Sukses

HEADLINE: Anggota BPK Pius Lustrilanang Terseret Kasus Suap Penjabat Bupati Sorong, Pengusutannya?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan keterlibatan Anggota VI BPK Pius Lustrilanang dalam kasus suap pengondisian temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah sorotan publik soal kasus dugaan pemerasan yang menyeret nama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Lembaga antirasuah kembali melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat penyelenggara negara.

Kali ini, Tim satgas KPK mengamankan Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso termasuk pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Papua Barat Daya dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Penangkapan ini berkaitan dengan pengondisian temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Papua Barat Daya tahun 2023. Total ada 10 orang yang diamankan KPK dalam OTT tersebut.

"Dalam kegiatan tangkap tangan ini, tim KPK mengamankan 10 orang pada Minggu, 12 November 2023 yang berada di dua wilayah berbeda yaitu di Kabupaten Sorong dan Jakarta," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Adapun, 10 orang tersebut yakni, Efer Segidifat (ES) selaku Kepala BPKAD Kabupaten Sorong, Maniel Syatfle (MS) selaku Staf BPKAD Kabupaten Sorong, Yan Piet Mosso selaku Pj Bupati Kabupaten Sorong, Abu Hanifa (AH) selaku Kasubaud BPK Papua Barat, David Patasaung (DP) selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK.

Kemudian, Anggota Tim Pemeriksa BPK Dzul F Dengo (DFD), Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing (PLS), Staf BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat David Martumbur (DM), Security BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat Eko Purwanto (EP), dan Tenaga Ahli BPK Febian Julius (FJ).

Tak hanya itu, Firli menyebut pihaknya juga akan mendalami dugaan keterlibatan Anggota BPK lain yakni Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pius Lustrilanang dalam kasus dugaan suap pengondisian temuan pemeriksaan BPK tersebut.

"Tentu keterkaitan Anggota VI BPK perlu sih meminta keterangan karena kita bekerja secara profesional," ujar Firli.

Firli mengatakan, Mantan Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Fraksi Gerindra itu bakal dipanggil dan diperiksa penyidik lembaga antikorupsi dalam proses penyidikan kasus dugaan suap tersebut.

Keterangan Pius Lustrilanang dibutuhkan dalam pengusutan kasus yang menjerat Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso dan Kepala BPK perwakilan Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing.

"Perlu keterangan dan bukti-bukti. Karena prinsipnya kita bisa melakukan penyidikan tentu taat azas arti penyidikan itu sendiri," kata Firli.

Namun demikian, Firli menyebut tak mau tergesa-gesa dalam mengusut hal itu. Pasalnya, ruang kerja Pius Lustrilanang sudah disegel tim penyidik KPK. Penyegelan itu dilakukan dalam rangka menjaga status quo agar ruangan tersebut tetap steril.

"Saya pastikan penyegelan ruangan tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan atau janji yang dilakukan oknum BPK yang sudah dilakukan penangkapan dan penahanan hari ini," kata Firli.

Terkait hal itu, Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo menilai, lembaga antirasuah harus bergerak cepat mengusut dugaan keterlibatan Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pius Lustrilanang dalam kasus suap pengondisian temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Terlebih, KPK telah melakukan penyegelan dan penggeledahan di kantor yang bersangkutan.

Menurutnya, penggeledahan yang dilakukan KPK bisa saja menjadi sinyal atau petunjuk adanya barang bukti atau keterlibatan Pius dalam kasus rasuah yang menjerat Pj Bupati Sorong tersebut.

"Ya berarti kalo digeledah sudah bener, jadi ketika suatu tempat disegel bukan main-main tentu ada petunjuk kenapa disegel, tapi kalau kita lihat dari sini apakah ada keterkaitan BPK Papua Barat dengan Pius ini yang mungkin akan ditelusuri penyidik berikutnya, kalau disegel kan harus digeledah, nah artinya memang diduga tempat adanya barbuk," kata Yudi kepada Liputan6.com, Rabu (15/11/2023).

Lebih lanjut, Yudi mengatakan, banyaknya kasus yang melibatkan anggota BPK juga telah menjadi sinyal adanya kerentanan di internal BPK yang tidak bisa terhindar dari adanya kasus rasuah.

Untuk itu, Yudi berharap terbongkarnya kasus anggota BPK Papua Barat Daya tersebut bisa menjadi momentum BPK untuk melakukan bersih-bersih internal dan bisa memperkuat diri dalam hal kewenangannya sebagai badan pemeriksa.

"Kita berharap mereka berbenah bahwa kewenangan BPK mengaudit bisa disalahgunakan, terkait WTP misalnya atau hasil temuan audit, Sepertinya BPK sendiri secara internal harus mengawasi anggotanya," ucapnya.

Sementara itu, Ahli Hukum Margarito Kamis menilai, dugaan keterlibatan Anggota VI BPK Pius Lustrilanang dalam kasus suap pengondisian temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya belum memiliki bukti yang jelas.

Sebab, kata Margarito, belum ada fakta yang disajikan secara terbuka, kredibel dan objektif oleh KPK terkait hal tersebut.

"Kan belum cukup jelas dia memiliki peran apa tindakan dia apa. Level keterlibatannya juga belum cukup jelas. Mengapa belum cukup jelas? Karena belum ada fakta yang disajikan secara terbuka secara kredibel dan secara objektif yang dengan itu bisa diambil konklusi bahwa dia begini dan begitu," kata Margarito kepada Liputan6.com, Rabu (15/11/2023).

Margarito menyebut, sejauh ini dirinya juga belum bisa mengasosiasikan Pius sebagai pihak yang terlibat dalam tindak pidana korupsi. Hal itu dikarenakan belum adanya alasan yang kuat terkait dugaan keterlibatannya di kasus rasuah Pj Bupati Sorong.

"Jadi menurut saya sejauh ini dia tidak bisa dikoalisikan sebagai orang yang terlibat dalam tindak pidana korupsi itu. Walaupun dianggap terlibat belum ada alasan yang cukup untuk menyatakan dia melakukan tindak pidana korupsi," jelasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perlu Upaya Serius dan Komperhensif Bersihkan BPK

Adapun Koordinator IM57+ Institute M Praswad Nugraha menilai, kasus yang melibatkan Anggota BPK dalam OTT Pj Bupati Sorong telah menunjukan bahwa korupsi yang terjadi di BPK tidak dapat dinafikan tidak terjadi secara terbatas.

Sehingga menurutnya, hal itu membutuhkan upaya serius dan komprehensif dalam penanganannya.

"Kasus ini bukanlah kasus pertama karena telah terungkapnya skandal yang melibatkan BPK ditangani KPK maupun Kejaksaan. Hal tersebut mengingat besarnya kewenangan BPK dalam berbagai bisnis proses di Indonesia baik penegakan hukum maupun pencegahan," ujar Praswad dalam keterangan yang diterima, Rabu (15/11/2023).

Praswad menyebut, terbongkarnya berbagai kasus anggota BPK harusnya menjadi momentum strategis untuk melakukan perbaikan menyeluruh serta untuk menguatkan fungsi BPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Untuk itu, ia menekankan harus ada proses perbaikan yang menyeluruh untuk memastikan tata kelola pemerintah. Proses perbaikan itu, kata Praswad, harus dilakukan melalui dua pendekatan.

"Pendekatan pertama adalah proses penegakan hukum harus dilakukan secara setuntas-tuntasnya. Tidak terbongkar sampai keakar-akarnya kasus BPK saat ini akan menyebabkan masih belum dipertanggungjawabkannya pihak yang terlibat dalam kasus yang terjadi. Proses penyidikan dan penuntutan harus dikembangkan dan tidak tebang pilih sehingga tuntas," ujarnya.

"Sedangkan, langkah lain, adalah perlu adanya upaya aksi nasional untuk menyusun program secara komprehensif dalam mengindentifikasi potensi korupsi dalam bisnis proses dan mebangun quick wins dalam penanganan kasus secara tuntas," sambungnya.

Di sisi lain, Praswad menjelaskan bahwa BPK sejatinya mempunyai fungsi strategis baik dalam aspek pencegahan maupun penindakan korupsi. Selain itu, BPK juga mempunyai fungsi dalam mendukung proses penindakan, khususnya dalam kaitan penggunaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi.

"Artinya, ketika BPK berfungsi secara optimal, bebas korupsi dan independent maka 80 persen persoalan korupsi akan terselesaikan karena terindentifikasi sejak tahap pemeriksaan awal terkait anggaran khususnya pada korupsi pengadaan barang dan jasa," jelasnya.

BPK Minta Maaf

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah meminta maaf atas keterlibatan anggota BPK dalam kasus tindak pidana korupsi yang menjerat Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso.

"Pada kesempatan ini sekaligus kami meminta maaf kepada masyarakat atas berbagai kejadian belakangan ini yang diduga melibatkan oknum BPK," ucap Nyoman saat Konferensi Pers di Gedung KPK.

Nyoman menegaskan, pihaknya tidak mentolelir dan akan menindak tegas bagi anggota BPK yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam jenis apapun.

"Secara internal, BPK tidak mentolerir dan BPK memastikan akan menindak tegas oknum BPK yang terbukti pelanggaran kode etik maupun disiplin pegawai," ucapnya.

Adapun terkait dugaan keterlibatan Anggota BPK Pius Lustrilanang dalam kasus tindak pidana korupsi Pj Bupati Sorong. Nyoman mengaku belum bisa menanggapi hal itu. Namun ia memastikan akan menindak siapa pun anggota BPK apabila melakukan dugaan pelanggaran etik.

"(Terkait dugaan keterlibatan Pius Lustrilanang) kami tidak bisa merespon di sini karena kebetulan hari ini bicara mengenai kasus yang disampaikan KPK tadi. Tapi dari yang kami sampaikan tadi secara implisit sudah terjawab sebetulnya bahwa kami akan menindaklanjuti apapun adanya dugaan-dugaan pelanggaran etik di BPK," ucapnya

3 dari 4 halaman

Kronologi OTT Pj Bupati Sorong yang Menyeret Pius Lustrilanang

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri membeberkan kronologi Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Pj Bupati Sorong Yen Piet Mosso dan Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing.

Dalam OTT itu tim penindakan KPK mengamankan 10 orang pada Minggu, 12 November 2023 di Kabupaten Sorong dan DKI Jakarta.

Firli mengatakan, KPK awalnya mendapat informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan penyerahan sejumlah uang pada penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengondisian temuan hasil pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya.

Tim KPK mendapat informasi adanya penyerahan uang dari Yan Piet Mosso untuk Abu Hanifa, David Patasaung, dan Dzul F Dengo sebagai perwakilan Patrice Lumumba Sihombing di salah satu hotel Sorong pada Minggu, 12 November 2023.

"Tim KPK segera bergerak dan terbagi menjadi dua tim untuk langsung mengamankan YPM, ES, MS, AH, DP di Sorong sedangkan untuk PLS diamankan di Jakarta," kata Firli.

Dari kegiatan tersebut, tim KPK juga mengamankan uang tunai sekira Rp1,8 Miliar dan satu buah jam tangan merek Rolex. KPK kemudian membawa para pihak yang terjaring tersebut berikut barang bukti ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

"Selanjutnya para pihak yang diamankan beserta barang bukti dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan permintaan keterangan," jelas Firli.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan adanya kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan enam orang sebagai tersangka. Keenam tersangka tersebut yakni Yan Piet Mosso, Efer Segidifat, Maniel Syatfle, Patrice Lumumba Sihombing, Abu Hanifa, serta David Patasaung.

"KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka," ungkap Firli.

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 14 November 2023 sampai dengan 3 Desember 2023 di Rutan KPK.

Terbaru, KPK juga telah menggeledah ruang kerja Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pius Lustrilanang. Penggeledahan dilakukan setelah tim penindakan KPK menyegel ruangan Pius. Hanya saja Ali belum bersedia menjelaskan detail soal penggeledahan tersebut.

"Benar (ruang kerja Pius Lustrilanang digeledah)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (15/11/2023).

4 dari 4 halaman

Profil dan Harta Kekayaan Pius Lustrilanang

Pius Lustrilanang adalah aktivis dan politikus yang lahir pada 10 Oktober 1968. Ia adalah anak dari pasangan Fransiska Sri Haryatni dan Profesor Djamilus Zainuddin.

Nama Pius sebelumnya mencuat ketika dia melaporkan kepada Komnas HAM terkait penculikannya oleh sekelompok orang tidak dikenal selama dua bulan. Saat itu, Pius merupakan Sekretaris Jenderal Solidaritas Indonesia untuk Amien dan Mega (SIAGA).

Saat ini, Pius dikenal sebagai Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan politikus Partai Gerindra. Melansir dari beberapa sumber, Pius pernah menempuh pendidikan sekolah menengah di Yogyakarta dan tamat pada 1987.

Ia kemudian menempuh perguruan tinggi di Universitas Parahyangan dengan jurusan Hubungan Internasional (HI). Kemudian ia juga menjadi guru besar Fakultas Teknik Kimia di Universitas Sriwijaya, Palembang.

Sebagai seorang aktivis Pius sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan advokasi terutama untuk membela masyarakat kecil yang tertindas. Di antaranya Pius pernah membela para petani di Badega, Jawa Barat.

Mengutip pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Pius Lustrilanang mencatat kekayaan Rp 9.738.861.141 atau Rp 9,73 miliar. Pius Lustrilanang melaporkan harta pada 31 Maret 2022 untuk jenis laporan 2021.

Rincian kekayaan itu terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 5,34 miliar. Pius Lustrinang memiliki enam bidang tanah dan bangunan yang merupakan hasil sendiri. Tanah dan bangunan itu tersebar di Bogor dan Jakarta Timur.

Selain tanah dan bangunan, ia memiliki alat transportasi dan mesin senilai Rp 985 juta. Alat transportasi dan mesin itu terdiri dari mobil BMW tahun 2021 senilai Rp 400 juta, Toyota Voxy tahun 2020 senilaiRp 350 juta, dan mobil Toyota Fortuner tahun 2018 senilai Rp 235 juta. Ketiganya merupakan hasil sendiri.

Ia juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 95 juta dan surat berharga Rp 540 juta. Pius Lustrilanang juga mengantongi kas dan setara kas senilai Rp 2,77 miliar. Ia tidak memiliki harta lainnya dan utang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.