Sukses

Defense Diplomacy, Strategi Membangun Keamanan Maritim di Natuna Utara

Senior Advisory Indo-Pacific Strategic Intelligence (IPSI), Laksamana Muda TNI (Purn) Surya Wiranto mengatakan, dalam menghadapi tantangan di Laut Natuna Utara diperlukan strategi yang mengintegrasikan prinsip-prinsip pertahanan dan diplomasi.

Liputan6.com, Jakarta - Senior Advisory Indo-Pacific Strategic Intelligence (IPSI), Laksamana Muda TNI (Purn) Surya Wiranto mengatakan, dalam menghadapi tantangan di Laut Natuna Utara diperlukan strategi yang mengintegrasikan prinsip-prinsip pertahanan dan diplomasi. Dia menyebut strategi itu dinamakan Defense Diplomacy.

“Strategi ini menjadi instrumen krusial dalam menjaga keutuhan wilayah Indonesia dan membangun hubungan yang kuat dengan negara-negara tetangga," kata Surya Wiranto saat mengisi Kuliah Pakar - Prodi Keamanan Maritim yang bertajuk bertajuk "Dinamika Laut China Selatan Dalam Perspektif Keamanan Maritim: Tantangan, Peluang, dan Kolaborasi Regional" di Universitas Pertahanan Republik Indonesia, Senin (4/3/2024).

Surya Wiranto dalam perkuliahan tersebut membawakan makalah berjudul “Pertaruhkan Eksistensi Hak Berdaulat NKRI di Laut Natuna Utara” yang menekankan bahwa Strategi Defense Diplomacy juga harus melibatkan kerjasama dalam bidang pertahanan.

“Hanya dengan strategi yang matang dan kolaborasi yang kuat, Indonesia dapat memastikan keamanan dan stabilitas wilayahnya, serta memperkuat posisinya sebagai pemain kunci di kawasan Asia Tenggara,” jelas dia.

Senada dengan itu, Pakar lain yang turut berpartisipasi dalam acara tersebut adalah Pengamat maritim dari IKAL Strategic Centre DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.Mar, dengan makalah yang berjudul "Klaim Ten Dash Line China Dari Perspektif Kedaulatan Indonesia".

Dia menjelaskan, Laut Cina Selatan merupakan perairan penting bagi keamanan dan stabilitas kawasan Asia Tenggara dengan luas sekitar 3.500.000 kilometer persegi.

“Laut ini merupakan jalur pelayaran internasional yang menghubungkan Asia dengan Eropa dan Amerika, dengan satu per tiga transportasi maritim dunia melewati wilayah ini, membawa perdagangan senilai US$3 triliun atau 40 ribu triliun rupiah per tahun," jelas Marcellus Hakeng Jayawibawa.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sejarah Maritim

Terakhir sebagai pemateri, turut hadir Johanes Herlijanto, Ph.D sebagai Dosen Universitas Pelita Harapan dan Ketua Forum Sinologi Indonesia yang membawakan makalah berjudul "China, Laut China Selatan, dan Laut Natuna Utara."

Dia menceritkan, soal sejarah hubungan maritim antara Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok (RRC) memiliki tantangan kompleks terkait klaim atas Laut China Selatan (LCS), termasuk sebagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara (LNU).

“Maka penting bagi Indonesia untuk memperkuat penegakan hukum di wilayah kedaulatannya, terutama di LCS yang merupakan bagian penting dari hak berdaulat Indonesia. Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI Angkatan Laut (AL) memiliki peran krusial dalam menjaga keamanan dan integritas wilayah perairan Indonesia," Johanes menandasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.