 di Gunung Halimon, Pidie.

Selain di Nordsborg, sejumlah tokoh penting GAM lainnya bermukim di Ibu Kota Swedia, Stockholm. Mereka dikabarkan serius mencermati setiap perkembangan medan laga di Tanah Rencong. Sejumlah petinggi GAM di Swedia disebut-sebut mengendalikan anak buah mereka yang tengah bertempur dengan TNI/Polri via fasilitas short message service pada telepon selular. Hassan Tiro Cs memang licin dan berlindung di balik ketiak pemerintah Swedia yang telah memberi suaka politik bagi mereka. Meski puluhan tahun bermukim di luar negeri serta telah menjadi warga negara Swedia, Hassan Tiro dan kawan-kawan hampir selalu memegang peranan penting pada setiap perundingan GAM dengan pihak RI.

Terakhir, Hassan Tiro Cs yang selalu memimpikan Aceh merdeka menolak tiga opsi yang disodorkan pemerintah untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai pada Tokyo Meeting, 19 Mei silam. Ketiga syarat tersebut, yakni menerima Undang-undang Otonomi Khusus NAD, menyelesaikan Aceh dalam kerangka Negara Kesatuan RI, dan meletakkan senjata. Maka, beberapa jam kemudian, Presiden Megawati Sukarnoputri mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 28/2003 tentang Darurat Militer di Provinsi NAD. Sejak itulah, wilayah Serambi Mekah kembali bersimbah darah. Korban tewas tak hanya dari anggota GAM atau personel TNI/Polri, rakyat sipil yang tak berdosa pun menjadi korban.

Operasi militer memang bertujuan memulihkan keamanan dengan memburu atau menumpas anggota GAM di seluruh wilayah Tanah Rencong. Pemerintah dan TNI juga berupaya memisahkan rakyat sipil dari pengaruh GAM. Meski operasi militer menjadi pilihan utama, pemerintah tak melupakan jalur diplomatik. Buktinya, pertengahan Mei silam, Indonesia melayangkan nota resmi kepada pemerintah Swedia untuk menindak para pemimpin GAM yang kini menetap di negara tersebut. Di antaranya, Hassan Tiro (mantan Kepala Bagian Riset Konsulat Jenderal RI di New York, Amerika Serikat, 1950 awal, masa pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo), Zaini Abdullah, Muhammad Syafei (Komandan Angkatan Bersenjata GAM), dan Malik Mahmud (Menteri Luar Negeri GAM) yang berada di Stockholm.

Namun, Swedia seperti sebuah pedang bermata dua. Di satu sisi mengakui kedaulatan NKRI, di sisi lain melindungi Hassan Tiro Cs. Seperti dikemukakan Juru bicara Departemen Luar Negeri Marty Natalegawa, pemerintah Swedia menolak permintaan Indonesia. Surat balasan Menlu Swedia Anna Lindh tertanggal 28 Mei 2003 itu diterima Deplu RI pada Sabtu pekan silam. Sedangkan juru bicara Kementerian Luar Negeri Swedia Lars-Olof Lundberg melalui perwakilan di Indonesia menyatakan, hanya akan mengikuti hukum Swedia dan tidak bersedia mengusir warganya. "Indonesia tak melampirkan bukti bahwa Hasan Tiro telah melanggar hukum Swedia," ucap Lundberg.

Alasan Lundberg, Swedia tak bisa menindak warga negaranya yang melanggar hukum negara lain seperti Indonesia. Terlebih, Indonesia dinilai tak mampu menjelaskan tindakan apa yang harus dilakukan pemerintah Swedia. "Surat [dari Indonesia] hanya menyatakan agar kami mengambil tindakan (taking measure). Tapi tindakan macam apa?" ujar Lundberg, mempertanyakan. Sejauh ini, menurut Lundberg, pemerintah Swedia hanya melobi Hassan Tiro agar mematuhi hukum Indonesia dan mencoba kembali ke jalan damai.

Pihak Stockholm memang boleh bersilat lidah. Tapi yang jelas, pemerintah Indonesia telah beberapa kali melobi Swedia agar menindak Hassan Tiro Cs. Di awal bulan silam, misalnya. Menlu Hassan Wirajuda menyatakan Indonesia akan mengumpulkan dan menyerahkan bukti tambahan keterlibatan Hassan Tiro dalam aktivitas GAM. Menurut Wirajuda, pemerintah memiliki bukti dan dokumen dari berbagai sumber sejak beberapa tahun silam, termasuk soal kegiatan Hassan Tiro yang mengontrol kegiatan GAM di lapangan dari Swedia. Bukti itu, lanjut Hassan, menunjukkan GAM dan Hassan Tiro telah melakukan pemberontakan. "Berkaitan dengan tindakan-tindakan terorisme yang dilakukan GAM belakangan ini. Sebetulnya sudah menjadi rahasia umum. Tapi kita akan kompilasikan," jelas Wirajuda.

Selain itu, Wirajuda menambahkan, pemerintah juga akan mengirimkan fakta lain yang menguatkan bahwa Hassan Tiro menjadi wakil perundingan dari pihak GAM. Wirajuda juga menyebutkan, keterkaitan GAM dalam berbagai kasus bom di Indonesia juga akan dijadikan bukti agar pemerintah Swedia mau menindak anggota GAM yang berkewargaanegaraan Swedia itu.

Berkaitan dengan desakan pemerintah, Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Da`i Bachtiar mengungkapkan, Polri telah mengirimkan red notice atau peringatan mendesak kepada Markas Interpol di Paris, Prancis. Pengiriman surat itu dilampiri bukti-bukti aksi teror yang dilakukan GAM. Da`i menambahkan, negara-negara lain terutama Malaysia dan Thailand menyatakan bersedia menangkap anggota GAM yang berada di negaranya. Kapolri juga menyatakan, penangkapan tokoh GAM Hassan Tiro sangat tergantung kepada itikad baik pemerintah Swedia untuk bekerja sama dengan Indonesia. Apalagi, Negeri Skandinavia itu adalah anggota Interpol. Sayangnya, hingga saat ini, pemerintah Swedia mengaku belum menerima surat permintaan dari Interpol.

Keinginan Indonesia untuk menyeret Hassan Tiro Cs memang agak sulit. Ganjalan utama adalah ketiadaan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Swedia. Kendala lain, para pelarian politik mancanegara memang kerap meminta suaka politik kepada Swedia dan Swiss. Sementara sebagai negara netral yang memberikan suaka politik, Swedia terikat konvensi internasional untuk memberikan perlindungan kepada individu berdasarkan alasan perikemanusiaan, agama, diskriminasi, ras, dan politik.

Hal yang mungkin dapat ditempuh Indonesia adalah melalui tiga jalur, yakni diplomasi, politik, dan hukum. Pertama, meyakinkan Swedia melindungi Hassan Tiro Cs bukanlah tindakan terhormat. Pemerintah Indonesia juga harus meyakinkan Swedia bahwa sejumlah pentolan GAM tersebut jelas-jelas terbukti melanggar hukum Indonesia. Terakhir, ahli-ahli hukum Indonesia semestinya merumuskan pasal-pasal pelanggaran Hassan Tiro dan kawan-kawan.

Sikap Swedia yang melindungi Hassan Tiro dan sejumlah petinggi GAM jelas membuat Indonesia kecewa. Hubungan diplomatik antara RI dan Swedia pun di ujung tanduk. Konfirmasi tak sedap itu jelas membuat pemerintah risau. Itulah sebabnya, Marty Natalegawa mengungkapkan, pemerintah kemungkinan akan mengambil sejumlah tindakan tertentu berkaitan dengan hubungan kedua belah pihak, seperti penurunan hubungan diplomatik. "Diharapkan bisa dibahas pada rapat kabinet terbatas sesegera mungkin," ucap Natalegawa, mantap.

Menurut Marty, Deplu juga telah menggelar rapat intern sehubungan masalah ini sejak Sabtu hingga Ahad silam. Deplu pun sudah menelaah serta mengidentifikasi beberapa opsi berkaitan jawaban Swedia tersebut. Rencannya, seluruh opsi itu menjadi bahan rujukan pemerintah untuk bersikap.

Penolakan Swedia juga disayangkan Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Letnan Jenderal TNI Sudi Silalahi. Menurut Sudi, sikap Swedia sangat inkonsistensi dan kontradiksi. Dia mengaku tak habis pikir. Sebab, dalam kesempatan yang sama Swedia pun mengaku mendukung kedaulatan Indonesia. "Ini berarti mereka menempatkan hubungan diplomasi pada tingkat yang rendah dengan kita (Indonesia)," cecar Sudi.

