Sukses

Menagih Janji Anas Urbaningrum Gantung di Monas

"Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas". Pernyataan itu begitu melegenda. Keluar dari mulut Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Terucap pada 9 Maret 2012.

Liputan6.com, Jakarta "Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas". Pernyataan itu begitu melegenda. Keluar dari mulut Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Terucap pada 9 Maret 2012.

Seakan ingin meyakini khalayak bahwa seorang Anas tidak mungkin menerima suap proyek Wisma Atlet Hambalang, ucapan sesumbar itu pun keluar.

Adalah "nyanyian" Muhammad Nazaruddin, bendahara umum Partai Demokrat, yang menyeret sang ketua umum ke hotel prodeo.

Penangkapan Nazaruddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi titik awal terungkapnya keterlibatan Anas dalam megakorupsi proyek Wisma Atlet Hambalang.

Dalam beberapa kesempatan, Nazaruddin menyeret-nyeret Anas. Termasuk dalam eksepsi yang dibacakan di pengadilan, Nazaruddin begitu gamblang menegaskan, Anas terlibat. Anas menerima aliran dana suap Rp50 miliar dari proyek Wisma Atlet SEA Games 2011.

Bahkan, menurut Nazar, Anas adalah orang yang merekayasa suap proyek Wisma Atlet Hambalang. Katanya, saat itu, uang suap proyek Wisma Atlet digunakan Anas untuk pemenangan menjadi ketua umum Partai Demokrat.

Anas pun tak dapat berbuat banyak. Meski menyangkal dan mengucap banyak bantahan, kasus terus bergulir. Anas tetap diproses, diseret ke meja hijau.

Hingga pada 24 September 2014 majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Anas Urbaningrum terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Anas terbukti menerima sejumlah pemberian uang, mobil mewah, hingga fasilitas berupa survei pencalonan sebagai ketua umum Partai Demokrat dari Lingkaran Survei Indonesia. Anas juga dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan membeli tanah dan bangunan.

Akhirnya, Anas divonis 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan. Tak terima, Anas melawan. Dia menantang majelis hakim dan jaksa bersumpah; yang salah akan dikutuk. Hakim tetap mantap dengan putusannya, tak berubah.

Hingga akhirnya Anas menempuh jalur kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Bukannya dibebaskan, pada 8 Juni 2015, majelis hakim MA malah melipatgandakan hukuman Anas menjadi 14 tahun pidana penjara dan denda Rp5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.

Tidak cuma itu, hakim juga mengabulkan permohonan jaksa yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik. Anas juga diwajibkan mengembalikan uang hasil korupsinya sebesar Rp57 miliar.

Tak terima vonisnya dilipatgandakan, Anas kembali melawan. Kali ini dia mengajukan peninjauan kembali alias PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 24 Mei 2018.

Hasilnya, vonis Anas dikorting 6 tahun penjara. Sehingga Anas hanya dipenjara selama 8 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Untuk uang pengganti dan hak politik tidak ada perubahan. Anas tetap diwajibkan mengembalikan uang hasil korupsinya senilai Rp57 miliar. Jika tidak, semua aset milik Anas akan disita. Bila masih tidak mencukupi, diganti kurungan badan 2 tahun.

Pada Februari 2021, KPK mengeksekusi putusan MA itu. Anas pun menjalani hukuman penjara 8 tahun, dikurangi masa tahanan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Anas Klaim Jadi Korban Skenario Besar

Usai menjalani hukuman badan, Anas bebas pada Selasa siang, 11 April 2023. Mengenakan baju koko putih, Anas keluar Lapas Sukamiskin. Disambut loyalis dan simpatisan bak pahlawan.

Anas langsung menuju panggung yang sudah disiapkan para pendukungnya di halaman Lapas Sukamiskin. Pada kesempatan itu, Anas menyampaikan pidato.

Dalam pernyataannya, Anas menegaskan akan berjuang mencari keadilan. Namun, ia meminta maaf jika proses pencarian keadilan ada yang menganggapnya mencari permusuhan dan pertentangan.

"Mohon maaf kalau ada yang berpikir saya keluar bebas ini kemudian mendatangkan atau melahirkan permusuhan atau pertentangan, saya katakan mohon maaf, tidak. Saya tidak ada kamus pertentangan permusuhan, tetapi kamus saya adalah perjuangan keadilan," ujar Anas dalam pidatonya.

"Andai dalam perjuangan keadilan itu ada yang merasa termusuhi mohon maaf bukan karena saya hobi bermusuhan tetapi itu konsekuensi perjuangan keadilan," katanya.

Bebasnya Anas menjadi perhatian dari beberapa pihak. Salah satunya Partai Demokrat. Sebab, Anas merasa menjadi kambing hitam dalam kasus skenario besar hingga harus menjalani hukuman mendekam di balik jeruji.

Skenario besar itu pun dikaitkan dengan Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Saya juga mohon maaf kalau ada yang menyusun skenario besar saya dimasukkan ke tempat ini, dengan waktu yang lama, yang berpikir Anas sudah selesai. Skenario boleh besar, tapi sekuat apa pun, serinci apa pun, skenario manusia tidak akan mampu mengalahkan skenario Tuhan," tegas dia.

Seorang sumber yang kenal dekat dengan Anas Urbaningrum membocorkan, setelah bebas Anas akan mengonfirmasi ke sejumlah orang yang terlibat dalam skenario tersebut.

Bahkan, kata dia, ada satu narasumber kunci yang telah menyampaikan permohonan maaf kepada Anas karena ikut terlibat dalam skenario besar menjebloskan Anas Urbaningrum ke dalam penjara.

"Termasuk orang yang merancang melemparkan telur ke Anas saat di KPK," kata sumber itu saat berbincang dengan merdeka.com.

Sumber ini memberikan sejumlah bukti-bukti berupa foto surat pengakuan orang tersebut dan rekaman permintaan maaf.

3 dari 5 halaman

Demokrat Lempar Bola ke KPK

Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai tidak tepat jika permasalahan Anas dikaitkan dengan Partai Demokrat, terlebih Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Seharusnya, kata Herzaky, Anas bertanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menghukumnya. Kala itu Abraham Samad menjabat Ketua KPK, Bambang Widjajanto (BW) sebagai Wakil Ketua KPK dan Novel Baswedan menjadi penyidik KPK.

"Pertama, tidak tepat sebenarnya kalau mengaitkan atau membenturkan Mas Anas dengan Mas AHY atau dengan Demokrat, enggak ada hubungan," kata Herzaky, saat konferensi pers di DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (12/4/2023).

"Kedua, mengaitkan dengan Pak SBY, enggak tepat itu, karena yang menghukum beliau itu KPK. Jadi enggak tepat ditanyakan ke Demokrat. Tanyakan lebih tepat ke Abraham samad, Bang BW, Novel," Herzaky menambahkan.

Lebih lanjut, Herzaky mengatakan, dengan adanya kasus Anas, Partai Demokrat pun mengalami kerugian. Sehingga, tidak tepat jika skenario Anas dikaitkan dengan Partai Demokrat maupun SBY.

"Intinya, kalau bicara Mas Anas tidak ada kaitan dengan AHY, dengan SBY, dengan Demokrat. Jadi janganlah dibentur-benturkan. Karena yang kami tahu yang ada permasalahan itu dengan KPK. Kami jelas dengan kasus yang terjadi dulu itu sangat dirugikan. Jadi tidak mungkin kami menjadi otak dari yang begitu," kata Herzaky.

 

4 dari 5 halaman

KPK Jawab Gamblang soal Skenario Besar

Abraham Samad, ketua KPK kala itu, merespons tuduhan adanya skenario besar yang menyasar Anas Urbaningrum.

Samad menegaskan pihaknya telah menjalankan penegakan hukum yang menjerat Anas Urbaningrum sesuai prosedur yang berlaku. Sehingga, tidak mungkin KPK bermain mata untuk menjebloskan Anas dalam kasus korupsi Hambalang.

"Oke, kalau dikatakan KPK bermain, kan KPK tidak mungkin mengintervensi Mahkamah Agung, tidak bisa mengintervensi pengadilan. Katakanlah KPK berskenario, kalau di pengadilan bisa bebas, kalau KPK main-main, gitu ya," kata Abraham Samad saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (13/4/2023).

Terlebih, Samad menyebut, selama proses berperkara hingga berkekuatan hukum tetap, tidak ada satu pun putusan hakim yang menjatuhkan vonis lepas kepada Anas. Termasuk, vonis yang dijatuhkan Hakim Agung Artidjo Alkostar, yang justru memperberat hukuman Anas Urbaningrum di tingkat kasasi.

"Bahkan, di MA waktu kasasinya itu diperiksa oleh hakim Artidjo. Hakim yang paling jujur. Dan dia lebih memberatkan. Pertanyaan saya, apakah bisa orang-orang di KPK mengintervensi Artidjo? Kan tidak mungkin," ujar Samad.

"Ini agar kita tercerahkan, tidak boleh kita digiring-digiring ke politik, dengan statement politik. Jadi, saya ingin mencerahkan orang. Yang saya bicarakan itu fakta, bukan asumsi. Kan kalau skenario itu kan asumsi," tambah Samad.

