Sukses

DPR Harap Polisi Usut Dugaan TPPU Kasus Penipuan Daging Kerbau WN India

Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengatakan pentingnya pengusutan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus penipuan jual beli daging kerbau yang melibatkan warga India, Sathya Vrathan Biju.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengatakan pentingnya pengusutan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus penipuan jual beli daging kerbau yang melibatkan WN India, Sathya Vrathan Biju.

Pasalnya, uang hasil penipuan sebesar Rp15 miliar itu dialihkan untuk sesuatu yang tidak sesuai dengan kesepakatan, dan diduga dinikmati oleh berbagai pihak lain. Lagipula, Sathya Vrathan Biju rupanya bukan hanya sebagai direktur PT Indo Agro Internasional (IAI) tetapi juga menjabat presiden direktur di salah satu supermarket ternama berjaringan internasional.

"Iya, TPPU perlu saya kira," ujar Herman dalam keterangannya dikutip Sabtu (7/10/2023).

Herman meminta setiap kasus yang merugikan harus mendapat perhatian khusus dari aparat penegak hukum. Hal ini dilakukan sebagai upaya dan komitmen menertibkan tata niaga ke depannya.

"Jadi setiap pelanggaran yang memiliki dampak dan potensi untuk membuat sistem tata niaga ini menjadi tidak patuh terhadap aturan, Maka harus ditindak dengan tegas, termasuk melakukan penegakan hukum melalui pasal-pasal yang terkait dengan TPPU," kata Herman Khaeron.

Senada, pakar TPPU Yenti Ganarsih mempertanyakan mengapa dalam kasus ini tidak ditelusuri ke mana aliran uang dari hasil penipuan tersebut. Seharusnya, kata dia, sejak awal kasus ini bisa dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pembeberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Bahkan, pengadilan pun sama sekali tidak menyinggung perihal pengembalian uang dari penipuan yang dilakukan oleh Biju.

"Dengan tidak menerapkan TPPU, tentu ini menggambarkan penyidikan terkait tindak pidana penipuan kurang profesional, karena sudah ada UU TPPU terhadap tindak pidana asal penipuan agar kerugian korban bisa dipulihkan," ungkap Yenti.

Menurut Yenti, dengan menelurusi ke mana larinya uang hasil kejahatan asal itu dan benar-benar terbukti dari hasil penipuan, maka bisa dikembalikan kepada para korban.

"Tidak mungkin akan efektif dengan perintah hakim untuk pengembalian kerugian, karena kasus ini terkait dengan penipuan, bukan korupsi," ungkapnya.

Yenti menduga, ringannya hukuman yang dijatuhkan majelis hakim atas kasus ini juga disebabkan karena tidak disertakannya klausul TPPU.

"Sepertinya TPPU tidak diterapkan sejak awal dan putusan yang dijatuhkan ringan dibanding kerugian Rp15 miliar tersebut," kata Yenti.

Lebih lanjut Yenti juga mengingatkan kepada pemerintah untuk lebih tegas dalam mengurusi kuota impor daging. Pasalnya, menurut dia, permasalahan impor sering kali berujung pada kasus hukum.

"Ini perlu diawasi jangan sampai terjadi dan masyarakat baru tahu kalau sudah jadi kasus, meskipun ini berkaitan dengan penipuan," tandasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dua Terdakwa Kasus Penipuan Jual Beli Daging Kerbau dari India

Seperti diketahui, kasus penipuan jual beli daging kerbau dari India ini menyeret Direktur PT Indo Agro Internasional (IAI) Sathya Vrathan Biju, yang juga berkebangsaan India, dan Direktur CV Saebah Karya Beef, Yudi Safari. Keduanya telah ditetapkan sebagai terdakwa.

Sementara itu, kuasa hukum korban PT. Arta Global Sukses, Totok Prasetiyanto meyakini kasus ini memunculkan dugaan kuat adanya tindak pidana lain, yakni TPPU. Hal itu didasari pada Pasal 3 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Persis, ada dugaan TPPU. Dalam UU TPPU itu kan uang yang hasil kejahatan apa saja, salah satunya kejahatan penipuan," tuturnya.

Menurut dia, dalam perkara ini jika nantinya dikembangkan ke arah TPPU, maka yang ditersangkakan bukan lagi Biju seorang, namun koorporasi, dalam hal ini PT Indo Agro Internasional. Dia menyebut hal ini sangat dimungkinkan sebab pernah ada hakim yang menambahkan klausul TPPU.

"Kalau penyidik paling memungkinkan membuka sprindik soal TPPU baru dalam kasus ini. Kan perkara pokoknya sudah ada. Ini sangat mungkin dilakukan," kata Totok.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.