Dia menyayangkan pula pernyataan Swedia yang mengatakan tak mempunyai bukti tindak pidana yang dilakukan petinggi GAM berkewarganegaraan Swedia. Menurut Sudi, hal itu mustahil. "Buktinya nggak terhitung saking banyaknya. Dengan mata mereka (Swedia), bisa lihat sendiri dengan jelas," tegas Sudi.

Bila demikian, hubungan Indonesia-Swedia sudah benar-benar di tubir jurang. Bahkan, tambah Sudi, bukan tak mungkin pemerintah akan memutus hubungan bilateralnya dengan Swedia. Dan, pemerintah tak perlu ragu untuk itu. Toh, tambah Sudi, dari segi perekonomian Indonesia tak akan merugi. "Yang utama adalah keutuhan NKRI," ungkap Sudi.

Pernyataan Indonesia tak akan merugi bila menyetop hungan dengan Swedia juga pernah dilontarkan Ketua MPR Amien Rais. Bahkan, Amein mengaku rela mengandangkan mobil Volvo-nya sebagai bukti atas kekecewaannya. Demikian pula Wakil Presiden Hamzah Haz. Atas nama pribadi, Ketua Partai Persatuan Pembangunan ini bahkan mengusulkan Indonesia menarik duta besarnya di Swedia dan sebaliknya memulangkan dubes Swedia dari Indonesia.

Memang Indonesia tak akan pernah rugi bila melepas bisnis dengan Swedia. Hitungan kertas, volume dan nilai perdagangan RI-Swedia terbilang kecil. Berdasarkan data 2002, rata-rata nilainya sekitar US$ 350 juta per tahun. Produk dalam negeri yang diekspor ke sana di antaranya tekstil, furnitur, dan sepatu. Sementara menurut catatan Swedia 1997, Indonesia adalah pasar ekspor terbesar nomor 29 setara dengan Malayasia dan Thailand. Ekspor utama Swedia ke Tanah Air berupa peralatan telekomunikasi, mesin, dan produk enjinering, termasuk mobil sedan Volvo. Hubungan dagang dengan Swedia lebih memberi nilai surplus bagi negara itu dibanding Indonesia, karena Swedia hanya menyerap produk Indonesia senilai total 1.400 juta Swedish Krona.

Wacana kemungkinan pemutusan hubungan diplomatik dengan Swedia terus bergulir. Namun, menurut Natalegawa, pemerintah tak berencana menginternasionalisasikan masalah Aceh dengan membawa kemelut ini ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Keterangan ini jelas bertolak belakang dengan statemen Wakil Presiden Hamzah Haz, pekan silam. Hamzah mengecam sikap pemerintah Swedia yang tak mau menahan Hassan Tiro, Zaini Abdullah, dan Malik Mahmud yang diduga mendalangi terorisme di Indonesia. "Jika upaya diplomasi gagal, Indonesia akan membawa kasus Hassan Tiro ke PBB," kata Wapres.

Menyoal usulan pemutusan hubungan diplomatik dengan Swedia, ternyata para anggota DPR masih bersilang pendapat. Ada yang setuju dan tak sedikit yang menolak. Padahal, sebagian besar anggota Dewan sempat menyokong penuh penerapan Darurat Militer. Ketua DPR Akbar Tandjung termasuk yang sependapat dengan ide pemutusan hubungan dengan Swedia. Menurut Akbar, keputusan itu baru diambil jika upaya pemerintah untuk menekan pemerintah Swedia untuk menyerahkan Hassan Tiro Cs tidak digubris Stockholm.

Berbeda dengan Akbar, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Roy B.B. Janis justru berharap pemerintah tidak buru-buru memutuskan hubungan diplomatik dengan Swedia. Dia juga menolak usulan untuk memboikot produk Swedia, seperti mengandangkan mobil merek Volvo yang dipakai para pejabat negara.

Terlepas dari itu, apapun yang akan diputuskan nanti, pemerintah tetap harus merebut perhatian dan simpati rakyat Aceh yang sudah menderita cukup lama. Dengan demikian, gerakan separatis tak kembali tumbuh subur di Tanah Rencong.(ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.