Sukses

Polusi Jakarta Jadi Sorotan, Peran EBT Harus Ditingkatkan

Beberapa pekan terakhir kualitas udara di Jakarta masuk kategori tidak sehat. Beberapa upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menangani polusi yang ada.

Liputan6.com, Jakarta - Selama beberapa pekan terakhir kualitas udara Jakarta menempati peringkat pertama dalam daftar kota paling berpolusi di dunia. Sejumlah pihak menilai, polusi di Jakarta disebabkan kendaraan bermotor hingga PLTU berbahan bakar batu bara.

Bagaimana dengan peran energi baru terbarukan (EBT)?

Anggota Dewan Energi Nasional, Eri Purnomohadi menyatakan salah satu tantangan pencapaian bauran energi primer yaitu batubara, minyak bumi, dan gas bumi masih menjadi andalan dalam pemenuhan kebutuhan. Sehingga laju pemanfaatannya lebih tinggi dibandingkan pemanfaatan EBT.

"Potensi EBT besar, namun kebutuhan energi masih terbatas (khususnya daerah yang dekat dengan potensi), terutama pada provinsi-provinsi yang berada di luar Jawa," kata Eri kepada Liputan6.com.

Kata dia, pemanfaatan gas cenderung stagnan karena industri pemanfaat gas belum tumbuh secara optimal. Kemudian keterbatasan infrastruktur energi baik secara kualitas maupun kuantitas. Yakni termasuk infrastruktur pendukung dalam pembangunan EBT yang dikembangkan secara in-situ.

Lalu, pengembangan pembangkit listrik EBT dan nonlistrik belum mempertimbangkan keseimbangan supply dan pertumbuhan demand.

"Nilai investasi yang tinggi, keterbatasan pendanaan, dan tingginya risiko pengembangan dan lain-lain. Belum terciptanya inovasi teknologi dan good engineering practices di bidang EBT yang dapat mendorong keamanan, keandalan sistem tenaga listrik dan harga yang semakin kompetitif," papar dia.

Eri menjelaskan dalam kebijakan nasional target nasional EBT yaitu 23 persen pada tahun 2023. Sedangkan pada tahun 2022 target tersebut baru mencapai 12,3-12,6 persen. Karena itu kata dia, peran EBT dapat ditingkatkan guna mengatasi polusi Jakarta.

Salah satunya yaitu penggunaan rooftop solar panel yang sempat mendapatkan penolakan. "Okelah itu dihapus, tapi harus ada alternatif lain supaya masyarakat memasang rooftop solar panel," ucap dia.

Kendaraan Pribadi Jadi Sorotan 

Kemudian terkait asap knalpot yang menjadi sumber utama polusi di Jakarta. Eri menyebut terdapat 300 SPBU yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Lalu penambahan kendaraan roda dua terpaut 7 juta per tahun. 

Eri mendorong pemerintah dan semua pihak yang terlibat rapat duduk bersama untuk mencari solusi penggunaan bahan bakar bersih untuk kendaraan di Jabodetabek.

"Tidak bisa mereka menjual mobil murah dengan berbahan bakar pertalite dengan oktan (RON) 90, padahal itu masih polusi. Polusinya masih tinggi, sekarang (RON) 90 itu masih polutan jadi harus beralih ke (RON) 95," ujar Eri.

Selanjutnya dia juga mendorong adanya penerapan ERP atau sistem jalan berbayar di perbatasan wilayah DKI Jakarta. Sehingga penggunaan kendaraan listrik harus diperbanyak.

"Berarti fosil kendaraan yang berbahan fosil masuk DKI dari masuk perbatasan MT Haryono, Gatot Subroto, BSD, Tangerang harus bayar ERP, untuk masuk Rp 100k untuk motor mobil mobil listrik bayar 1k atau memang bebas ERP itu fair. Kendaraan ke DKI berkurang banyak ERP diterapkan uji emisi diterapkan parkir dipermahal karena harga tanah parkir mahal," jelas Eri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Greenpeace Minta Penggunaan Energi Dikaji Ulang

Beberapa pekan terakhir kualitas udara di Jakarta masuk kategori tidak sehat. Beberapa upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menangani polusi yang ada. Mulai dari pemberlakuan tilang bagi kendaraan tak lolos uji emisi hingga kebijakan bekerja dari rumah (work from home).

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu menyatakan jika polusi terjadi akibat pembakaran bahan bakar fosil. Layaknya kendaraan yang masih menggunakan bahan bakar fosil yang menjadi salah satu sumber pencemaran.

Selain itu yang menggunakan bahan bakar fosil yaitu PLTU batu bara. 

"Jadi sejatinya kalau kita mau mengendalikan polusi udara, kita harus kaji penggunaan energi kita sebetulnya. Bagaimana kita mengendalikan atau mengontrol kendaraan kita itu untuk tidak pakai energi fosil lagi," kata Bondan kepada Liputan6.com.

Kendati begitu dia juga tidak menyarankan kepada pemerintah untuk tidak tiba-tiba meminta masyarakat beralih ke kendaraan listrik. Bondan berasalan saat ini sumber energi yang digunakan untuk kendaraan listrik masih yang bersumber dari PLTU batubara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.