Menurutnya, kalau alasan Anas soal skenario besar yang lalu dilempar Partai Demokrat ke dirinya selaku mantan pimpinan KPK itu benar, pasti dalam proses pengadilan sudah terbongkar dan hakim menyatakan itu tidak bersalah.

"Bahkan saat kasasi diperberat lagi oleh Artidjo, hakim yang paling jujur. Kalau kasus itu dibuat-buat ketika diperiksa di Mahkamah Agung oleh Artidjo, itu pasti bebas. Wah, ini ada skenario ini, pasti dia lepaskan, kan gitu," ujar Samad.

Samad juga menjawab tudingan yang menyebut KPK ingin menjatuhkan karier politik Anas karena berseteru dengan SBY.

Samad menegaskan, saat mengusut kasus Hambalang, KPK tidak hanya memproses Anas. Di situ ada Menteri Pemuda dan Olahraga yang masih aktif, Andi Alvian Malarangeng, dan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

"Buktinya ada Alvian (Andi Alfian Mallarangeng). Alfian kan dibilang orangnya SBY. Kalau dikatakan skenario Alfian orangnya SBY. Jadi ini sama sekali tidak ada skenario," tegas Samad.

Sehingga, lanjut Samad, tudingan KPK dipesan hanya untuk menjatuhkan Anas tidaklah benar. Sebab, dalam kasus korupsi Hambalang ada orang dekat dari SBY yang juga terjerat dan diproses.

Samad pun menyarankan agar masyarakat bisa dengan jeli melihat pernyataan-pernyataan terkait kasus Hambalang, khususnya terkait Anas, dengan melihat fakta hukum yang telah tersaji selama perkara berproses.

"Agar bisa membedakan mana yang manipulatif, objektif, kan begitu. Jadi seperti yang saya sampaikan alasan-alasan hukum yang tidak bisa dibantahkan. Kalau asumsi bisa di-challenge, kalau itu kan fakta hukum tidak ada yang bebas," tegasnya.

Mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto alias BW, menyarankan Anas Urbaningrum legowo. Menerima kenyataan bahwa dirinya bersalah, dan sudah menjalani ganjarannya.

BW minta Anas dan para loyalisnya untuk berhenti menggiring opini. Diketahui, Bambang Widjojanto menjadi bagian yang ikut mengusut kasus korupsi Anas Urbaningrum.

"Sudah lah kita tahu ujungnya ke mana, kamu ingin membersihkan dirimu, tapi tidak seperti itu caranya. Itu kampungan banget cara seperti itu, setop lah dengan cara-cara kampungan kayak begitu," kata BW dikutip saat Podcast Novel Baswedan dikutip Kamis, (13/4/2023).

Menurut BW, sudah tidak relevan lagi Anas mencari-cari panggung untuk membela diri dan membersihkan namanya. Saat ini, menurutnya, Anas hanya harus bisa menerima kenyataan dan memperbaiki diri. Bukan malah cari-cari panggung untuk menggiring opini.

"Orang sudah paham, sudah mafhum kamu cari-cari panggung, mendingan terima kesalahan itu, dan banyak orang salah, jatuh hancur tapi bangkit kembali itu jauh lebih terhormat daripada mencari panggung," ujar BW.

"Apa belum cukup persidangan 1, 2, 3 hingga PK untuk membuktikan itu? Sudahlah, kita sudah tahu ujungnya mau ke mana," ujar BW.

5 dari 5 halaman

Sudah Terbukti, Kapan Anas Loncat dari Monas?

Bambang Widjojanto justru menagih janji Anas Urbaningrum yang akan loncat dari Monas jika terbukti terima suap korupsi Hambalang.

"Kita juga masih ingat (pernyataan Anas), 'Kalau saya terbukti akan loncat dari Monas'. Sudah terbukti, sudah dihukum, kapan lu loncat dari Monas," ujar BW.

Saat ditanya kapan merealisasikan janji gantung di Monas, Anas tetap kekeh tidak bersalah.

"Mas Anas pernah berjanji, gantung di Monas itu bagaimana?" tanya seorang wartawan kepada Anas yang tengah mengunjungi kampung halamannya di Desa Ngaglik, Srengat, Blitar, Jawa Timur, Rabu, 12 April 2023.

Anas menjawab seperti ini, "Nomor satu itu adalah keyakinan lahir batin bahwa saya tidak melakukan sesuatu yang dituduhkan itu (korupsi proyek Hambalang)."

"Itu keyakinan lahir batin, dunia akhirat, bisa dipertanggung jawabkan. Dan itu tidak akan pernah berubah sampai kapan pun keyakinan itu. Karena saya yang tahu," ucap Anas.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.