Sukses

Dilaporkan ke Dewas KPK, Alexander Marwata Siap Klarifikasi soal Kasus Kementan

Alexander Marwata menyebut hingga kini masih belum mengetahui penyebab dirinya dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik dalam menangani kasus korupsi di Kementan.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku tak tahu dirinya dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas KPK) berkaitan penanganan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).

"Saya nggak tahu, makanya tadi saya bilang kan, kalau yang dilaporkan saya, ya sudah, saya sudah bilang, emang gua pikirin?," ujar Alex dalam keterangannya dikutip Jumat (12/1/2024).

Alex menyebut hingga kini masih belum mengetahui penyebab dirinya dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik dalam menangani kasus korupsi di Kementan.

"Kaitannya apa pun saya nggak tahu. Apakah ada komunikasi ke Kementan, kalau itu seingat saya saya nggak pernah. Karena saya nggak punya nomor teleponnya Kementan," kata Alex.

Alex menyebut, jika yang dilaporkan berkaitan dengan dugaan adanya komunikasi antara pimpinan KPK dengan pihak Kementan, menurut Alex salah alamat jika yang dilaporkan adalah dirinya. Alex mengklaim tak pernah berkomunikasi dengan pihak Kementan.

"Berarti bukan saya dong, kalau itu ya, kalau misalnya yang dilaporkan terkait dengan melakukan kontak atau WA-an, saya nggak punya kontaknya Kementan," ucap Alex.

Namun demikian, Alex menyatakan siap membantu Dewas KPK berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik ini. Alex menyebut siap memberikan klarifikasi kepada Dewas KPK jika keterangannya dibutuhkan.

"Ya seperti biasa lah, kan klarifikasi doang. Aalagi kan?," kata Alex.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dewas Sebut Ada 2 Pimpinan KPK yang Dilaporkan

Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Albertina Ho mengungkapkan ada dua pimpinan KPK yang diadukan ke Dewas terkait dengan kasus dugaan korupsi di lingkup Kementerian Pertanian (Kementan).

"Pimpinan yang dilaporkan dua, NG (Nurul Ghufron) dan AM (Alexander Marwata)," kata Albertina Ho di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2024).

Albertina berharap publik tidak langsung mengambil kesimpulan soal pengaduan yang dilayangkan. Mengingat aduan tersebut masih harus diklarifikasi terlebih dulu.

"Ini baru namanya pengaduan, baru diklarifikasi, belum tentu juga benar kan," ujarnya.

Meski tidak menjelaskan secara rinci, Albertina mengungkapkan bahwa pengaduan tersebut dibuat atas dugaan menggunakan pengaruh pada jabatannya.

"Yang dilaporkan itu menggunakan pengaruhnya," kata Albertina.

Mantan hakim tersebut menambahkan bahwa pengaduan yang diterima Dewas KPK masih terkait dengan kasus dugaan korupsi di lingkup Kementerian Pertanian, namun dalam kasus yang berbeda dengan kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Masih lingkup Kementan tapi berbeda, pengaduannya juga berbeda," tutur Albertina.

3 dari 3 halaman

Syahrul Yasin Limpo Tersangka

Diketahui, KPK telah resmi mengumumkan status mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

Selain Syahrul Yasin Limpo, KPK menjerat dua anak buah Syahrul Yasin Limpo, mereka yakni Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.

Johanis menyebut, Syahrul Yasin Limpo menugaskan Kasdi dan Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.

"Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya mengumpulkan sejumlah uang dilingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekertaris di masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD4 ribu hingga USD10 ribu," kata Johanis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini