Sukses

Kominfo Antisipasi Fenomena Misinformasi di Masyarakat Jelang Pemilu 2024

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel A. Pangerapan menegaskan bahwa sangat penting kecepatan dalam menyampaikan informasi dari badan atau lembaga yang memiliki otoritas.

Memilih Untuk Indonesia-Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel A. Pangerapan menegaskan bahwa sangat penting kecepatan dalam menyampaikan informasi dari badan atau lembaga yang memiliki otoritas. Ia menilai, Indonesia bisa berkaca dari pandemi Covid-19 di mana masyarakat mengetahui informasi dari media yang tidak kredibel sehingga menimbulkan persoalan di masyarakat.

"Fenomena misinformasi muncul karena informasi atau fakta dari badan otoritas yang punya kewenangan, terlambat menginformasikan kepada publik," tegasnya dalam siaran pers Kominfo RI, Kamis (19/10/2023).

"Kekosongan itulah, orang dari yang dengarnya 10% dikembangkan menjadi 100%. Perlu juga kecepatan pada lembaga yang mempunyai otoritas terhadap isu tersebut untuk memberikan informasi," jelas Samuel.

Ia pun mengungkapkan, peran serta para peserta Pemilu sangat penting dalam membantu meminimalisir banjir disinformasi. Samuel menyebut, peserta Pemilu memiliki basis pendukung yang setiap hari selalu dibanjiri beragam informasi.

"Harus ada integritas dari para pesertanya karena kalau tidak, pengikutnya akan lebih kacau. Untuk itu juga perlu yang namanya channel-channel resmi dari pada para peserta sebagai rujukan. Kalau ada persoalan, check and re-check-nya di situ," ungkap Samuel.

Dirinya menilai, hasil survei dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Google Indonesia dapat menjadi referensi penetapan program ataupun mengkaji ulang program yang sudah ada di Kementerian Kominfo. 

"Saya sangat berterima kasih dengan hasil kajian ini, mungkin kita bisa berkolaborasi lebih dalam lagi. Karena banyak sekali program terutama dalam pencegahan hoaks. Kita punya program literasi digital, jangan-jangan fokus literasi digital kita yang perlu diperbaiki atau ada program lain yang perlu diperbaiki," ujar Samuel. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Misinformasi Sudah Terjadi

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes mengatakan bahwa misinformasi sudah terjadi jelang Pemilu 2024. Dirinya menyebut, terjadinya misinformasi tersebut, setelah pihaknya melakukan observasi sederhana penyebaran pemberitaan tentang Pemilu 2024.

"Kita melakukan observasi sederhana, mendeteksi penyebaran misinformasi itu sudah di mulai. Meski, penyebaran misinformasi tersebut masih terbilang rendah, tapi sudah dimulai," katanya.

ia juga menyoroti, kasus misinformasi yang terjadi pada Pemilu 2014 dan 2019. Arya menilai bahwa misinformasi itu lebih banyak mengarah kepada Jokowi, bahkan sampai menciptakan polarisasi di masyarakat.

"Pemilu 2014 dan 2019, pemilu sebelumnya tren penyebaran informasi sangat tinggi, polarisasi di masyarakat juga tinggi. Ketika itu, pak Jokowi jadi sasaran misinformasi paling banyak," ujarnya.

Arya menjelaskan bahwa CSIS mendapatkan data soal misinformasi melalui mesin pencarian Google, yakni pada fitur Google Trends untuk mencari isu paling banyak dicari masyarakat.

"Kami kemudian melihat seberapa besar isu itu melusuri Google Trends. Pencarian masyarakat Maret-Mei (2023) mengalami penurunan, Juni naik, karena isu pemilu di dorong dari manuver politik Presiden Jokowi," jelasnya.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini