Sukses

Sidang Dugaan Kartel Minyak Goreng, KPPU Diharap Beri Putusan Bijak ke Pelaku Usaha

Wilmar Group berharap majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengedepankan pendekatan advokasi kebijakan dalam perkara dugaan kartel minyak goreng.

Liputan6.com, Jakarta - Wilmar Group berharap majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengedepankan pendekatan advokasi kebijakan dalam perkara dugaan kartel minyak goreng. Pasalnya, sumber permasalahan utama krisis minyak goreng pada akhir 2021 sampai dengan pertengahan 2022 adalah kebijakan pemerintah yang tidak tepat.

"Fakta persidangan juga menunjukkan tidak ada bukti para pelaku usaha (termasuk Wilmar Group) telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli)," kata Rikrik Rizkiyana dari Kantor Hukum Assegaf, Hamzah & Partners (AHP) selaku kuasa hukum Wilmar Group, usai sidang perkara dugaan kartel minyak goreng, Selasa (4/4/2023).

Rikrik meyakini, setelah mendengarkan keterangan para saksi maupun ahli, ternyata penyebab utama kisruh minyak goreng ini ada di tataran regulasi. Jika pimpinan KPPU bisa mendeteksi lebih dini dan mengedepankan fungsi kewenangannya maka kasus kemarin mungkin tidak terjadi.

Sayangnya, lanjut dia, KPPU lebih memilih membiarkan investigator membawa perkara ini ke ranah penyelidikan dan pemeriksaan. Karenanya, saat ini Rikrik berharap kearifan dari majelis komisi untuk dapat memutuskan perkara dengan tepat.

"Kami meyakini, majelis komisi memiliki wisdom dalam memutuskan perkara ini dengan tepat guna memperbaiki industri minyak goreng,” ujar Rikrik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kronologis Perkara Dugaan Kartel Minyak Goreng

Sebagai informasi, sidang hari ini mengagendakan penyampaian kesimpulan oleh para pihak dan menjadi sidang terakhir sebelum majelis komisi mengeluarkan putusan. Dalam sidang tersebut, Wilmar Group melalui kuasa hukumnya menyampaikan sejumlah poin kesimpulan atas dugaan pelanggaran yang didalilkan oleh investigator KPPU.

Mengutip keterangan para saksi fakta maupun ahli, Wilmar Group dalam keseimpulannya menyatakan bahwa permasalah utama dalam perkara ini adalah sejumlah kebijakan pemerintah di awal 2022 yang berubah-ubah dan justru merugikan banyak pihak, terutama penerapan harga eceran tertinggi (HET) dan domestic market obligation (DMO)/domestic price obligation (DPO) minyak goreng.

Penerapan HET bukan saja merugikan produsen karena harus menjual di bawah harga keekonomian, tetapi juga memicu rush buying yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng kemasan di pasaran.

Banyaknya peraturan terkait minyak goreng kemasan yang dikeluarkan pemerintah sejak awal 2022, maka industri ini menjadi highly regulated sehingga tidak tepat jika dianalisis menggunakan hukum persaingan usaha.

Wilmar Group dalam kesimpulannya juga menegaskan tidak ada bukti perjanjian penetapan harga dengan pelaku usaha atau Terlapor lain. Dengan demikian tidak ada pelanggaran Pasal 5 UU Nomor 5/1999 sebagaimana dugaan investigator KPPU.

Wilmar Group menyimpulkan, analisis ekonomi yang dilakukan investigator tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi bukti ekonomi. Analisis tersebut tidak menggunakan uji kartel yang tepat serta data-data yang representatif.

Terakhir, Wilmar Group juga menegaskan tidak ada bukti penahanan pasokan baik yang dilakukan sendiri maupun bersama Terlapor lain sebagaiman tertuang dalam Pasal 19 huruf c UU Nomor 5/1999. Wilmar Group tidak pernah menahan produksi maupun penjualan.

Sebaliknya, volume produksi dan penjualan pada periode Januari – Maret 2022 meningkat pesat. Sebagaimana keterangan mantan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan, tidak tersedianya minyak goreng kemasan di pasar disebabkan penerapan HET dan persoalan distribusi di level yang lebih rendah dari distributor utama.

Dalam perkara ini, KPPU menduga sebanyak 27 produsen minyak goreng kemasan, termasuk 5 perusahaan dari Wilmar Group disebut melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c UU Nomor 5/1999.

Para Terlapor diduga membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober - Desember 2021 dan periode Maret – Mei 2022, dan membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari – Mei 2022 yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng kemasan di pasar domestik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.